Minggu, 03 Desember 2023

Disiplin Positif, Konsekuensi Logis, Segitiga Restitusi, dan Cara Menggunakan Disiplin Positif di Dalam Membuat Keyakinan Kelas

Akhir-akhir ini banyak permasalahan yang berkaitan dengan disiplin siswa di sekolah. Bukan menjadi rahasia lagi, persoalan disiplin siswa yang lemah juga rasa hormat kepada guru sudah semakin memudar. Para guru sering terpancing untuk melakukan tindakan yang dianggap sebuah kekerasan oleh siswa, orang tua maupun masyarakat. Para guru saat ini juga terjebak pada dua pilihan untuk memberi hukuman supaya wibawa seorang guru dan disiplin tercipta atau guru akan kena teguran atasan dan orang tua atau bahkan berurusan dengan Komnas perlindungan anak dan institusi penegak hukum lainnya.

Segala tindakan guru kepada peserta didik yang bersifat kekerasan, diluar batas logis, dan tidak merubah respon anak selanjutnya merupakan sebuah hukuman. Apabila seorang siswa terlambat kemudian si siswa di perintahkan untuk “push up”, “scot jump”, lari keliling lapangan, meghormat bendera atau ditahan digerbang merupakan contoh-contoh hukuman yang sering dialami siswa dipagi hari setelah menginjakkan kaki di gerbang sekolah. Pertanyaan adalah, apakah ada hubungan logis antara si siswa terlambat dengan “push up”, “scot jump”, lari keliling lapangan, meghormat bendera atau ditahan digerbang? Tentu sangat sulit untuk menjelaskannya.

Ketika siswa sudah sudah masuk kelas, guru memeriksa siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, siswa yang tidak mengerjakan tugas yang dijewer, dilabeli malas, disuruh berdiri didepan kelas, disuruh keluar kelas atau dipermalukan didalam kelas juga sudah termasuk hukuman. Pesoalannya tetap, apakah tindakan guru itu logis, dan mendidik? Apakah tindakan ini nihil kekerasan?

Kemudian, apabila siswa tidak berpakaian seragam lengkap, siswa tidak mendengarkan guru ketika menjelaskan atau ada kejadian-kejadian lain diluar harapan guru, tetapi si siswa mendapat perlakuan yang bersifat kekerasan, tidak logis dan tidak mendidik berarti hukuman sedang berlangsung. Terus, guru harus bagaimana ya? Apakah guru membiarkan saja siswa yang terlambat, tidak mau mengikuti peraturan dan persoalan sekolah dan tidak mau belajar? Jawabannya tentu, tidak.

Maka untuk menjawab itu kita akan membahas tentang disiplin positif dan konsekuensi logis seperti pada paparan dibawah ini. Paparan ini dilengkapi juga video inspirasi untuk lebih memahami dan bahan yang bisa di-download pada akhir paparan. Semoga bermanfaat.

Apa itu Disiplin Positif?

Secara umum Disiplin Positif adalah suatu pendekatan untuk menerapkan disiplin dari dalam diri anak tanpa hukuman dan hadiah. Disiplin Positif perlu diterapkan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Dengan menerapkan Disiplin Positif, diharapkan tindak kekerasan dapat dihindari.

Pendekatan Disiplin Positif bukan mengenai anak/peserta didik secara langsung, melainkan bagaimana cara orang dewasa yang memberikan dampak dan pengaruh positif kepada anak/peserta didik. Pendekatan Disiplin Positif menitikberatkan pendekatan yang positif tanpa kekerasan, memotivasi, merefleksi kesalahan, menghargai, membangun logika, dan bersifat jangka panjang.

Dalam penerapan disiplin positif ini, siswa diajarkan untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka. Selain itu, disiplin positif juga mengajarkan siswa tanggung jawab serta rasa hormat dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Jadi, disiplin positif merupakan salah satu cara penerapan disiplin yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran serta memberdayakan siswa untuk melakukan sesuatu tanpa sogokan, ancaman, maupun hukuman.

Disiplin positif adalah cara yang lebih efektif untuk menangani siswa yang berperilaku tidak baik di kelas, daripada menggunakan hukuman atau penghargaan. Hal ini memungkinkan siswa untuk belajar dan menyesuaikan perilaku mereka untuk memenuhi harapan di kelas, sekaligus mengajari mereka cara membuat pilihan yang lebih baik dalam perjalanan menuju kedewasaan.

Tonton Juga Video Inspirasi: Apa Itu Disiplin Positif?

Beberapa orang menganggap disiplin positif adalah bentuk pemberian kebebasan sepenuhnya kepada anak. Memang dalam disiplin positif ada kebebasan namun ada pula ikatan-ikatan atau pembatasan. Untuk itu, tabel berikut bisa menunjukkan dimana letak disiplin positif.

Apa perbedaan Disiplin Positif dan Hukuman?

Kemudian apa perbedaan disiplin positif dan hukuman? Disiplin positif  mengajarkan anak bagaimana harus bertindak. Disiplin positif  harus masuk akal bagi seorang anak. Disiplin positif   harus selalu berhubungan dengan kenakalan anak (karena suatu kesalahan tidak selalu merupakan kenakalan). Disiplin positif  membantu anak merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Hukuman hanya memberitahu anak bahwa dia melakukan hal yang buruk. Hukuman tidak memberitahu anak apa yang harus dia lakukan sebagai alternatif. Jadi hukuman sangat mungkin tidak masuk akal bagi anak. Lebih parah lagi hukuman biasanya tidak ada hubungannya dengan kesalahan yang dilakukan anak.

