Akhir-akhir ini banyak permasalahan yang berkaitan dengan
disiplin siswa di sekolah. Bukan menjadi rahasia lagi, persoalan disiplin siswa
yang lemah juga rasa hormat kepada guru sudah semakin memudar. Para guru sering
terpancing untuk melakukan tindakan yang dianggap sebuah kekerasan oleh siswa,
orang tua maupun masyarakat. Para guru saat ini juga terjebak pada dua pilihan
untuk memberi hukuman supaya wibawa seorang guru dan disiplin tercipta atau guru
akan kena teguran atasan dan orang tua atau bahkan berurusan dengan Komnas
perlindungan anak dan institusi penegak hukum lainnya.
Segala tindakan guru kepada peserta didik yang bersifat kekerasan, diluar batas logis, dan tidak merubah respon anak selanjutnya merupakan sebuah hukuman. Apabila seorang siswa terlambat kemudian si siswa di perintahkan untuk “push up”, “scot jump”, lari keliling lapangan, meghormat bendera atau ditahan digerbang merupakan contoh-contoh hukuman yang sering dialami siswa dipagi hari setelah menginjakkan kaki di gerbang sekolah. Pertanyaan adalah, apakah ada hubungan logis antara si siswa terlambat dengan “push up”, “scot jump”, lari keliling lapangan, meghormat bendera atau ditahan digerbang? Tentu sangat sulit untuk menjelaskannya.
Ketika siswa sudah sudah masuk kelas, guru
memeriksa siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, siswa yang tidak
mengerjakan tugas yang dijewer, dilabeli malas, disuruh berdiri didepan kelas,
disuruh keluar kelas atau dipermalukan didalam kelas juga sudah termasuk
hukuman. Pesoalannya tetap, apakah tindakan guru itu logis, dan mendidik?
Apakah tindakan ini nihil kekerasan?
Kemudian, apabila siswa tidak berpakaian seragam lengkap, siswa tidak mendengarkan guru ketika menjelaskan atau ada kejadian-kejadian lain diluar harapan guru, tetapi si siswa mendapat perlakuan yang bersifat kekerasan, tidak logis dan tidak mendidik berarti hukuman sedang berlangsung. Terus, guru harus bagaimana ya? Apakah guru membiarkan saja siswa yang terlambat, tidak mau mengikuti peraturan dan persoalan sekolah dan tidak mau belajar? Jawabannya tentu, tidak.
Maka untuk menjawab itu kita akan membahas tentang disiplin positif dan konsekuensi logis seperti pada paparan dibawah ini. Paparan ini dilengkapi juga video inspirasi untuk lebih memahami dan bahan yang bisa di-download pada akhir paparan. Semoga bermanfaat.
Apa itu Disiplin Positif?
Secara umum Disiplin
Positif adalah suatu pendekatan untuk menerapkan disiplin dari dalam diri
anak tanpa hukuman dan hadiah. Disiplin Positif perlu diterapkan baik
dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Dengan menerapkan Disiplin
Positif, diharapkan tindak kekerasan dapat dihindari.
Pendekatan
Disiplin Positif bukan mengenai anak/peserta didik secara langsung, melainkan bagaimana
cara orang dewasa yang memberikan dampak dan pengaruh positif kepada
anak/peserta didik. Pendekatan Disiplin Positif menitikberatkan pendekatan
yang positif tanpa kekerasan, memotivasi, merefleksi kesalahan, menghargai,
membangun logika, dan bersifat jangka panjang.
Dalam penerapan disiplin positif ini, siswa
diajarkan untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka. Selain itu,
disiplin positif juga mengajarkan siswa tanggung jawab serta rasa hormat
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Jadi, disiplin positif merupakan salah satu cara
penerapan disiplin yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran serta
memberdayakan siswa untuk melakukan sesuatu tanpa sogokan, ancaman, maupun
hukuman.
Disiplin positif adalah cara yang lebih efektif
untuk menangani siswa yang berperilaku tidak baik di kelas, daripada
menggunakan hukuman atau penghargaan. Hal ini memungkinkan siswa untuk belajar
dan menyesuaikan perilaku mereka untuk memenuhi harapan di kelas, sekaligus
mengajari mereka cara membuat pilihan yang lebih baik dalam perjalanan menuju
kedewasaan.
Tonton Juga Video Inspirasi: Apa Itu Disiplin Positif?
Beberapa orang menganggap disiplin positif
adalah bentuk pemberian kebebasan sepenuhnya kepada anak. Memang dalam disiplin
positif ada kebebasan namun ada pula ikatan-ikatan atau pembatasan. Untuk itu, tabel
berikut bisa menunjukkan dimana letak disiplin positif.
Apa perbedaan Disiplin Positif dan Hukuman?
Kemudian apa perbedaan disiplin positif dan
hukuman? Disiplin positif mengajarkan anak bagaimana harus
bertindak. Disiplin positif harus masuk
akal bagi seorang anak. Disiplin positif harus
selalu berhubungan dengan kenakalan anak (karena suatu kesalahan tidak selalu
merupakan kenakalan). Disiplin positif membantu
anak merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Hukuman hanya memberitahu anak bahwa
dia melakukan hal yang buruk. Hukuman tidak memberitahu anak apa yang harus dia
lakukan sebagai alternatif. Jadi hukuman sangat mungkin tidak masuk akal bagi
anak. Lebih parah lagi hukuman biasanya tidak ada hubungannya dengan kesalahan
yang dilakukan anak.
