Minggu, 31 Oktober 2021

Profil Guru dan Bentuk Pembelajaran pada Pendidikan 4.0

 

Profil Guru pada Pendidikan 4.0

Keterampilan yang harus dimiliki para pendidik  untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0 adalah (Lase, 2019):

1.     Akrab dengan Teknologi

Dunia terus beruah dan berkembang. Teknologi pun terus berkembang hingga banyak hal yang dulunya hanya dapat dilakukan manusia, saat ini dapat dilakukan dengan alat saja. Tidak ada cara lain untuk menghadapi tentangan perkembangan teknologi, selain kemauan untuk belajar secara terus-menerus. Pendidik harus meng-upgrade pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan teknologi. Perubahan yang sangat dinamis tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang mengancam, namun perlu dihadapi secara positif dengan belajar,  beradaptasi, dan bekerjasama dengan kolega.

2.     Kolaborasi

Kolaborasi antar pendidik sangat diperlukan untuk merancang kurikulum pembelajaran Education 4.0. Dinamika perubahan yang sangat dinamis di dunia membuat kurikulum belajar harus terus-menerus diupgrade. Sharing pengalaman dan pengetahuan antar pendidik akan memperkaya konten kurikulum dan inovasi Pendidikan lainnya.

3.     Sikap kreatif dan mau mengambil resiko.

Kreativitas adalah salah satu skill yang diperlukan oleh murid di abad ke-21. Namun demikian, untuk mengembangkan kreativitas pada peserta didik, pendidik juga harus kreatif. Kreativitas dibutuhkan oleh pendidik untuk menghasilkan konten kurikulum, pendekatan, atau metode pembelajaran inovatif yang dapat menjadi solusi penyelesaian masalah riil di lapangan. Guru tidak perlu terlalu takut untuk melakukan kesalahan atau gagal dalam menerapkan inovasinya dalam pembelajaran. Kekurangan pada inovasi adalah bahan yang dapat menjadi evaluasi perbaikan nantinya.

4.     Guru harus mampu mendidik secara holistik

Untuk membantu murid mengembangkan pengetahuan, keterampilan sikap, emosi, dan nilai yang bermakna, mendalam, dan awet, guru perlu menggunakan pendekatan holistik. Pendekatan holistik didefinisikan sebagai pendekatan pegagogik yang berusaha untuk (a) mendukung murid untuk belajar dan tumbuh pada segala aspek, kognitif, afektif, dan psikomotor, (b) menyertakan berbagai metode pendidikan yang merangsang murid untuk bereksplorasi secara personal dan membantu perserta didik untuk menghubungkan apa yang dipelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari, (c) membantu murid untuk menemukan nilai-nilai hidup mereka dan menumbuhkan tanggungjawab pada sesame dan masyarakat (Grauerholz, 2010).

Pendekatan holistik dalam pendidikan dapat mendorong murid untuk belajar secara mendalam. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: Dalam pendekatan holistik, guru harus mengenali aspek emosi, moral, spiritualitas, intelektualitas, dan hambatan belajar setiap murid. Guru juga perlu melibatkan emosi, moral, dan spiritualitas dalam pembelajaran. Guru yang holistik memandang kelas terdiri dari murid dengan multi karakter. Murid berasal dari latar belakang yang sangat beragam, intelegensi yang bervariasi, dan sifat yang bermacam-macam. Semuanya itu terintegrasi dalam sebuah proses pembelajaran. Mengenali setiap latar-belakang dan karakteristik murid penting untuk menyusun bahan ajar yang relevan dan menarik murid untuk belajar lebih mendalam. 

Ketimbang menjadi seorang ahli (expert), guru lebih berperan sebagai fasilitator yang memastikan muridnya mendapatkan pengalaman belajar. Selain itu, pendidik holistik harus mampu mengajar secara profesional, memisahkan tugasnya dengan hidup pribadinya (Friedrichs, 1987). Pendidik yang holistik juga memberikan ruang yang nyaman bagi peserta didik untuk menyampaikan gagasan dan perasaannya secara terbuka.

Suara dan pengalaman dari murid dapat menjadi bahan perbaikan konten kurikulum dan metode mengajar. Guru yang holistik juga harus membantu murid untuk berpikir kritis melalui pertanyaan, penyampaian masalah, dan berbagai kegiatan belajar lainnya.