Sebagai contoh seorang siswa yang menjatuhkan tabung reaksi ketika melakukan eksperimen. Ada dua kemungkinan reaksi yang muncul. Guru mengatakan kepadanya dengan keras, “bagaimana kamu ini, memegang saja tidak becus”. Kemudian anak tersebut diminta keluar dari laboratorium. Atau reaksi kedua, guru mengatakan kepadanya bahwa ada cara tertentu untuk memegang tabung reaksi. Kemudian diberitahukan bahwa pecahan kaca dan bahan kimia tersebut bisa berbahaya bagi siapapun. Dia diminta menggantikan alat tersebut sebagai konsekuensi telah memecahkannya. Dua reaksi yang berbeda ini menunjukkan perlakuan yang berbeda terhadap anak. Pada reaksi pertama, ada hukuman yang diberikan kepada anak sementara anak tidak menyadari kesalahannya, atau mungkin kesalahan disebabkan oleh orang lain. Sementara pada reaksi kedua ada kondisi dimana anak bisa melakukan proses belajar dari pengalaman yang dia peroleh.

Contoh berikutnya adalah ketika ada siswa yang ngobrol dengan siswa yang lain ketika guru sedang memberikan pelajaran. Ada dua reaksi yang mungkin muncul. Pertama, guru menghardiknya, menyuruhnya keluar atau berdiri di depan kelas. Guru mendekati dia, dengan pelan diberitahukan bahwa aktifitas dia mengganggu teman lain. Siswa tersebut diberitahu bahwa nanti ada kesempatan bagi dia berdiskusi dengan temannya. Nanti ada juga waktu untuk ngobrol ketika istirahat. Bila dia tetap ngobrol juga disaat guru menjelaskan materi lagi, guru memindahkan tempat duduknya

Hukuman dapat mendatangkan tanggapan negatif, sedangkan disiplin dapat membawa perubahan positif. Arti hukuman sederhana ini adalah tindakan atau hukuman yang dikenakan pada siswa karena berperilaku buruk atau melanggar peraturan. Namun dampaknya terhadap siswa bisa sangat merugikan, mulai dari menimbulkan rasa sakit fisik atau emosional hingga tidak efektif dalam mengurangi perilaku buruk di masa depan. Hukuman digunakan untuk mengendalikan perilaku siswa, dengan dua cara berbeda:

·     Disiplin negatif melibatkan ketidaksetujuan dan teguran verbal

·     Hukuman fisik melibatkan rasa sakit emosional atau fisik yang parah

Alternatifnya, disiplin positif adalah praktik melatih atau mengajar siswa untuk mematuhi kode perilaku atau aturan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Daripada mengontrol perilaku siswa, guru dapat menggunakan disiplin positif untuk mengembangkan perilaku anak melalui pengendalian diri dan membuat pilihan positif. Perbedaan antara disiplin positif dengan hukuman dapat dilihat pada table di bawah ini.

Menurut Teachers Unite, pendekatan preventif dan konstruktif yang menggunakan disiplin positif menciptakan suasana sekolah yang positif dan juga mengajarkan siswa untuk menyelesaikan konflik dan keterampilan berperilaku. Pada akhirnya, disiplin positif dapat membantu membentuk seorang anak, dengan menggunakan dorongan daripada konsekuensi yang tidak berarti dan bahkan menyakitkan, seperti hukuman. Maka kita lakukan sebagai guru dengan istilah konsekuensi logis.

Konsekuensi Logis

Konsekuensi logis adalah tindakan yang diambil sebagai akibat dari tindakan atau sikap peserta didik yang tidak sesuai aturan dan prosedur, sebagai contoh: ketika terdapat siswa membuang sampah sembarangan, hukumannya bukan membersihkan ruangan kelas atau halaman, namun konsekuensi logisnya yaitu memungut kembali dan membuang sampah pada tempatnya.

Hukuman harus dirubah dengan konsekuensi logis. Konsekuensi logis adalah segala tindakan sekolah, guru dan siswa yang diambil sebagai akibat dari tindakan atau sikap peserta didik yang tidak sesuai aturan dan prosedur. Konsekuensi logis itu baru benar apabila segala tindakan yang diambil jauh dari kekerasan, transparan, berada dalam koridor logika, ada hubungan sebab akibat, etis dan diketahui orang tua. Konsekuensi logis harus mendidik, konsisten, tegas, teratur dan adil.

Sebelum menerapkan konsekuensi logis, sekolah, siswa, guru dan orang tua sudah meyepakati satu peraturan yang sesuai dengan konsep pendidikan, undang-undang sitem pendidikan, undang-undang yang berlaku secara formal maupun nonformal. Sebagai contoh, siswa guru, sekolah dan guru sudah mengetahui dan menyepakati apa konsekuensi anaknya jika terlambat. Kemudian, segala peraturan yang menyangkut poses belajar mengajar dan disiplin sekolah haruslah terbuka dan dipahami semua pihak.