Sebagai contoh seorang siswa yang
menjatuhkan tabung reaksi ketika melakukan eksperimen. Ada dua kemungkinan
reaksi yang muncul. Guru mengatakan kepadanya dengan keras, “bagaimana kamu
ini, memegang saja tidak becus”. Kemudian anak tersebut diminta keluar dari
laboratorium. Atau reaksi kedua, guru mengatakan kepadanya bahwa ada cara
tertentu untuk memegang tabung reaksi. Kemudian diberitahukan bahwa pecahan
kaca dan bahan kimia tersebut bisa berbahaya bagi siapapun. Dia diminta
menggantikan alat tersebut sebagai konsekuensi telah memecahkannya. Dua reaksi
yang berbeda ini menunjukkan perlakuan yang berbeda terhadap anak. Pada reaksi
pertama, ada hukuman yang diberikan kepada anak sementara anak tidak menyadari
kesalahannya, atau mungkin kesalahan disebabkan oleh orang lain. Sementara pada
reaksi kedua ada kondisi dimana anak bisa melakukan proses belajar dari
pengalaman yang dia peroleh.
Contoh berikutnya adalah ketika ada siswa
yang ngobrol dengan siswa yang lain ketika guru sedang memberikan pelajaran.
Ada dua reaksi yang mungkin muncul. Pertama, guru menghardiknya, menyuruhnya
keluar atau berdiri di depan kelas. Guru mendekati dia, dengan pelan diberitahukan
bahwa aktifitas dia mengganggu teman lain. Siswa tersebut diberitahu bahwa
nanti ada kesempatan bagi dia berdiskusi dengan temannya. Nanti ada juga waktu
untuk ngobrol ketika istirahat. Bila dia tetap ngobrol juga disaat guru
menjelaskan materi lagi, guru memindahkan tempat duduknya
Hukuman dapat mendatangkan tanggapan negatif, sedangkan disiplin dapat membawa perubahan positif. Arti hukuman sederhana ini adalah tindakan atau hukuman yang dikenakan pada siswa karena berperilaku buruk atau melanggar peraturan. Namun dampaknya terhadap siswa bisa sangat merugikan, mulai dari menimbulkan rasa sakit fisik atau emosional hingga tidak efektif dalam mengurangi perilaku buruk di masa depan. Hukuman digunakan untuk mengendalikan perilaku siswa, dengan dua cara berbeda:
· Disiplin negatif melibatkan ketidaksetujuan dan
teguran verbal
· Hukuman fisik melibatkan rasa sakit emosional atau
fisik yang parah
Alternatifnya, disiplin positif adalah praktik
melatih atau mengajar siswa untuk mematuhi kode perilaku atau aturan baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Daripada mengontrol perilaku siswa, guru
dapat menggunakan disiplin positif untuk mengembangkan perilaku anak melalui
pengendalian diri dan membuat pilihan positif.
Perbedaan antara disiplin positif dengan hukuman dapat dilihat pada table di
bawah ini.
Menurut Teachers Unite, pendekatan preventif dan konstruktif yang
menggunakan disiplin positif menciptakan suasana sekolah yang positif dan juga
mengajarkan siswa untuk menyelesaikan konflik dan keterampilan berperilaku.
Pada akhirnya, disiplin positif dapat membantu membentuk seorang anak, dengan
menggunakan dorongan daripada konsekuensi yang tidak berarti dan bahkan
menyakitkan, seperti hukuman. Maka
kita lakukan sebagai guru dengan istilah konsekuensi logis.
Konsekuensi Logis
Konsekuensi logis adalah tindakan yang diambil sebagai akibat dari
tindakan atau sikap peserta didik yang tidak sesuai aturan dan prosedur,
sebagai contoh: ketika terdapat siswa membuang sampah sembarangan, hukumannya
bukan membersihkan ruangan kelas atau halaman, namun konsekuensi logisnya yaitu
memungut kembali dan membuang sampah pada tempatnya.
Hukuman harus dirubah dengan konsekuensi logis. Konsekuensi logis adalah
segala tindakan sekolah, guru dan siswa yang diambil sebagai akibat dari
tindakan atau sikap peserta didik yang tidak sesuai aturan dan prosedur.
Konsekuensi logis itu baru benar apabila segala tindakan yang diambil jauh dari
kekerasan, transparan, berada dalam koridor logika, ada hubungan sebab akibat,
etis dan diketahui orang tua. Konsekuensi logis harus mendidik, konsisten,
tegas, teratur dan adil.
Sebelum menerapkan konsekuensi logis, sekolah, siswa, guru dan orang tua sudah meyepakati satu peraturan yang sesuai dengan konsep pendidikan, undang-undang sitem pendidikan, undang-undang yang berlaku secara formal maupun nonformal. Sebagai contoh, siswa guru, sekolah dan guru sudah mengetahui dan menyepakati apa konsekuensi anaknya jika terlambat. Kemudian, segala peraturan yang menyangkut poses belajar mengajar dan disiplin sekolah haruslah terbuka dan dipahami semua pihak.