Bentuk Pembelajaran pada Pendidikan 4.0

Menurut Dunwill (Hussin, 2018) akan terdapat banyak perubahan tampilan kelas untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Perubahan tersebut meliputi adanya tugas-tugas yang fleksibel untuk murid guna mengakomodasi berbagai macam gaya belajar. MOOC (massive open online course) akan terus berkembang dan disertakan dalam pembelajaran di sekolah maupun universitas.  Teknologi pembelajaran seperti virtual dan augmented reallity akan semakin  banyak digunakan untuk mendukung efektifitas pembelajaran.

1.     Blended Learning

Pada pendidikan formal, baik menengah maupun tinggi, blended learning dapat digunakan sebagai metode pembelajaran pada Education 4.0. Blended learning menggabungkan E-learning dan tatap muka. Blended learning dinilai lebih efektif ketimbang murni tatap muka atau E-learning saja (Garrison & Kanuka, 2004).

Pada blended learning, materi yang bersifat teoritis dapat diberikan melalui platform belajar online atau E-learning. Tatap muka tetap diperlukan untuk mendiskusikan pesoalan yang ada selama belajar secara online. Kelas tatap muka tidak perlu banyak membahas tentang teori tetapi murid diarahkan untuk mendapatkan pengalaman langsung, seperti misalnya praktek atau eksperimen.

Untuk menyediakan materi E-learning yang sesuai dengan kurikulum yang disusun, guru dapat memanfaatkan open education resources yang sudah tersedia, atau pun merancang materi online course sendiri.

Jika ingin menyusun online course sendiri, institusi dapat membuat website E-learning sendiri atau dapat memanfaatkan platform yang tersedia gratis seperti Google Classroom, Schoology. Schoology memberikan fasilitas seperti ruang pembuatan materi yang dapat dimodifikasi, link ke materi di luar, ruang komunikasi guru dan murid, ruang diskusi kelas, fitur untuk mengupload proyek, dan fitur evaluasi. Pendekatan inovatif dan fitur pada Schoology memfasilitasi guru, murid, dan orang tua untuk membangun komunitas kolaboratif belajar untuk memenuhi tujuan pendidikan pada Abad ke 21. Schoology juga diharapkan dapat menjadi sarana penghubung dan kolaborasi antar stakeholder pendidikan (Biswas, 2013).

2.     Open Education Resources

Open Education Resources telah menjadi salah satu platform belajar online yang dapat diakses oleh banyak orang untuk sumber belajar. Open Education Resources ini ada yang sifatnya sebagai bagian dari pendidikan formal dan disediakan oleh sebuah lembaga pendidikan formal, misalnya universitas.

Salah satu universitas yang sudah lama memperkenalkan open education resources adalah MIT (Massachusetts Institute of Technology) dengan MIT Open Course Ware (OCW) (https://ocw.mit.edu/index.htm) yang diluncurkan sejak musim semi 2001.

Awalnya, MIT Open Course Ware ini adalah adalah menjadi sarana berbagi bagi komunitas lokal. Pada lingkungan kampus tradisional, tidak banyak profesor yang berkesempatan untuk saling berbagi silabus dan materi perkuliahan. Jarang juga mereka melakukan diskusi tentang metode pembelajaran. Namun dengan adanya MIT Open Course Ware ini, profesor yang mengajar di MIT pun bisa melihat silabus, materi, dan metode yang diberikan oleh profesor lain dengan mudah. Dampak dari kemudahan akses ini adalah profesor dapat melakukan refleksi diri pada pebelajran yang dia lakukan, dapat mencari referensi metode pembelajaran yang lebih efektif dari profesor lain, dan dapat mengkorelasikan materi ajarnya dengan mata kuliah lain terkait. 

Saat ini, MIT Open Course Ware telah digunakan oleh komunitas yang lebih luas. Bahkan materi telah diterjemahkan ke beberapa bahasa selain Bahasa Inggris supaya dapat dipakai secara lebih luas. MIT adalah universitas yang mempelopori proyek kuliah online terbuka yang dapat diakses oleh setiap orang di berbagai negara. Open education resource tidak mengikat secara institusional.

Setiap orang dapat belajar tanpa adanya ikatan administrasi dan ijasah. Proyek Open Education Resources telah berkembang pesat. Banyak universitas yang lain yang mengikuti langkah MIT. Rice University juga telah mengembangkan open education resources yang diberi nama Connextion. Pada tahun 2005, Utah State University juga meluncurkan USU OCW. Beberapa universitas besar di Jepang yaitu Keio University, Kyoto University, Osaka University, Tokyo Institute of Technology, University of Tokyo, dan Waseda University berkolaborasi untuk membuat Japan OCW Collaboration Group pada 13 Mei 2015 (Johnstone, 2005).