Untuk menerapkan konsekuensi logis ini memang harus teratur, konsisten, dan adil. Sebagai contoh, apabila sudah ada aturan sekolah yang mengatur bagi siswa yang terlambat tidak boleh lagi masuk sekolah, berarti, apabila sudah bel sekolah, gerbang sudah tutup, satuan pengaman sekolah sudah tidak mengijinkan siswa masuk dan orang tua pun harus membawa anaknya pulang. Kemudian, jika ada peratuan sekolah yang mengatur bahwa apabila si anak tidak memenuhi kehadiran 70 % maka tidak berhak ujian, seharusnya, si anak tidak boleh ujian, dan konsekuensi logisnya berarti tinggal kelas.

Kemudian, apabila ada aturan yang memuat bahwa jika si anak tidak mengerjakan pekerjaan rumah maka nilai hariannya kosong, tentu, konsekuensi logisnya dia tidak akan mempoleh nilai harian. Tentu kalau akhirnya orang tua protes nilai anaknya rendah, tentu guru sudah punya alasan yang logis untuk disampaikan. Kemudian jika ada aturan apabila siswa tidak mau mendengarkan guru dan menggangu proses belajar mengajar akan diberikan surat peringatan maka apabila masih saja hal ini terjadian, si guru tinggal memberikan surat peringatan sebagai konsekuensinya. Kemudian, harus ada aturan yang jelas tentang tindak lanjut dari surat periungatan ini. Misalnya, kalau surat peringatan sampai tiga kali, si peserta didik akan kehilangan haknya untuk bersekolah di sekolah tersebut. Akhirnya, jika si peserta didik masih melanggar aturan ini, sekolah tinggal mengeluarkan si peserta didik dari sekolah. Dengan demikian, persoalan dan solusi menjadi mudah di pahami dan dimengerti semua pihak.

Permasalahan yang sering terjadi sebenarnya berawal dari peraturan sekolah yang tidak terperinci dan tidak transparan penerapan peraturannya, baik oleh siswa, guru, pihak sekolah dan orang tua. Penyelesaian masalah sering hanya oleh inisiatif guru yang tidak dikontrol oleh sebuah aturan sekolah yang jelas dan yang sering terpengaruh oleh emosi guru yang berubah subyektif dan tidak mendidik. Hal ini diperparah dengan respon orang tua saat ini yang melakukan pengawasan terhadap anak mereka dengan cara yang sangat berlebihan. Sebaiknya, pihak sekolah, guru, siswa orang tua memahami dan menyepakati sebuah peraturan yang jelas, terperinci dan transparan sehingga konsekuensi logis dari setiap tindakan yang sesuai bisa diambil secara bersama-sama dengan konsisten dan adil. Akhirnya, semua pihak bisa menerima akibat dari setiap pelanggaran disiplin atau peraturan sekolah.

Terdapat beberapa langkah-langkah dalam penerapan konsekuensi logis, yaitu: tunjukkan empati dan kepedulian, dalami penyebab dan tindakan negatif siswa, mintakan pendapat siswa terkait dampak dari tindakan negatifnya, berikan contoh dampak, tegaskan pembelajarannya, dialogkan pilihan solusi untuk mengatasi penyebab dan dampaknya, bangun kesepakatan dengan siswa untuk penerapan solusi pilihan, dialogkan apa yang akan dilakukan bila kesepakatan dilanggar lagi, tegaskan kesepakatan dan beri motivasi untuk siswa, dan yang terakhir berikan dorongan dan penguatan positif kepada siswa.

Konsekuensi logis diberikan kepada anak untuk melatihnya belajar melalui pengalaman. Orang tua mengajarkan tentang konsekuensi logis kepada anaknya agar anaknya mampu mengadakan pengambilan keputusan secara bertanggung jawab. Anak dibiarkan memilih tindakan yang akan dilakukannya dengan mengetahui risiko dari tindakannya. Pemberian konsekuensi logis pada anak oleh orang tua dilakukan dengan cara yang lembut tanpa perasaan marah dan tidak bersifat memberikan hukuman kepada anak.

Terdapat 4 prinsip dalam menggunakan konsekuensi logis yaitu yang pertama yaitu Related yang berkaitan dengan Sebab dan akibat dari perilaku negatif anak, kedua Respectfull Menghargai hak-haknya sebagai anak, ketiga yaitu Reasonable yang  berarti arus masuk akal atau dapat dilakukan anak, dan yang terakhir Helpfull yaitu untuk menolong anak memperbaiki perilakunya dan bertanggungjawab.

Tonton Juga Video Inspirasi: Konsekuensi Logis, Bukan Hukuman

Konsekuensi logis tidak boleh membuat siswa merasa bahwa mereka adalah siswa yang nakal, jahat dan tidak memiliki kemampuan, berikan pemahaman terlebih dahulu kepada anak, lakukan dialog kepada anak dampak dari tindakan tidak tepat yang dilakukan anak. Selain itu hal yang perlu diperhatikan dalam memilih konsekuensi logis yaitu para pendidik tidak boleh hanya fokus pada bentuk konsekuensi tapi pada kesadaran anak, solusi dan pengalaman belajarnya,

Ada beberapa prinsip dalam menyusun konsekuensi logis, yaitu:

1. Merusak – Memperbaiki/Mengganti (Break It)

2. Mengabaikan Kewajiban – Kehilangan Hak (Lost Previlled)

3. Mengganggu Terus Menerus – Diberi Jeda (Positive Time Out)

Prinsip Disiplin Positif

Didalam kelas, disiplin positif ditujukan untuk mengembangkan hubungan yang saling menghormati. Disiplin positif mengajarkan orang dewasa untuk bersikap ramah dan sekaligus tegas pada saat yang sama, bukan bersifat kasar/keras dengan berbagai hukuman atau bersikap permisif. Oleh karena itu penerapan disiplin positif memerlukan beberapa prinsip yang meliputi:

1.  Saling menghormati. Dalam hal ini antar pendidik harus saling menghormati satu dengan yang lain karena pendidik merupakan model bagi anak. Selain itu pendidik juga perlu menghormati kebutuhan siswa/anak didik.