Untuk menerapkan konsekuensi logis ini memang harus teratur, konsisten, dan adil. Sebagai contoh, apabila sudah ada aturan sekolah yang mengatur bagi siswa yang terlambat tidak boleh lagi masuk sekolah, berarti, apabila sudah bel sekolah, gerbang sudah tutup, satuan pengaman sekolah sudah tidak mengijinkan siswa masuk dan orang tua pun harus membawa anaknya pulang. Kemudian, jika ada peratuan sekolah yang mengatur bahwa apabila si anak tidak memenuhi kehadiran 70 % maka tidak berhak ujian, seharusnya, si anak tidak boleh ujian, dan konsekuensi logisnya berarti tinggal kelas.
Kemudian, apabila ada aturan yang memuat bahwa jika si anak tidak mengerjakan pekerjaan rumah maka nilai hariannya kosong, tentu, konsekuensi logisnya dia tidak akan mempoleh nilai harian. Tentu kalau akhirnya orang tua protes nilai anaknya rendah, tentu guru sudah punya alasan yang logis untuk disampaikan. Kemudian jika ada aturan apabila siswa tidak mau mendengarkan guru dan menggangu proses belajar mengajar akan diberikan surat peringatan maka apabila masih saja hal ini terjadian, si guru tinggal memberikan surat peringatan sebagai konsekuensinya. Kemudian, harus ada aturan yang jelas tentang tindak lanjut dari surat periungatan ini. Misalnya, kalau surat peringatan sampai tiga kali, si peserta didik akan kehilangan haknya untuk bersekolah di sekolah tersebut. Akhirnya, jika si peserta didik masih melanggar aturan ini, sekolah tinggal mengeluarkan si peserta didik dari sekolah. Dengan demikian, persoalan dan solusi menjadi mudah di pahami dan dimengerti semua pihak.
Permasalahan yang sering terjadi sebenarnya berawal dari peraturan sekolah yang tidak terperinci dan tidak transparan penerapan peraturannya, baik oleh siswa, guru, pihak sekolah dan orang tua. Penyelesaian masalah sering hanya oleh inisiatif guru yang tidak dikontrol oleh sebuah aturan sekolah yang jelas dan yang sering terpengaruh oleh emosi guru yang berubah subyektif dan tidak mendidik. Hal ini diperparah dengan respon orang tua saat ini yang melakukan pengawasan terhadap anak mereka dengan cara yang sangat berlebihan. Sebaiknya, pihak sekolah, guru, siswa orang tua memahami dan menyepakati sebuah peraturan yang jelas, terperinci dan transparan sehingga konsekuensi logis dari setiap tindakan yang sesuai bisa diambil secara bersama-sama dengan konsisten dan adil. Akhirnya, semua pihak bisa menerima akibat dari setiap pelanggaran disiplin atau peraturan sekolah.
Terdapat beberapa langkah-langkah dalam penerapan konsekuensi logis, yaitu: tunjukkan empati dan kepedulian, dalami penyebab dan tindakan negatif siswa, mintakan pendapat siswa terkait dampak dari tindakan negatifnya, berikan contoh dampak, tegaskan pembelajarannya, dialogkan pilihan solusi untuk mengatasi penyebab dan dampaknya, bangun kesepakatan dengan siswa untuk penerapan solusi pilihan, dialogkan apa yang akan dilakukan bila kesepakatan dilanggar lagi, tegaskan kesepakatan dan beri motivasi untuk siswa, dan yang terakhir berikan dorongan dan penguatan positif kepada siswa.
Konsekuensi logis diberikan kepada anak untuk melatihnya belajar melalui pengalaman. Orang tua
mengajarkan tentang konsekuensi logis kepada anaknya agar anaknya mampu
mengadakan pengambilan keputusan secara bertanggung jawab. Anak dibiarkan
memilih tindakan yang akan dilakukannya dengan mengetahui risiko dari
tindakannya. Pemberian konsekuensi logis pada anak oleh orang tua dilakukan
dengan cara yang lembut tanpa perasaan marah dan tidak bersifat memberikan
hukuman kepada anak.
Terdapat 4 prinsip dalam menggunakan konsekuensi logis yaitu yang
pertama yaitu Related yang berkaitan dengan Sebab dan akibat dari perilaku
negatif anak, kedua Respectfull Menghargai hak-haknya
sebagai anak, ketiga yaitu Reasonable yang berarti arus
masuk akal atau dapat dilakukan anak, dan yang terakhir Helpfull yaitu
untuk menolong anak memperbaiki perilakunya dan bertanggungjawab.
Tonton Juga Video Inspirasi: Konsekuensi Logis, Bukan Hukuman
Konsekuensi logis tidak boleh membuat siswa merasa bahwa mereka adalah siswa
yang nakal, jahat dan tidak memiliki kemampuan, berikan pemahaman terlebih
dahulu kepada anak, lakukan dialog kepada anak dampak dari tindakan tidak tepat
yang dilakukan anak. Selain itu hal yang perlu diperhatikan dalam memilih
konsekuensi logis yaitu para pendidik tidak boleh hanya fokus pada bentuk
konsekuensi tapi pada kesadaran anak, solusi dan pengalaman belajarnya,
Ada beberapa prinsip dalam
menyusun konsekuensi logis, yaitu:
1. Merusak – Memperbaiki/Mengganti
(Break It)
2. Mengabaikan Kewajiban –
Kehilangan Hak (Lost Previlled)
3. Mengganggu Terus Menerus – Diberi Jeda (Positive Time Out)
Prinsip Disiplin Positif
Didalam kelas, disiplin positif ditujukan
untuk mengembangkan hubungan yang saling menghormati. Disiplin positif
mengajarkan orang dewasa untuk bersikap ramah dan sekaligus tegas pada saat
yang sama, bukan bersifat kasar/keras dengan berbagai hukuman atau bersikap
permisif. Oleh karena itu penerapan disiplin positif memerlukan beberapa prinsip
yang meliputi:
1. Saling menghormati. Dalam hal ini antar
pendidik harus saling menghormati satu dengan yang lain karena pendidik merupakan
model bagi anak. Selain itu pendidik juga perlu menghormati kebutuhan
siswa/anak didik.
