Minggu, 24 Oktober 2021

Cara Mewujudkan Sekolah Aman dengan Meminimalisir Bullying di Sekolah

Setiap anak berhak untuk merasa aman di rumah, di sekolah dan di masyarakat (Konvensi PBB tentang Hak Anak, 1990). Bullying bukanlah bagian normal dari tumbuh dewasa. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku intimidasi biasanya tidak hilang dengan sendirinya dan sering kali bertambah buruk seiring berjalannya waktu ini perlu ditangani secara langsung. Untuk menghentikan perilaku menyakitkan, orang dewasa perlu mendukung anak-anak yang mencari bantuan mereka. Mereka perlu segera merespon dan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghentikan perilaku tersebut terjadi di masa depan. Langkah pertama adalah mengenali kapan masalah bullying telah terjadi.

Istilah "intimidasi" dulu hanya mengacu pada tindakan fisik seperti memukul, menendang, dan meninju. Tidak mengherankan, definisi intimidasi telah berkembang dari waktu ke waktu karena penelitian telah mengungkapkan bahwa jenis perilaku non-fisik lainnya dapat memiliki dampak serupa pada korban. Efek merusak dari intimidasi psikologis dan verbal serta pengucilan sosial sekarang diakui, meskipun tidak semua orang memasukkan perilaku ini ke dalam definisi atau rencana tindakan mereka.

Sekolah yang aman mempromosikan perlindungan siswa dari kekerasan, paparan senjata dan ancaman, pencurian, intimidasi, dan penjualan atau penggunaan zat ilegal di halaman sekolah. Keamanan sekolah terkait dengan peningkatan hasil belajar siswa dan sekolah. Secara khusus, keamanan emosional dan fisik di sekolah terkait dengan prestasi akademik. Pada saat yang sama, siswa yang menjadi korban pelecehan fisik atau emosional atau yang terlibat dalam penjualan atau penggunaan zat-zat ilegal di halaman sekolah berisiko untuk absensi yang buruk, kegagalan kursus dan putus sekolah.

Tingkat kejahatan dan penyalahgunaan zat yang dialami sekolah sangat berkorelasi dengan nilai ujian di seluruh sekolah, tingkat kelulusan, dan tingkat kehadiran. Di sekolah dengan tingkat permusuhan kolektif yang lebih tinggi—yang diukur dengan laporan siswa tentang perasaan tidak aman, kehadiran geng, dan perkelahian antara kelompok siswa yang berbeda—prestasi membaca siswa menurun.

Program untuk mendukung pendidikan karakter dan pembelajaran tentang keterampilan sosial dan emosional dapat secara substansial meningkatkan keamanan fisik dan emosional siswa. Ini termasuk membina dukungan emosional antara rekan kerja dan staf, mencegah ujaran kebencian, dan menerapkan program yang mengajarkan keterampilan sosial dan emosional seperti resolusi konflik, manajemen kemarahan, dan komunikasi positif. Penelitian eksperimental pada jenis program ini telah menunjukkan bahwa program yang efektif meningkatkan keterampilan dan sikap sosial-emosional, meningkatkan frekuensi perilaku sosial yang positif, dan mengurangi frekuensi dan keparahan masalah perilaku dan masalah emosional.

APA ITU BULLYING?

Bullying ialah perilaku ketika orang berbuat tidak baik kepada orang lain. Bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk mengejek nama, mengucilkan, menjahili, mengancam, memukul, meludah, menendang, rasisme, mencuri atau merusak barang, serta melakukan sentuhan yang tidak diinginkan atau pelecehan seksual. Hal ini membuat orang merasa takut, sedih, atau marah. Bullying itu buruk. Kita tidak mau ada bullying di sekolah karena bullying membuat orang tidak bahagia. Kalau kamu ingin tahu lebih banyak, ini loh jenis-jenis bullying:

1.    Verbal – menggoda dan mengejek nama atau fisik; termasuk panggilan secara seksual, komentar-komentar kasar.

2.     Fisik – menyakiti seseorang secara fisik, merusak atau mencuri barang, gestur yang vulgar, atau sentuhan tidak diinginkan.

3.   Seksual – memaksa seseorang untuk melakukan tindakan seksual, menyebarkan foto tanpa busana milik seseorang, menyebarkan gosip tentang keadaan suatu bagian tubuh seseorang.

4.  Sosial / Relasional – merusak hubungan sosial dengan cara mengucilkan atau memutuskan persahabatan; menyebarkan kabar bohong tentang seseorang, menyebarkan gosip untuk merusak hubungan sosial.