2.    Mengidentifikasi motif dibalik perilaku/tindakan anak. Akan lebih efektif bagi kita sebagai guru untuk mengubah perilaku anak bila kita mampu mengidentifikasi motif kemudian mengubah keyakinan anak yang membuat dia melakukan tindakan atau merubah perilaku.

3.    Komunikasi yang efektif dan ketrampilan memecahkan masalah.

4.   Disiplin yang mengajarkan (dan bukan bersikap permisif atau menghukum).

5.    Fokus pada solusi, bukan hukuman.

6.    Memberikan dorongan (bukan pujian). Dorongan menunjukkan upaya dan perbaikan, tidak hanya kesuksesan, dan membangun harga diri dan pemberdayaan jangka panjang. Pujian hanya menunjukkan respon bahwa seorang anak bisa melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan. Sementara dorongan memberi anak perasaan dan pengalaman akan kesuksesannya melakukan sesuatu dan membuat dia termotivasi untuk melakukan kembali.

Contoh:

Ketika seorang anak dapat penjawabpertanyaan dengan benar kita beri pujian“bagus”. Hal itu hanya memberi petunjukpada dia bahwa dia membuat sebuahprestasi. Lain dengan dorongan. Ketikaseorang anak dapat menjawab pertanyaandengan benar kita bisa mengatakan “bagus”dan meminta teman lain bertepuk tangan,setelah itu kita tanyakan kepada anaktersebut secara personal bagaimana perasaankamu mendapatkan tepuk tangan dariteman? Senang kan? Bangga kan? Nah lebihgiatlah belajar karena anak yang berprestasitentu akan dihargai oleh temannya.

Tonton Juga Video Inspirasi

Belajar Disiplin Positif - Prinsip 1: Menumbuhkan Kesadaran Internal, Bukan Kontrol Dari Luar

Prosedur Disiplin Positif

Membangun disiplin positif bisa diawali dengan langkah-langkah mengidentifikasi kesalahan anak. Seorang pendidik harus mengidentifikasi kesalahan anak terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan terhadap anak. Berikut adalah langkah yang diperlukan dalam mengidentifikasi dan memberikan perlakuan terhadap anak:

1.    Apakah anak melakukan aktifitas yang betul-betul salah? Adakah suatu masalah atau mungkin guru/pendidik hanya lelah dan hilang kesabaran?

a.   Jika sebenarnya tidak ada masalah, guru harus menghilangkan stress diri sendiri dan menjauhkan diri dari anak tersebut.

b.   Jika ada masalah, lanjutkan ke pertanyaan berikutnya

2.    Berpikir sebentar. Apakah guru yakin anak tersebut mampu melakukan apa yang diharapkan?

a.   Jika tidak maka guru harus hati-hati karena bisa jadi dia  merasa sangat yakin anak tersebut mampu. Untuk itu perlu dievaluasi lagi apakah keinginan guru tersebut memang bisa dipenuhi oleh siswa.

b.   Jika anak mampu, maka dilanjutkan ke pertanyaan berikutnya

3.    Apakah anak tahu persis bahwa dia membuat kesalahan/melakukan hal yang salah?

a.  Jika anak tidak tahu (tidak menyadari) bahwa dia melakukan kesalahan, guru harus membantu diam emahami keinginan guru dan memberitahu mengapa dianggap salah dan bagaimana dia bisa dianggap melakukan kesalahan.

b. Bila dia sadar bahwa dia melakukan kesalahan dan tetap melakukannya, maka berarti dia melakukan kenakalan. Guru perlu menanyakan kepada dia apa sebabnya dan berikan alternatif lain untuk mengantisipasi penyebab tersebut dengan tidak melakukan tindakan yang salah (kenakalan).

Mengapa Siswa Melanggar Aturan

Beberapa alasan anak bersikap “nakal” Anak  kadang melakukan sesuatu yang tidak diharapkan. Perilaku tersebut sering kemudian disebut „nakal. Definisi nakal sendiri tentu perlu didiskusikan lebih lanjut. Disini pembahasan akan lebih fokus pada alasan mengapa seorang anak melakukan tindakan yang tidak diharapkan.

1. Mencari perhatian

Seorang anak kadang melakukan tindakan yang tidak diharapkan karena dia ingin mencari perhatian. Sikap ini sangat wajar muncul pada diri seorang anak karena sebagai mahluk sosial anak tentunya inginditerima oleh lingkungannya. Keberadaan dia juga ingin ditunjukkan kepada orang disekitarnya.

2. Menunjukkan kekuatan.

Seorang anak kadang juga ingin menunjukkan pada lingkungannya bahwa dia memiliki kekuatan atau kelebihan dibanding yang lain. Sifat ini  tentu tidak salah tetapi perlu diperhatikan dan diarahkan sehingga tidak mengarah kepada hal-hal yang tidak diharapkan.