2.
Mengidentifikasi motif dibalik
perilaku/tindakan anak. Akan lebih efektif bagi kita sebagai guru untuk
mengubah perilaku anak bila kita mampu mengidentifikasi motif kemudian mengubah
keyakinan anak yang membuat dia melakukan tindakan atau merubah perilaku.
3.
Komunikasi yang efektif dan ketrampilan
memecahkan masalah.
4. Disiplin yang mengajarkan (dan bukan
bersikap permisif atau menghukum).
5.
Fokus pada solusi, bukan hukuman.
6.
Memberikan dorongan (bukan pujian).
Dorongan menunjukkan upaya dan perbaikan, tidak hanya kesuksesan, dan membangun
harga diri dan pemberdayaan jangka panjang. Pujian
hanya menunjukkan
respon bahwa seorang anak bisa melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan.
Sementara dorongan memberi anak perasaan dan pengalaman akan kesuksesannya
melakukan sesuatu dan membuat dia termotivasi untuk melakukan kembali.
Contoh:
Ketika seorang anak dapat penjawabpertanyaan dengan benar kita beri pujian“bagus”. Hal itu hanya memberi petunjukpada dia bahwa dia membuat sebuahprestasi. Lain dengan dorongan. Ketikaseorang anak dapat menjawab pertanyaandengan benar kita bisa mengatakan “bagus”dan meminta teman lain bertepuk tangan,setelah itu kita tanyakan kepada anaktersebut secara personal bagaimana perasaankamu mendapatkan tepuk tangan dariteman? Senang kan? Bangga kan? Nah lebihgiatlah belajar karena anak yang berprestasitentu akan dihargai oleh temannya.
Tonton Juga Video Inspirasi:
Belajar Disiplin Positif - Prinsip 1: Menumbuhkan Kesadaran Internal, Bukan Kontrol Dari Luar
Prosedur Disiplin Positif
Membangun disiplin positif bisa diawali dengan
langkah-langkah mengidentifikasi kesalahan anak. Seorang pendidik harus mengidentifikasi
kesalahan anak terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan terhadap anak. Berikut adalah langkah yang diperlukan
dalam mengidentifikasi dan memberikan perlakuan terhadap anak:
1.
Apakah anak
melakukan aktifitas yang
betul-betul salah? Adakah suatu masalah
atau mungkin guru/pendidik hanya lelah dan hilang kesabaran?
a.
Jika
sebenarnya tidak ada masalah,
guru harus menghilangkan
stress diri sendiri dan
menjauhkan diri dari anak
tersebut.
b.
Jika ada
masalah, lanjutkan ke
pertanyaan berikutnya
2.
Berpikir
sebentar. Apakah guru yakin anak tersebut
mampu melakukan apa yang diharapkan?
a.
Jika tidak
maka guru harus hati-hati
karena bisa jadi dia merasa sangat yakin anak tersebut mampu. Untuk itu perlu dievaluasi lagi apakah
keinginan guru tersebut
memang bisa dipenuhi
oleh siswa.
b.
Jika anak
mampu, maka dilanjutkan
ke pertanyaan berikutnya
3.
Apakah anak
tahu persis bahwa dia membuat
kesalahan/melakukan hal yang salah?
a. Jika anak
tidak tahu (tidak menyadari)
bahwa dia melakukan
kesalahan, guru harus
membantu diam emahami
keinginan guru dan
memberitahu mengapa dianggap salah
dan bagaimana dia bisa dianggap
melakukan kesalahan.
b. Bila dia sadar bahwa dia melakukan kesalahan dan tetap melakukannya, maka berarti dia melakukan kenakalan. Guru perlu menanyakan kepada dia apa sebabnya dan berikan alternatif lain untuk mengantisipasi penyebab tersebut dengan tidak melakukan tindakan yang salah (kenakalan).
Mengapa Siswa Melanggar Aturan
Beberapa alasan anak bersikap “nakal” Anak kadang melakukan sesuatu yang tidak
diharapkan. Perilaku tersebut sering kemudian disebut „nakal‟.
Definisi „nakal sendiri
tentu perlu didiskusikan lebih lanjut. Disini pembahasan akan lebih fokus pada alasan mengapa
seorang anak melakukan tindakan
yang tidak diharapkan.
1. Mencari perhatian
Seorang anak kadang melakukan tindakan yang tidak diharapkan karena dia ingin mencari perhatian. Sikap ini
sangat wajar muncul pada diri seorang anak karena sebagai mahluk sosial
anak tentunya inginditerima oleh lingkungannya. Keberadaan dia juga ingin ditunjukkan
kepada orang disekitarnya.
2. Menunjukkan kekuatan.
Seorang anak kadang juga ingin menunjukkan pada lingkungannya bahwa dia memiliki kekuatan atau kelebihan
dibanding yang lain. Sifat ini tentu
tidak salah tetapi perlu diperhatikan dan diarahkan sehingga tidak mengarah kepada hal-hal yang tidak diharapkan.