5.  Mengancam – membuat seseorang takut, terintimidasi, atau memaksa seseorang melakukan apa yang ia mau;

6.   Cyber bullying – bullying dengan menggunakan internet, smartphone, atau teknologi lainnya untuk melecehkan, mengancam, mempermalukan, atau menargetkan orang lain. Contoh dari cyber bullying termasuk memposting gambar yang menyakitkan, membuat ancaman secara online, dan mengirim email atau pesan yang menyakitkan.

Karena remaja selalu ‘terhubung’ satu sama lain, cyberbullying adalah masalah yang berkembang di kalangan remaja. Masalah ini juga meluas karena pelaku cyberbullying dapat melecehkan target mereka dengan risiko tertangkap yang jauh lebih kecil.

Pelaku cyberbullying sering mengatakan hal-hal yang sebenarnya mereka tidak berani katakana secara langsung. Teknologi membuat mereka merasa anonim, terisolasi, dan jauh dari situasi sebenarnya. Akibatnya, bullying secara online ini seringkali lebih kejam dan jahat. Bagi korban cyberbullying, perlakuan yang ia dapatkan terasa datang terus-menerus dan tidak pernah berakhir. Pembully bisa mendatangi mereka kapan saja dan di mana saja, seringkali bahkan di dalam rumah mereka sendiri, yang seharusnya aman dari gangguan. Akibatnya, dampak dari cyberbullying sangat signifikan.

Bullying adalah bagian dari agresi (Ma, Stewin & Mah, 2001). Tindakan agresif seperti perkosaan atau perkelahian mungkin merupakan bagian dari interaksi bullying, tetapi tindakan tersebut merupakan bullying hanya jika terjadi dalam suatu hubungan di mana anak-anak yang terlibat merasa bahwa ada perbedaan kekuatan. Kasar dan berkelahi di antara anak-anak sekolah yang memiliki hubungan tetapi di mana ada kekuatan yang dirasakan sama (fisik atau psikologis) tidak dianggap sebagai intimidasi (Craig, Peters & Konarski, 1998; Olweus, 1993). Tindakan intimidasi ditargetkan pada korban secara sengaja dan dimaksudkan untuk mengurangi kekuatan yang dirasakan korban atas situasi atau sengaja menyakiti korban (Olweus, 1993). Perilaku yang sama ketika mereka berkomitmen sebagai respon acak atau reaktif terhadap situasi tidak diakui sebagai perilaku bullying (lihat Atlas & Pepler, 1998; Pellegrini & Long, 2002; Pepler & Craig, 2000; Sudermann, Jaffe & Schieck, 1996).

Apa dampak dari bullying?

- Kesedihan dan kemurungan

- Kurang percaya diri

- Menjadi orang yang tertutup

- Prestasi dan motivasi belajar menurun

- Keinginan untuk pindah ke sekolah lain atau putus sekolah

- Depresi

- Berpotensi tinggi untuk menjadi pelaku bully selanjutnya

- Menyakiti diri sendiri atau orang lain, bahkan bunuh diri

“Apakah kalian bisa pikirkan/sebutkan dampak lain dari bullying?”

Dari data yang diperoleh oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa, 2008), pada 28 April 2007 bullying di lingkungan sekolah terbagi menjadi tiga, yakni : (a). Fisik, seperti memukul, menampar dan memalak atau meminta dengan paksa apa yang bukan miliknya, (b). Verbal, seperti memaki, menggosip dan mengejek, (c). Psikologis, seperti mengintimidasi, mengucilkan, mengabaikan, dan mendiskriminasaikan. Penelitian ini juga dilakukan ditiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya dan jakarta mencatat terjadinya tingat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% ditingkat Sekolah menengah Pertama (SMP). Kekekrasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertitnggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memeukul). Gambaran kekerasan di SMP di tiga kota besar, yaitu Yogyakarta : 77,5% (mengakui ada kekekrasan) dan 22,5%(mengakui tidak ada kekerasan), Surabaya : 59,8% (ada kekerasan), Jakarta : 61,1% (ada kekerasan) (Wiyani, 2012:18).