3. Melakukan balas dendam Tindakan atau perlakuan yang buruk pada anak bisa mengakibatkan adanya tindakan balas dendam. Hal ini sangat wajar karena setiap orang pasti ingin diperlakukan secara adil. Demikian pula dengan anak-anak. Perlakuan yang tidak adil akan mengakibatkan anak mencoba untuk melakukan tindakan penyeimbangan. Tindakan itu secara konkrit dan logis bisa dilakukan dengan balas dendam.

4. Frustasi

Anak yang tidak bisa memperoleh hasil yang dia harapkan bisa saja frustasi. Frustasi kadang juga bisa dipicu oleh tuntutan orang tua terhadap anak yang sangat membebani pikirannya. Pada kondisi dimana dia tidak mampu lagi menerima kondisi tersebut anak bisa melakukan tindakan yang tidak diharapkan sebagai kompensasi dari rasa frustasi.


Tonton Juga Video Inspirasi: Kebutuhan Dasar Manusia

Cara Menangani Siswa Bermasalah

Beberapa cara menangani siswa bermasalah ini antara lain adalah:

1.  Menyelesaikan (Mengajak anak ikut menyelesaikan/memecahkan masalahnya)

2.    Mengabaikan (abaikan ketika berbuat nakal dan beri perhatian penuh bila berbuat baik)

3.    Tegas (dengan tetap ramah kepada anak tunjukkan bahwa apa yang dia lakukan adalah salah dan tidak boleh diulangi lagi)

4.    Tetap kendalikan situasi (kendalikan situasi dan kendalikan diri sebelum semua terlanjur diluar kendali)

5.   Pemisahan (bila anak bertengkar ada baiknya dipisahkan dulu untuk beberapa waktu)

6.   Memberi dorongan dan sanjungan (bila anak bersikap baik, berikan sanjungan dan dorongan).

Metode Disiplin Positif Sesuai Usia

Usia yang berbeda tentu memiliki karakteristik yang berbeda. Metode yang berbedapun perlu diberikan. Metode yang digunakan untuk membentuk disiplin di usia 1-5 tahun tentu akan sangat berbeda dibandingkan dengan metode yang digunakan untuk membentuk disiplin anak pada usia 12-18 tahun.

Berdasarkan grafik diatas perlu metode disiplin yang berbeda digunakan untuk berbagai kelompok umur anak. Beberapa metode tersebut antara lain:

1. Mengalihkan Perhatian Anak. Bantuan mengalihkan  ke kegiatan lain atau mainan lain bisa dilakukan. Hal ini memungkinkan anak untuk menjauh dari apa yang mereka tidak boleh bermain dan tetap memberi mereka sesuatu untuk dilakukan.

2.Menghindari Hal yang Menggoda. Pindahkan beberapa barang yang menggoda anak sehingga anak tidak dapat menjangkau mereka. Hal ini membantu untuk menjaga anak aman dan mencegah melanggar aturan.

3. Pindahkan Anak Dari Kegiatan. Ketika seorang anak tidak bisa mengikuti aturan main dan mengganggu anak yang lain maka perlu bagi pengasuh untuk memindahkan anak tersebut dari kegiatan yang mengakibatkan dia mengganggu anak lain. Tentu pengasuh tetap memberi pengertian kepada anak tersebut untuk bisa bermain dengan teman dengan catatan dia tidak mengganggu (secara negatif) teman lain.

4. Berikan Dorongan. Untuk segala usia! Dorongan bekerja lebih baik daripada pujian. Ada perbedaan pujian  dengan dorongan sebagai contoh:

Pujian:

·        Aku bangga padamu karena melaksanakan tugas itu!

Dorongan:

·        Saya berani bertaruh kamu merasa lebih baik setelah melaksanakan tugas itu!

·        Kamu harus bangga pada diri sendiri.

·        Bagus! Sepertinya kamu sudah bekerja keras.

·        Kamu harus menikmati setelah melakukan keberhasilan itu.

5.Istirahat Sebentar. Ini digunakan ketika anak-anak telah kehilangan kontrol diri. Beri kesempatan pada anak untuk melakukan rehat sebentar ketika kondisinya mulai tidak kondusif.

6. Konsekuensi Alami dan Konsekuensi Logis. Konsekuensi alami, sering kali, pengalaman belajar yang nyata diperoleh dengan konsekuensi alami. Misalnya, seorang anak yang menolak untuk makan selama waktu makan maka akan harus menanggung lapar sampai waktu makan berikutnya.

Konsekuensi logis, ketika konsekuensi alami tidak tepat digunakan, sering konsekuensi logis harus dilaksanakan. Anak-anak sering dapat membantu dalam menentukan ini (dan sering lebih ketat memperlakukan konsekuensi logis ini pada diri mereka sendiri daripada yang dilakukan orang tua terhadap anaknya). Misalnya, jika anak main keluar rumah dengan sepeda kemudian pulang terlambat, menyembunyikan  sepeda untuk waktu tertentu mungkin bisa menjadi konsekuensinya. Atau bila anak tidak merapikan mainannya, untuk sementara waktu mainan disimpan sampai anak tersebut mau merapikannya setelah memakainya.