3. Melakukan balas dendam Tindakan atau perlakuan yang buruk pada anak bisa mengakibatkan adanya tindakan balas
dendam. Hal ini sangat wajar karena setiap orang pasti ingin diperlakukan
secara adil. Demikian pula dengan
anak-anak. Perlakuan yang tidak
adil akan mengakibatkan anak
mencoba untuk melakukan tindakan
penyeimbangan. Tindakan itu secara
konkrit dan logis bisa dilakukan
dengan balas dendam.
4. Frustasi
Anak yang tidak bisa memperoleh hasil yang
dia harapkan bisa saja frustasi.
Frustasi kadang juga bisa dipicu oleh tuntutan orang tua terhadap anak yang sangat membebani pikirannya. Pada kondisi dimana dia tidak mampu lagi menerima kondisi tersebut anak bisa melakukan
tindakan yang tidak diharapkan
sebagai kompensasi dari rasa
frustasi.
Tonton Juga Video Inspirasi: Kebutuhan Dasar Manusia
Cara Menangani Siswa Bermasalah
Beberapa cara menangani
siswa bermasalah ini antara lain adalah:
1. Menyelesaikan
(Mengajak anak ikut menyelesaikan/memecahkan masalahnya)
2.
Mengabaikan
(abaikan ketika berbuat
nakal dan beri perhatian penuh bila berbuat baik)
3.
Tegas
(dengan tetap ramah kepada anak tunjukkan bahwa apa yang dia lakukan
adalah salah dan tidak boleh
diulangi lagi)
4.
Tetap kendalikan
situasi (kendalikan situasi dan kendalikan diri sebelum semua terlanjur diluar kendali)
5. Pemisahan
(bila anak bertengkar ada baiknya
dipisahkan dulu untuk beberapa
waktu)
6. Memberi dorongan dan sanjungan (bila anak bersikap baik, berikan sanjungan dan dorongan).
Metode Disiplin Positif
Sesuai Usia
Usia yang berbeda tentu memiliki karakteristik yang berbeda. Metode yang berbedapun perlu diberikan. Metode yang digunakan untuk membentuk disiplin di usia 1-5 tahun tentu akan sangat berbeda dibandingkan dengan metode yang digunakan untuk membentuk disiplin anak pada usia 12-18 tahun.
Berdasarkan grafik diatas perlu metode disiplin yang
berbeda digunakan untuk
berbagai kelompok
umur anak. Beberapa metode tersebut antara lain:
1. Mengalihkan Perhatian Anak. Bantuan mengalihkan
ke kegiatan lain atau
mainan lain bisa dilakukan. Hal ini memungkinkan anak untuk menjauh
dari apa yang mereka tidak boleh bermain dan tetap memberi mereka
sesuatu untuk dilakukan.
2.Menghindari Hal yang Menggoda. Pindahkan
beberapa barang yang menggoda
anak sehingga anak tidak dapat menjangkau mereka. Hal ini membantu
untuk menjaga anak aman dan
mencegah melanggar aturan.
3. Pindahkan Anak Dari Kegiatan. Ketika seorang
anak tidak bisa mengikuti
aturan main dan mengganggu
anak yang lain maka perlu bagi
pengasuh untuk memindahkan
anak tersebut dari kegiatan
yang mengakibatkan dia mengganggu
anak lain. Tentu pengasuh
tetap memberi pengertian kepada anak tersebut untuk bisa bermain
dengan teman dengan catatan dia
tidak mengganggu (secara
negatif) teman lain.
4. Berikan Dorongan. Untuk
segala usia! Dorongan bekerja
lebih baik daripada pujian. Ada perbedaan pujian dengan dorongan sebagai contoh:
Pujian:
·
Aku bangga
padamu karena melaksanakan
tugas itu!
Dorongan:
·
Saya berani
bertaruh kamu merasa
lebih baik setelah melaksanakan
tugas itu!
·
Kamu harus
bangga pada diri sendiri.
·
Bagus!
Sepertinya kamu sudah bekerja
keras.
·
Kamu harus
menikmati setelah melakukan
keberhasilan itu.
5.Istirahat Sebentar. Ini digunakan ketika anak-anak telah kehilangan kontrol diri. Beri kesempatan pada
anak untuk melakukan
rehat sebentar ketika kondisinya
mulai tidak kondusif.
6. Konsekuensi Alami dan Konsekuensi Logis. Konsekuensi alami, sering kali, pengalaman belajar yang nyata diperoleh dengan konsekuensi alami. Misalnya, seorang anak yang menolak
untuk makan selama waktu makan maka akan harus menanggung lapar sampai waktu makan berikutnya.
Konsekuensi logis, ketika konsekuensi alami tidak tepat digunakan, sering konsekuensi logis harus
dilaksanakan. Anak-anak sering
dapat membantu dalam menentukan
ini (dan sering lebih ketat
memperlakukan konsekuensi logis ini pada diri mereka sendiri daripada
yang dilakukan orang tua terhadap anaknya). Misalnya, jika anak main
keluar rumah dengan sepeda
kemudian pulang terlambat, menyembunyikan
sepeda untuk waktu
tertentu mungkin bisa menjadi
konsekuensinya. Atau bila anak tidak merapikan mainannya, untuk
sementara waktu mainan disimpan
sampai anak tersebut mau merapikannya setelah memakainya.