Lalu faktor faktor apa saja yang mendasari munculnya perilaku tersebut? Munculnya perilaku ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor sehingga mengintervensi pelaku untuk melakukan perilaku bullying pada korbannya. Sebenarnya anak-anak tidak diajarkan untuk berperilaku bullying. Tingkah laku itupun juga tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seorang anak berkembang menjadi seorang pelaku bullying. Faktor-faktor tersebut temasuk faktor biologi dan tempramen, pengaruh keluarga, teman, dan lingkungan. Penelitian membuktikan bahwa gabungan faktor individu, sosial, resiko lingkungan, dan perlindungan berinteraksi dalam menentukan perilaku bullying (Verlinden, Herson & Thomas, 2000, dalam Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No. 2, Oktober 2012, Perilaku Bullying : Asesmen Multidimensi dan Intervensi Sosial diakses pada 12 Januari 2015)

6 Cara Pendidik Dapat Mencegah Bullying di Sekolah

Pikirkan tentang kelas Anda. Sekarang gambarkan siswa Anda. Kemungkinannya adalah satu dari setiap lima telah diganggu. Sebagai seorang pendidik, apa yang dapat Anda lakukan?

Ini statistik yang mengejutkan; terutama mengingat banyak cara bullying dapat mempengaruhi kesejahteraan siswa. Anak-anak yang ditargetkan sering menderita kinerja yang buruk di sekolah, masalah tidur, kecemasan, dan depresi. Dan jangan lupakan siswa yang melakukan intimidasi—mereka berada pada risiko yang jauh lebih tinggi untuk berbagai masalah yang dapat meluas hingga dewasa, mulai dari perilaku kekerasan hingga penyalahgunaan zat.

Sebagai seorang pendidik, apa yang dapat Anda lakukan untuk membuat dampak? Bagaimana Anda dapat menciptakan iklim kelas yang mencegah intimidasi, tetapi juga menempatkan intervensi yang menghentikan perilaku pada tahap awal? Kami berbicara dengan para ahli dalam pendidikan dan konseling kesehatan mental untuk menghasilkan enam strategi ini.

1.     Ajarkan kebaikan dan empati.

Ketika siswa mampu mendekati ide dan masalah dari berbagai perspektif, mereka cenderung tidak akan menggertak orang lain.

Sejak usia dini, siswa harus berpartisipasi dalam kegiatan yang meningkatkan pembelajaran sosial-emosional. Sebagai seorang guru, temukan cara untuk membantu anak-anak memahami dan menghargai identitas mereka serta orang lain. Untuk melakukan ini diperlukan empati dan kebaikan, dua keterampilan yang diyakini dapat diajarkan oleh para pendidik di semua sekolah.

Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri Anda pada posisi orang lain, dan guru perlu menanamkan keterampilan ini ke dalam kurikulum mereka. Kita perlu melakukan pekerjaan identitas dengan anak-anak sejak dini sehingga anak-anak tahu siapa mereka dan siapa orang lain dan apa tempat mereka di dunia.

Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan mengajak anak-anak berkumpul dan membicarakan perbedaan mereka. Biarkan mereka mempraktikkan resolusi konflik, mengatasi masalah, dan membangun pemahaman mereka tentang orang-orang di sekitar mereka.

2.     Ciptakan peluang untuk koneksi.

Membina rasa kebersamaan di kelas Anda dapat menurunkan insiden intimidasi dan memfasilitasi penyembuhan bagi siswa yang ditargetkan.

Penelitian menunjukkan bahwa ketika siswa yang ditargetkan merasa terhubung dengan teman sebaya, mereka lebih mampu mengatasi suatu intimidasi atau penindasan. Studi juga menunjukkan bahwa mengajar siswa untuk berbicara ketika mereka menyaksikan perilaku intimidasi, dan mengambil sikap menentangnya, dapat mengurangi situasi intimidasi di masa depan lebih dari 50 persen.

Ini semua tentang koneksi yang membuat dan menerapkan kurikulum pencegahan intimidasi di sekolah. Ketika siswa merasa terhubung dengan teman sebayanya, sekolah mereka, dan komunitas mereka, mereka melakukannya dengan lebih baik.

Di kelas, mulailah dengan menciptakan tempat yang aman bagi siswa untuk mengekspresikan diri dan merasa didengarkan. Kembangkan kemampuan siswa untuk melakukan advokasi atas nama diri mereka sendiri maupun orang lain. Di luar kelas, fasilitasi kesempatan untuk penguatan positif dengan membantu siswa terlibat dalam kegiatan sepulang sekolah yang sesuai dengan hobi dan minat mereka.