7. A.K.T. Akui Perasaan. Saya dapat melihat bahwa kamu marah tentang sesuatu. Komunikasikan Batasan. Contoh: “Aturannya adalah bahwa kita tidak menyakiti binatang atau orang. “ Target dua pilihan. Jika seorang anak menendang anak anjing/kucing, maka dia bisa diberikan dua pilihan. Misalnya: dia diberitahu konsekuensi. Apakah pilih menendang anjing/kucing yang bisa menggigit, atau pilih menendang bola?  Dalam hal ini kita harus memberi anak pilihan hanya bila kita merasa pilihan baik diterima. 

8. Memberi dan Menerima. Orang tua dan anak-anak harus benar-benar mendengarkan satu sama lain. Ketika anda mendengarkan anak-anak  didik anda, itu membuat jauh lebih mudah bagi mereka untuk mendengarkan anda bahkan ketika mereka tidak mau. 

9. Jabat Tangan. Ini adalah ketika anak dan orangtua/pendidik membuat perjanjian atau kontrak. Tuliskan apa yang anda dapat menyetujui dan kemudian menutupnya dengan penandatanganan catatan dan jabat tangan.

Kriteria disiplin positif

Dalam menerapkan disiplin positif, ada kriteria yang harus diperhatikan oleh pendidik mencapai disiplin positif yang sukses. Kriteria ini diusulkan oleh Disiplin Positif, yang merupakan program yang dirancang untuk mendidik generasi muda menjadi bertanggung jawab, penuh hormat dan anggota komunitas mereka yang banyak akal.

1. “Baik dan Tegas di saat yang bersamaan. (Hormat dan memberi semangat)

2. Membantu anak merasakan rasa memiliki dan berarti. (Koneksi)

3. Efektif dalam Jangka Panjang. (Hukuman hanya berlaku jangka pendek, namun berdampak negatif hasil jangka panjang.)

4. Mengajarkan Kecakapan Sosial dan Kehidupan yang berharga untuk karakter yang baik. (Menghormati, kepedulian terhadap orang lain, pemecahan masalah, akuntabilitas, kontribusi, kerjasama)

5. Mengajak anak menemukan seberapa mampu dirinya dan memanfaatkan kemampuannya kekuatan pribadi dengan cara yang konstruktif”

Kriteria ini dijelaskan untuk pemahaman yang lebih baik dalam menerapkan disiplin positif. Pertama berbicara tentang perlunya keseimbangan antara bersikap tegas dan baik hati karena jika terlalu baik, maka siswa mungkin akan mempersepsikan sikap permisif. Dan bersikap terlalu tegas dapat menyebabkan pemaksaan otoriter. Yang kedua berbicara tentang menunjukkan kepada siswa pengertian pentingnya agar mereka dapat menganalisis betapa pentingnya bagi mereka untuk mempelajari kebiasaan disiplin. Itu yang ketiga menjelaskan bahwa hasil dari disiplin positif akan efektif dalam jangka panjang. Selanjutnya salah satu menunjukkan bahwa dengan menerapkan disiplin positif, seorang siswa akan mempelajari keterampilan yang berguna bagi dirinya pengembangan karakter yang baik. Kriteria terakhir mengatakan bahwa disiplin positif memotivasi anak menggunakan kemampuannya untuk menjadi anggota masyarakat yang konstruktif dan produktif.

Teknik Disiplin Positif

Disiplin positif sering kali membuahkan hasil positif. Ada banyak sekali teknik yang dapat digunakan guru untuk memperkuat perilaku baik dengan disiplin positif, termasuk:

1.    Tetapkan aturan kelas di awal tahun

2.    Miliki ekspektasi yang konsisten

3.    Tetapkan tujuan di awal kelas

4.    Perilaku yang pantas harus diperkuat

5.    Tetap netral selama konflik

6.    Cari akar penyebab perilaku buruk tersebut

7.    Martabat siswa itu penting

8.    Buat rencana individu untuk siswa

9.    Gunakan Pujian

10. Contohkan perilaku yang sesuai

11. Memberikan siswa pilihan yang berbeda

12. Singkirkan benda-benda di lingkungan yang menyebabkan gangguan

13. Dengarkan siswa

Penggunaan teknik disiplin positif ini akan membantu guru menjaga suasana positif dan mendukung lingkungan pembelajaran inklusif. Faktanya, ketika menangani anak tertentu, penting bagi guru untuk bekerja sama dengan pengasuh dan siswa untuk mengembangkan rencana disiplin positif yang berhasil. Salah satu bagian terpenting dari disiplin positif adalah membantu siswa mempelajari perilaku baru yang memenuhi harapan di kelas, rumah, dan di mana pun.

Segitiga Restitusi

Menurut Gossen, 2004: Restitusi merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.

Langkah-langkah segitiga restitusi Adapun strategi untuk melakukan restitusi meliputi:

1. Menstabilkan identitas/stabilize the identity

2. Validasi tindakan yang salah/validate the Misbehavior

3. Menanyakan keyakinan /Seek the Belief

Dalam hal ini, peran guru/orangtua sangat penting untuk menciptakan kondisi yang membuat murid/anak bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi dengan berkata, "semua orang pasti pernah berbuat salah", dan bukan mengatakan "kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka..."

Langkah pertama Langkah pertama yang dilakukan pada segitiga restitusi yakni pada bagian dasar segitiga adalah menstabilkan identitas. Jika anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk merubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses. Kita harus mampu meyakinkan mereka dengan mengatakan kalimat seperti: "Tidak ada manusa yang sempurna; saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu."  Ketika seseorang dalam kondisi emosional maka otak tidak akan mampu berpikir rasional, saat inilah kita menstabilkan identitas anak. Anak kita bantu untuk tenang dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan.