7. A.K.T. Akui Perasaan. Saya dapat melihat bahwa kamu marah tentang sesuatu.
Komunikasikan Batasan. Contoh: “Aturannya adalah bahwa kita tidak
menyakiti binatang atau orang. “
Target dua pilihan. Jika seorang
anak menendang anak anjing/kucing,
maka dia bisa diberikan
dua pilihan. Misalnya: dia diberitahu konsekuensi. Apakah pilih menendang anjing/kucing yang bisa
menggigit, atau pilih menendang
bola? Dalam hal ini kita harus memberi anak pilihan hanya bila
kita merasa pilihan baik diterima.
8. Memberi dan Menerima. Orang tua dan anak-anak harus benar-benar mendengarkan satu sama lain. Ketika anda mendengarkan anak-anak didik anda, itu membuat jauh lebih mudah bagi mereka
untuk mendengarkan anda bahkan
ketika mereka tidak mau.
9. Jabat Tangan. Ini adalah ketika anak dan orangtua/pendidik membuat perjanjian atau kontrak. Tuliskan apa yang
anda dapat menyetujui dan kemudian menutupnya dengan penandatanganan catatan dan jabat tangan.
Kriteria disiplin positif
Dalam menerapkan disiplin positif, ada kriteria
yang harus diperhatikan oleh pendidik mencapai disiplin positif yang sukses. Kriteria ini
diusulkan oleh Disiplin Positif, yang merupakan program yang dirancang untuk mendidik
generasi muda menjadi bertanggung jawab, penuh hormat dan anggota komunitas mereka yang banyak akal.
1. “Baik dan Tegas di saat yang bersamaan. (Hormat dan
memberi semangat)
2. Membantu anak merasakan rasa memiliki dan berarti.
(Koneksi)
3. Efektif dalam Jangka Panjang. (Hukuman hanya
berlaku jangka pendek, namun berdampak negatif hasil jangka panjang.)
4. Mengajarkan Kecakapan Sosial dan Kehidupan yang
berharga untuk karakter yang baik. (Menghormati, kepedulian terhadap orang lain, pemecahan masalah,
akuntabilitas, kontribusi, kerjasama)
5. Mengajak anak menemukan seberapa mampu dirinya dan
memanfaatkan kemampuannya kekuatan pribadi dengan cara yang konstruktif”
Kriteria ini dijelaskan untuk pemahaman yang lebih baik dalam menerapkan disiplin positif. Pertama berbicara tentang perlunya keseimbangan antara bersikap tegas dan baik hati karena jika terlalu baik, maka siswa mungkin akan mempersepsikan sikap permisif. Dan bersikap terlalu tegas dapat menyebabkan pemaksaan otoriter. Yang kedua berbicara tentang menunjukkan kepada siswa pengertian pentingnya agar mereka dapat menganalisis betapa pentingnya bagi mereka untuk mempelajari kebiasaan disiplin. Itu yang ketiga menjelaskan bahwa hasil dari disiplin positif akan efektif dalam jangka panjang. Selanjutnya salah satu menunjukkan bahwa dengan menerapkan disiplin positif, seorang siswa akan mempelajari keterampilan yang berguna bagi dirinya pengembangan karakter yang baik. Kriteria terakhir mengatakan bahwa disiplin positif memotivasi anak menggunakan kemampuannya untuk menjadi anggota masyarakat yang konstruktif dan produktif.
Teknik Disiplin Positif
Disiplin positif sering kali membuahkan hasil
positif. Ada banyak
sekali teknik yang dapat digunakan guru untuk memperkuat perilaku baik dengan
disiplin positif, termasuk:
1. Tetapkan aturan kelas di awal tahun
2. Miliki ekspektasi yang konsisten
3. Tetapkan tujuan di awal kelas
4. Perilaku yang pantas harus diperkuat
5. Tetap netral selama konflik
6. Cari akar penyebab perilaku buruk tersebut
7. Martabat siswa itu penting
8. Buat rencana individu untuk siswa
9. Gunakan Pujian
10. Contohkan perilaku yang sesuai
11. Memberikan siswa pilihan yang berbeda
12. Singkirkan benda-benda di lingkungan yang
menyebabkan gangguan
13. Dengarkan siswa
Penggunaan teknik disiplin positif ini akan membantu
guru menjaga suasana positif dan mendukung lingkungan pembelajaran inklusif.
Faktanya, ketika menangani anak tertentu, penting bagi guru untuk bekerja sama
dengan pengasuh dan siswa untuk mengembangkan rencana disiplin positif yang
berhasil. Salah satu bagian terpenting dari disiplin positif adalah membantu
siswa mempelajari perilaku baru yang memenuhi harapan di kelas, rumah, dan di
mana pun.
Segitiga Restitusi
Menurut Gossen, 2004: Restitusi merupakan
proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah
mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka
inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.
Langkah-langkah segitiga restitusi Adapun
strategi untuk melakukan restitusi meliputi:
1.
Menstabilkan
identitas/stabilize the identity
2.
Validasi tindakan
yang salah/validate the Misbehavior
3.
Menanyakan keyakinan
/Seek the Belief
Dalam hal ini, peran guru/orangtua sangat penting untuk menciptakan kondisi yang membuat murid/anak bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi dengan berkata, "semua orang pasti pernah berbuat salah", dan bukan mengatakan "kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka..."