3.     Identifikasi 'gerbang perilaku'.

Para peneliti telah menemukan bahwa perilaku kecil seringkali dapat menandakan pola awal intimidasi. Seringkali terlewatkan oleh pendidik yang sudah memiliki begitu banyak hal, indikator ini, yang disebut "gerbang perilaku", bisa sulit dideteksi. Namun, jika Anda dapat mengenalinya sejak dini, ada kemungkinan Anda dapat mencegah berkembangnya perilaku intimidasi. Sebagai seorang pendidik, berikut adalah beberapa perilaku utama yang harus Anda perhatikan:

·      Mata bergulir

·      Menatap berkepanjangan

·      Putar balik

·      Tertawa kejam/mendorong orang lain untuk tertawa

·      Nama panggilan

·      Mengabaikan atau mengecualikan

·      Menyebabkan kerusakan fisik

·      Memata-matai

·      Menguntit

Meskipun perilaku ini mungkin tidak diklasifikasikan sebagai intimidasi, menjadikannya suatu perhatian akan dapat mengurangi kemungkinan mereka tumbuh menjadi sesuatu yang lebih bermasalah. Penelitian ini akan menyiratkan bahwa [perilaku ini] mengarah pada intimidasi, dan bahwa jika kita dapat menghentikan anak-anak di sini, maka kita akan berusaha keras untuk menghentikan masalah tersebut.

4.     Gunakan seni untuk menciptakan konteks.

Seni dapat menjadi alat yang ampuh untuk membantu kaum muda melihat situasi dari perspektif yang berbeda. Menggunakan drama, sastra, dan seni visual sebagai sarana percakapan, pendidik dapat membantu siswa memahami dampak negatif dari bullying.

Contohnya adalah kisah seorang gadis muda yang terlibat dalam perilaku intimidasi terhadap teman sekelasnya. Ini bukan cerita yang khas karena tidak ada akhir yang bahagia. Ini berarti siswa dibiarkan dengan emosi yang saling bertentangan. Dan ambiguitas ini adalah tempat yang sempurna untuk memulai percakapan.

Setelah membacakan untuk siswa, pendidik mengadakan percakapan lingkaran terbuka. Menarik perhatian pada isu-isu yang diangkat dalam cerita, ia menciptakan suasana yang aman dan terbuka bagi siswa untuk berbicara tentang bullying. Dengan cara ini, dia dapat mengontekstualisasikan perilaku bullying yang terjadi di kelas tanpa menyoroti peristiwa tertentu.

5.     Minimalkan 'lingkaran konsentris' di sekolah.

Ini adalah kebenaran yang tidak suka dibicarakan oleh sebagian besar guru: Pendidik juga bisa menjadi pengganggu. Dan ketika guru merasa diintimidasi oleh rekan kerja, siswa mereka juga bisa terkena dampak negatif.

Ada sekolah di mana ada intimidasi dalam budaya orang dewasa, misalnya ada kasus siswa mengatakan bahwa mereka merasa diintimidasi oleh guru lain, wakil kepala sekolah, dan kepala departemen. Jika kita hidup dalam budaya perundungan, kita harus lebih rajin memastikan hal itu tidak sampai ke kelas.

Untuk menghentikan penyebaran bullying dari tingkat kepemimpinan ke siswa, mulailah dengan melihat ke dalam kelas Anda sendiri. Setelah hari yang buruk atau interaksi yang tegang dengan rekan kerja, cobalah untuk tidak membawa hal negatif ke dalam pengajaran Anda. Fokuskan energi Anda untuk mengembangkan lingkungan belajar yang dibangun di atas kepositifan, keterbukaan, dan dukungan. Dan pastikan untuk mengadvokasi diri Anda sendiri dengan berbicara dengan supervisor atau profesional SDM tentang masalah dalam budaya sekolah Anda yang membahayakan kemampuan Anda untuk menjadi pendidik yang sepenuhnya hadir dan efektif.

6.     Berpartisipasi dalam simulasi.

Berteori tentang bagaimana mencegah dan menanggapi bullying di sekolah adalah satu hal. Menyaksikannya untuk pertama kali adalah hal lain. Tanpa pelatihan pra-jabatan yang memadai, mungkin sulit bagi guru baru untuk mengetahui dengan tepat bagaimana mereka akan bereaksi ketika situasi intimidasi muncul.

Saat ini kami menggunakan teknologi untuk menciptakan kembali pengalaman bagi guru prajabatan di laboratorium realitas campuran.

Di lab realitas campuran, guru pra-jabatan adalah pengamat dalam skenario intimidasi. Di kaki mereka, mereka diminta untuk menanggapi situasi dan memfasilitasi solusi. Para peserta sering terkejut dengan betapa sulitnya latihan ini.