Langkah kedua Langkah kedua adalah memvalidasi tindakan yang salah. Konsep langkah kedua adalah kita harus memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Ketika kita menolak anak yang berbuat salah, dia akan tetap dalam masalah. Yang diperlukan adalah kita memahami alasan melakukan hal tersebut sehingga anak merasa dipahami.

Langkah ketiga Langkah ketiga yaitu menanyakan keyakinan. Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika langkah 1 dan Langkah 2 sukses dilakukan, maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Penting menanyakan ke anak  tentang kehidupan ke depan yang dia inginkan. Ketika mereka sudah menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu mereka untuk tetap fokus pada gambarannya. Melalui segitiga restitusi kita dapat mewujudkan mereka menjadi murid yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.

Itulah penjelasan mengenai segitiga restitusi dan langkah-langkah untuk menerapkannya.

Ciri-Ciri Restitusi

Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya. 

1. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan  

Dalam restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan untuk menebus  kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau sekedar meminta maaf.  Karena kalau fokusnya kesana, maka murid yang berbuat salah akan fokus pada tindakan untuk menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, yang bersifat eksternal,  bukannya pada upaya perbaikan diri, yang lebih bersifat internal. Biasanya setelah menebus kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa lega, dan seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi.  

Terkadang bisa juga muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat salah sebetulnya merasa tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Kalau tindakan untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman, maka mungkin mereka berpikir untuk membuat situasinya menjadi impas.  Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka panjang karena konfliknya akan tetap ada. Menebus kesalahan itu tidak salah, namun biasanya tidak membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat. 

Restitusi sebenarnya juga meliputi usaha untuk menebus kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif dari murid yang melakukan kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari muridyang berbuat salah untuk melakukan sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalamdiri kita.  Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masadepan, mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakaiterus menerus di masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik. 

2. Restitusi memperbaiki hubungan 

Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya Restitusi juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadiorang seperti apa dan bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusiadalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi korban.  

3. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan 

Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru sarankan, mereka  mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena mereka menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang, maka mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang anak yang memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar impas”. Memaksamelakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti pernah berbuat salah”.  Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…” 

4. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri 

Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada mereka: 

·     Kamu ingin menjadi orang seperti apa? 

·     Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi orang yang seperti itu? 

·   Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang lain? 

·     Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah? 

·     Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang nilai ini? 

·     Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya? 

Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat mengatakan, “Tidak apa-apa kok berbuat salah”. 

Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering hal ini terjadi,  apa yang ia lakukan, ia berada di mana.  Murid tidak akan berbohong pada guru. 

5. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan 

Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari tindakannya pada orang lain.   Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, halini akan sangat membantu, sehingga ketika murid melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain.  

Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa memintamereka mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban, menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan.   Perasaan takut akan  kelelahan,kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaanbosan menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan  kesenangan.  

6. Restitusi diri adalah cara yang paling baik  

Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan  dari kecenderungan untuk mengomentari orang lain,  menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia akan mengevaluasi orang lain

3 Tahap Evaluasi Diri: 

a.              Saya tidak suka cara saya berbicara padamu 

b.              Kesalahan yang saya lakukan adalah  

·     Saya sebenarnya punya informasi yang kamu butuhkan

·     Saya lelah dan saya bicara terlalu cepat 

·     Saya tidak jelas menyampaikan apa yang saya inginkan 

·     Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu 

c.                Besok lagi saya akan  

·     Menyampaikan informasi yang saya punya dan kamu butuhkan

·     Saya akan bicara lebih lambat 

·     Saya akan bicara lebih jelas tentang keinginan saya 

·     Menyampaikan pemahaman saya padamu 

 

Ketika murid bisa melakukan restitusi diri  maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula.  

Ketika Anda berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10 orang yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1 dari 10 orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk menghukum Anda. Kalau ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan kesempatan ini untuk menjelek-jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini menjadi  lebih baik.  Anda mau ke arah mana? 

7. Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan  

Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus   pada penguatan karakter. Ketika guru membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara tentang apa yang akan kamu lakukan besok.  Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi. 

8. Restitusi menguatkan

Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik? Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya bukan menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa murid ubah, dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah? 

9. Restitusi fokus pada solusi 

Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang salah. 

Menggunakan Hadiah dan Hak Istimewa

Alternatif lain selain hukuman dan disiplin positif adalah penggunaan penghargaan dan hak istimewa untuk perilaku baik di kelas. Sistem penghargaan dapat diterapkan untuk mendorong perilaku baik pada siswa yang berperilaku buruk, mulai dari membantu siswa lain hingga mengangkat tangan alih-alih melontarkan jawabannya. Di sisi lain, sistem yang menggunakan hak istimewa, seperti bisa masuk kelas tanpa orang dewasa, berfokus pada perilaku baik selama jangka waktu tertentu dan mengumpulkan poin untuk mendapatkan hak istimewa tertentu. Namun, menggunakan penghargaan dan hak istimewa dalam jangka panjang dapat menimbulkan hasil negatif, seperti memberi penghargaan kepada siswa hanya karena berpartisipasi. Untuk menghindari ketergantungan pada sistem penghargaan, disiplin positif menggunakan konsekuensi positif dan negatif untuk membantu siswa belajar.