Langkah pertama Langkah pertama yang dilakukan
pada segitiga restitusi yakni pada bagian dasar segitiga adalah menstabilkan
identitas. Jika anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar mereka yang tidak
terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk merubah orang
yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses. Kita harus
mampu meyakinkan mereka dengan mengatakan kalimat seperti: "Tidak ada
manusa yang sempurna; saya juga pernah melakukan kesalahan seperti
itu." Ketika seseorang dalam kondisi emosional maka otak tidak akan
mampu berpikir rasional, saat inilah kita menstabilkan identitas anak. Anak
kita bantu untuk tenang dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan.
Langkah kedua Langkah kedua adalah
memvalidasi tindakan yang salah. Konsep langkah kedua adalah kita harus
memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan.
Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki
maksud/tujuan tertentu. Ketika kita menolak anak yang berbuat salah, dia akan
tetap dalam masalah. Yang diperlukan adalah kita memahami alasan melakukan hal
tersebut sehingga anak merasa dipahami.
Langkah ketiga Langkah ketiga yaitu
menanyakan keyakinan. Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya
termotivasi secara internal. Ketika langkah 1 dan Langkah 2 sukses dilakukan,
maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan
berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Penting menanyakan ke anak
tentang kehidupan ke depan yang dia inginkan. Ketika mereka sudah
menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu mereka untuk tetap fokus
pada gambarannya. Melalui segitiga restitusi kita dapat mewujudkan mereka
menjadi murid yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan masalah dengan motivasi
internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Itulah penjelasan mengenai segitiga restitusi dan langkah-langkah untuk menerapkannya.
Ciri-Ciri Restitusi
Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang
membedakannya dengan program disiplin lainnya.
1. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun
untuk belajar dari kesalahan
Dalam restitusi, ketika murid
berbuat salah, guru tidak mengarahkan untuk menebus kesalahan dengan
membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau sekedar meminta
maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka
murid yang berbuat salah akan fokus pada tindakan untuk menebus kesalahan dan
menghindari ketidaknyamanan, yang bersifat eksternal, bukannya pada upaya
perbaikan diri, yang lebih bersifat internal. Biasanya setelah menebus
kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi
itu sehingga merasa lega, dan seolah-olah kesalahan tidak pernah
terjadi.
Terkadang bisa juga muncul
perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat salah sebetulnya merasa
tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Kalau tindakan
untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman, maka mungkin mereka berpikir
untuk membuat situasinya menjadi impas. Pembalasan seperti ini akan
berdampak jangka panjang karena konfliknya akan tetap ada. Menebus kesalahan
itu tidak salah, namun biasanya tidak membuat kita menjadi pribadi yang lebih
kuat.
Restitusi sebenarnya juga
meliputi usaha untuk menebus kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif
dari murid yang melakukan kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila ada
keinginan dari muridyang berbuat salah untuk melakukan sesuatu yang menunjukkan
rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban,
tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada
orang lain dengan kebaikan yang ada dalamdiri kita. Ketika murid belajar
dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masadepan, mereka akan
mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakaiterus menerus di masa depan untuk
menjadi orang yang lebih baik.
2. Restitusi memperbaiki hubungan
Restitusi adalah tentang
memperbaiki hubungan dan memperkuatnya Restitusi juga membantu murid-murid
dalam hal mereka ingin menjadiorang seperti apa dan bagaimana mereka ingin
diperlakukan. Restitusiadalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini menciptakan
kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri
dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses
pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang
apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi
korban.
3. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
Restitusi yang dipaksa bukanlah
restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa proses
restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya tidak
melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru
sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena
mereka menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau
diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang,
maka mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang anak yang
memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar
impas”. Memaksamelakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral,
yaitu kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk
menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan
berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu
manusiawi. Semua orang pasti pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini
bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini,
kalau tidak maka…”
4. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
Dalam proses restitusi kita akan
melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang berbuat salah dan
keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang mereka inginkan. Untuk
membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada mereka:
·
Kamu ingin
menjadi orang seperti apa?
·
Kamu akan
terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi orang yang
seperti itu?
· Apa yang
kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang lain?
·
Bagaimana
kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
·
Apa nilai
yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang nilai
ini?
·
Kalau
tidak, lalu apa yang kamu percaya?
Kita tidak
ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu.
Kalau guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat
mengatakan, “Tidak apa-apa kok berbuat salah”.
Ketika
murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka
inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering
hal ini terjadi, apa yang ia lakukan, ia berada di mana. Murid
tidak akan berbohong pada guru.
5. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
Untuk berpindah dari evaluasi
diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari
tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa setiap orang
memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, halini akan sangat membantu, sehingga
ketika murid melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang
sedang mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain.
Untuk membantu murid mengenali
kebutuhan dasarnya, guru bisa memintamereka mengenali perasaan mereka. Perasaan
sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan cinta dan kasih sayang yang
tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban, menunjukkan
kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan
kelelahan,kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman.
Perasaanbosan menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan
kesenangan.