Bagi banyak dari mereka, ini adalah kesempatan pertama dalam hidup mereka untuk benar-benar berada di sebuah ruangan dan mengalami [intimidasi], dan diminta untuk bernegosiasi melalui perasaan itu.

Peran Guru Bimbingan Konseling

Bagi guru bimbingan dan konseling sekolah diharapkan mengetahui tentang faktor-faktor penyebab, ciri-ciri, bentuk, dampak perilaku bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Dengan demikian, guru bimbingan dan konseling sekolah mampu mengambil solusi yang tepat sehingga perilaku bulliying dapat ditekan atau dihilangkan. Adapun saran yang di rekomendasikan kepada guru bimbingan dan konseling sekolah adalah sebagai berikut:

1.     Guru bimbingan dan konseling dapat bekerja sama dengan semua elemen dalam sekolah seperti wali kelas, guru dan penjaga sekolah untuk mengawasi adanya perilaku negatif siswa saat berada di lingungan sekolah

2.     Guru bimbingan dan konseling melakukan pendekatan secara individu kepada siswa agar siswa lebih merasa nyaman dan bisa lebih terbuka terhadap guru bimbingan dan konseling sekolah.

3.     Memberikan layanan konseling maupun bimbingan kepada keseluruhan siswa tentang perilaku bullying di sekolah serta konsekuensi yang diberikan bila melanggar peraturan sekolah

4.     Guru bimbingan dan konseling sekolah dapat mengadakan kerjasama dengan orangtua siswa dalam mengamati perkembangan kondisi siswa sehingga gejala-gejala yang terjadi di kalangan siswa akibat faktor dari luar sekolah dapat diketahui sedini mungkin

Namun ketika bullying sudah terjadi, maka ada beberapa penanganan yang bisa dilakukan oleh guru dan orang tua.

Penanganan Yang Bisa Di  Lakukan Oleh Guru

Berikut  penanganan  yang  bisa  di lakukan  guru  untuk  mengatasi  masalah bullying (Ulfah 2014) yaitu :

1.     Seorang  guru  harus  mendapat kejelasan tentang masalah apa  yang terjadi.

2.     Membantu  ketidaksamaan  yang  dirasakan.

3.     Minta  bantuan  ke  pihak  ketiga(ahli professional)  untuk  membantu mengembalikan  keadaan  anak menjadi normal lagi.

4.     Amati emosi dan perilaku anak.

5.     Binalah  kedekatan  anak  dengan teman – temannya.

6.     Untuk  menangani  pelaku  minta bantuin  ke  guru  atau  ahli professional.

Cara Penanganan Bagi Orang Tua  

Berikut  adalah  solusi  orang  tua bagi  anaknya  yang  menjadi  korban bullying (Wulandari 2015) :

1.     Mempersatukan persepsi  suami  dan istri. Sangat penting bagi suami – istri satu  suara  dalam dalam menangani anak – anak di sekolah.

2.     Kenali  dan  pelajari  karakter  anak. Perlu  kita  sadari,  satu    satunya penyebab terjadinya  bullying  karenaanak yang mempunyai karakter yang mudah menjadi korban bullying.

3.     Jalin komunikasi dengan anak.

4.     Jangan  terlalu  cepat  ikut  campur. Masalah  anak  bisa  di  seleseikan     sendiri  oleh  mereka,termasuk  kasus bullying.

5.     Masuklah di saat yang tepat.  Korban intimidasi  tidak  senang kalau  orang tua  turut  ikut  campur.  Bahwa  jika anak mendapat bullying, tapi dia akan lebih  takut  kalau  orag  tuanya  ikut campur,  karena  para  bullying  akan mendapat bahan bullying.

6.     Bicara dengan orang yang tepat.

7.     Jangan ajari anak lari dari masalah.

8.     Jangan  larut  dalam  emosi.  Semua langkah  yang  di  ambil  harus terkendali.

Sumber:

https://www.publicsafety.gc.ca/cnt/rsrcs/pblctns/bllng-prvntn-schls/index-en.aspx#a01

https://lesley.edu/article/6-ways-educators-can-prevent-bullying-in-schools

https://media.neliti.com/media/publications/251886-studi-tentang-perilaku-bullying-di-sekol-6f85e973.pdf

Wulandari, Yetti. 2015. “Efektivitas Pendekatan Konseling Kelompok Singkat Berfokus Solusi Untuk Menurunkan Perilaku Bullying Verbal Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah Kota Kediri Tahun Pelajaran 2016/2017.”Artikel Skripsi.

0 comments:

Posting Komentar