Manfaat Disiplin Positif

Banyak siswa bereaksi lebih positif terhadap penguatan/disiplin yang baik.

Menggunakan teknik disiplin positif dapat membantu guru mengatasi banyak tantangan di kelas dan membantu siswa belajar dan membuat pilihan yang lebih baik di masa depan. Faktanya, penggunaan disiplin positif di kelas tidak hanya meningkatkan keberhasilan akademik di kelas tetapi memberikan banyak manfaat lainnya, antara lain:

·     Siswa menunjukkan rasa hormat kepada guru

·     Siswa sedang mengerjakan tugas dan terlibat

·     Tindakan disipliner yang lebih sedikit diperlukan

·     Lebih sedikit penangguhan dan pengusiran

·     Siswa melihat peraturan sebagai hal yang adil

·     Kehadiran meningkat

Ini hanyalah beberapa manfaat yang dapat dilihat dari penggunaan teknik disiplin positif di kelas. Selain itu, manfaatnya juga tidak hanya terbatas di ruang kelas, tetapi juga dalam kehidupan rumah tangga, olahraga, dan lingkungan sosial siswa, mulai dari bersikap lebih hormat kepada semua orang hingga memahami norma-norma sosial dalam berbagai situasi.

Rekomendasi

Beberapa rekomendasi bagi guru untuk menerapkan disiplin positif:

• Pada masa remaja awal, guru perlu menjadi teladan untuk saling menghormati, yang berarti tidak adanya dakwah dan kritik. Selain itu, sangat penting untuk mencegah potensi hinaan dan ejekan di kalangan siswa itu sendiri, sehingga disarankan agar siswa mendapat kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya dengan cara yang berbeda.

 • Pada masa remaja pertengahan, anjuran yang diberikan adalah mendorong siswa untuk berpikir kreatif. dan kritis. Pujian dan penekanan pada perilaku positif memang diinginkan, tetapi juga menetapkan batasan yang masuk akal dan aturan yang jelas, serta konsistensi dalam menuntut rasa hormat. Guru juga didorong untuk berbagi keyakinan, keprihatinan, dan nilai-nilai mereka dengan siswa, dan mendorong mereka untuk beralih ke orang dewasa yang mereka hormati dan percayai dalam situasi di mana mereka membutuhkan nasihat.

 • Pada masa remaja akhir, rekomendasinya adalah untuk mendorong diskusi tentang berbagai topik dan menghargai keunikan masing-masing remaja, karena dengan cara ini remaja belajar menghargai orang lain disekitarnya, mengambil keputusan secara mandiri, dan bertanggung jawab atas akibat dari keputusannya.

Disiplin Positif Kelas/Keyakinan Kelas

Jika seorang siswa berperilaku buruk di kelas, seorang guru harus memiliki beberapa teknik yang dapat mereka gunakan untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan tersebut. Dari berperilaku buruk di kelas hingga tidak mengerjakan tugas yang diberikan, ada banyak cara untuk menghadapi perilaku yang tidak diinginkan termasuk hukuman, disiplin, atau bahkan penggunaan hadiah. Namun cara yang paling efektif untuk mengatasi siswa yang nakal di kelas adalah dengan menggunakan disiplin positif. Menurut American Academy of Pediatrics, ada banyak jenis disiplin positif, dan teknik apa pun yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi perilaku buruk hanya akan efektif jika:

·     Baik siswa maupun guru memahami apa yang dimaksud dengan perilaku bermasalah dan apa konsekuensi yang diharapkan dari perilaku buruk tersebut

·     Konsekuensi yang sesuai diterapkan secara konsisten setiap kali perilaku buruk itu terjadi

·     Cara Anda menyampaikan teknik itu penting (tenang versus agresif)

·     Ini memberi siswa alasan untuk konsekuensi tertentu untuk membantu mereka belajar

Dalam kebanyakan kasus, hukuman atau imbalan tidak diperlukan, karena sebagian besar masalah atau perilaku buruk dapat diatasi dengan disiplin positif.

Dalam pembentukan keyakinan kelas bukanlah lebih abstrak dari peraturan dan lebih rinci dan kongkrit. Keyakinan kelas merupakan pernyataan-pernyataan yang bersifat universal dan berupa kalimat positif.

Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Prosedur pembuatan keyakinan kelas:

a.  Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.

b. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.

c.  Susunlah   keyakinan    kelas    sesuai    prosedur Pembentukan    Keyakinan

Bahan untuk Di-Download:

1. Ebook Disiplin Positif untuk SMA

2. Bahan Presentasi PPT Disiplin Psositif

Sumber:

Kemdikbudristek.2022. Disiplin Positif untuk Merdeka Belajar, Strategi Penerapan pada Jenjang SMA. Jakarta: Direktorat SMA.

Nur Hidayat, Dkk. _____, Disiplin Positif; Membentuk Karakter Tanpa Hukuman. Surakarta: UMS

https://study.com/blog/using-positive-discipline-techniques-in-the-classroom.html

https://ditsmp.kemdikbud.go.id/penerapan-disiplin-positif-di-satuan-pendidikan/

https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Konsekuensi_logis

https://www.kompasiana.com/armansinaga/550dc43e813311e078b1eb28/ajarkan-mereka-konsekuensi-logis

https://www.kompas.com/skola/read/2023/07/07/220000669/3-langkah-penerapan-segitiga-restitusi-apa-saja-?page=all


0 comments:

Posting Komentar