Revolusi industri 4.0 juga telah sedikit menggeser pandangan tentang pentingnya pendidikan tinggi formal dan lisensi/ijasah. Seperti diketahui saat ini, beberapa perusahaan seperti Google dan Facebook telah mendeklarasikan bahwa mereka tidak lagi merekrut talenta-talenta muda berdasarkan ijazah universitas yang dimilikinya, namun berdasarkan kompetensi dan pengalaman yang dimiliki (Connley, 2018). Hal ini berimbas pada semakin banyaknya online course yang menjadi platform belajar informal yang lebih fleksibel bagi murid. setiap murid dapat melakukan pengembangan diri dengan belajar hal yang diinginkan secara individual dengan menggunakan bantuan platform belajar online.

3.     Knowledge Sharing Economy (KSE)

Kebutuhan akan self-directed learning (pembelajaran individual) untuk pengembangan diri bahkan telah dipandang sebagai kesempatan bisnis. Beberapa perusahaan menyediakan platform berbayar untuk saling membagikan pengetahuan. Layanan berbayar yang menyediakan jaringan sosial online untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dikenal sebagai knowledge sharing economy (KSE) (Zhang, Jiang, Xiao, & Cheng, 2018).

Adanya pandangan akan pentingnya untuk mengembangkan diri seluasluasnya tanpa adanya Batasan terhadap gelar, juga telah menarik orang untuk menggunakan platform KSE walaupun mereka perlu mengeluarkan uang.

 

Uang yang dikeluarkan ini dapat dipandang sebagai investasi layaknya apabila orang mengeluarkan uang untuk menempuh pendidikan di universitas. Konsep “Paying for knowledge” perlahan tapi pasti dapat diterima oleh para konsumen.

Di China, transaksi KSE telah mengalami pertumbuhan 205% pada tahun 2017 (SIC, 2017) Beberapa vendor yang menyediakan adalah Quora Knowledge Prize, Udemy, dan SkillShrae yang berasal dari Amerika Serikat. Udemy menawarkan kelas online yang terdiri dari berbagai bidang seperti IT, software, ilmu sosial matematika, sains, teknik, markering, musik, dan sebagianya. Udemy juga merupakan platform berbayar dimana setiap murid perlu membayar setiap course yang diaksesnya (Udemy, 2020)

Skill Share mengusung konsep learning by doing, learning with other, learning for the future. Saat ini terdapat banyak video materi belajar dari berbagai bidang, akan tetapi masih didominasi oleh materi tentang desain, media, komputasi, dan marketing (SkillShare, 2020)

Salah satu fitur yang ditawarkan oleh Skill Share adalah Share project, setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran, pembelajar dapat mengupload project yang mereka buat, dibagikan ke komunitas, dan mendapatkan penilaian untuk perbaikan dari komunitas belajar yang diikuti.

KSE memanfaatkan kebutuhan akan long life learning. Orang-orang yang telah bekerja dapat melakukan pengembangan diri dan upgrading kompetensi dengan mengikuti course yang ada pada KSE. KSE bahkan menyediakan ilmu-ilmu baru seperti Data Science yang belum tentu mudah ditemukan dalam pendidikan formal.

KSE dapat menyediakan berbagai course yang up-to-date karena platform ini bekerjasama dengan para professional yang bekerja pada bidang masing-masing untuk membagikan pengalaman  mereka dengan menjadi instructor. KSE mungkin tidak memiliki guru bersertifikat sebagai pengajar, namun mereka menawarkan platform yang mempertemukan orang yang ingin mensharingkan pengetahuannya dengan orang yang ingin belajar secara online. Keuntungan dari biaya yang dibayarkan oleh pengguna digunakan dibagi kepada para instructor yang bergabung.

Di Indonesia sendiri, meskipun belum banyak jumlahnya. Beberapa platform KSE sudah mulai bermunculan, seperti Quipper dan Ruang Guru. Akan tetapi, platform ini kebanyakan masih menyediakan konten yang berkaitan dengan materi ajar di sekolah menengah saja.

Sumber:

Elisabeth Pratidhina, Education 4.0: Pergeseran pendidikan sebagai konsekuensi revolusi industri 4.0. Widya Mandala Catholic University Surabaya, Indonesia

0 comments:

Posting Komentar