6. Restitusi diri adalah cara yang paling baik
Dalam restitusi diri murid
belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk mengomentari orang
lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser menyatakan,
orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia
akan mengevaluasi orang lain
3 Tahap Evaluasi Diri:
a. Saya tidak suka cara saya
berbicara padamu
b. Kesalahan yang saya lakukan
adalah
· Saya sebenarnya punya informasi
yang kamu butuhkan
· Saya lelah dan saya bicara
terlalu cepat
· Saya tidak jelas menyampaikan
apa yang saya inginkan
· Pemahaman saya berbeda dengan
pemahamanmu
c. Besok lagi saya akan
· Menyampaikan informasi yang saya
punya dan kamu butuhkan
· Saya akan bicara lebih
lambat
· Saya akan bicara lebih jelas
tentang keinginan saya
· Menyampaikan pemahaman saya
padamu
Ketika
murid bisa melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya
dengan lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula.
Ketika Anda
berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10 orang
yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1
dari 10 orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk
menghukum Anda. Kalau ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan
kesempatan ini untuk menjelek-jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini
menjadi lebih baik. Anda mau ke arah mana?
7. Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan
Dalam
proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang
seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan
karakter. Ketika guru membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan
mengatakan, “Ibu/Bapak tidak terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan
hari ini, tetapi mari kita bicara tentang apa yang akan kamu lakukan
besok. Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka mendengar
apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi.
8. Restitusi menguatkan
Bisakah momen ketika murid
melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik? Jawabnya, tentu bisa,
asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita bisa
lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya
bukan menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa
yang bisa murid ubah, dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya,
apa yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan
berubah?
9. Restitusi fokus pada solusi
Dalam restitusi, guru
menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus
pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar,
siapa yang salah.
Menggunakan Hadiah dan Hak Istimewa
Alternatif lain selain hukuman dan disiplin positif
adalah penggunaan penghargaan dan hak istimewa untuk perilaku baik di kelas.
Sistem penghargaan dapat diterapkan untuk mendorong perilaku baik pada siswa
yang berperilaku buruk, mulai dari membantu siswa lain hingga mengangkat tangan
alih-alih melontarkan jawabannya. Di sisi lain, sistem yang menggunakan hak
istimewa, seperti bisa masuk kelas tanpa orang dewasa, berfokus pada perilaku
baik selama jangka waktu tertentu dan mengumpulkan poin untuk mendapatkan hak
istimewa tertentu. Namun, menggunakan penghargaan dan hak istimewa dalam jangka
panjang dapat menimbulkan hasil negatif, seperti memberi penghargaan kepada
siswa hanya karena berpartisipasi. Untuk menghindari ketergantungan pada sistem
penghargaan, disiplin positif menggunakan konsekuensi positif dan negatif untuk
membantu siswa belajar.
Manfaat Disiplin Positif
Banyak siswa bereaksi lebih positif terhadap
penguatan/disiplin yang baik.
Menggunakan teknik disiplin positif dapat membantu
guru mengatasi banyak tantangan di kelas dan membantu siswa belajar dan membuat
pilihan yang lebih baik di masa depan. Faktanya, penggunaan disiplin positif di
kelas tidak hanya meningkatkan keberhasilan akademik di kelas tetapi memberikan
banyak manfaat lainnya, antara lain:
· Siswa menunjukkan rasa hormat kepada guru
· Siswa sedang mengerjakan tugas dan terlibat
· Tindakan disipliner yang lebih sedikit diperlukan
· Lebih sedikit penangguhan dan pengusiran
· Siswa melihat peraturan sebagai hal yang adil
· Kehadiran meningkat
Ini hanyalah beberapa manfaat yang dapat dilihat
dari penggunaan teknik disiplin positif di kelas. Selain itu, manfaatnya juga
tidak hanya terbatas di ruang kelas, tetapi juga dalam kehidupan rumah tangga,
olahraga, dan lingkungan sosial siswa, mulai dari bersikap lebih hormat kepada
semua orang hingga memahami norma-norma sosial dalam berbagai situasi.
Rekomendasi
Beberapa rekomendasi
bagi guru untuk menerapkan disiplin positif:
• Pada masa remaja awal, guru perlu menjadi teladan
untuk saling menghormati, yang berarti tidak adanya dakwah dan kritik. Selain
itu, sangat penting untuk mencegah potensi hinaan dan ejekan di kalangan siswa
itu sendiri, sehingga disarankan agar siswa mendapat kesempatan untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya dengan cara yang berbeda.
• Pada masa
remaja pertengahan, anjuran yang diberikan adalah mendorong siswa untuk
berpikir kreatif. dan kritis. Pujian dan penekanan pada perilaku positif memang
diinginkan, tetapi juga menetapkan batasan yang masuk akal dan aturan yang
jelas, serta konsistensi dalam menuntut rasa hormat. Guru juga didorong untuk
berbagi keyakinan, keprihatinan, dan nilai-nilai mereka dengan siswa, dan mendorong
mereka untuk beralih ke orang dewasa yang mereka hormati dan percayai dalam
situasi di mana mereka membutuhkan nasihat.
• Pada masa
remaja akhir, rekomendasinya adalah untuk mendorong diskusi tentang berbagai
topik dan menghargai keunikan masing-masing remaja, karena dengan cara ini
remaja belajar menghargai orang lain disekitarnya, mengambil keputusan secara
mandiri, dan bertanggung jawab atas akibat dari keputusannya.
Disiplin Positif Kelas/Keyakinan Kelas
Jika seorang siswa berperilaku buruk di kelas,
seorang guru harus memiliki beberapa teknik yang dapat mereka gunakan untuk
mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan tersebut. Dari
berperilaku buruk di kelas hingga tidak mengerjakan tugas yang diberikan, ada
banyak cara untuk menghadapi perilaku yang tidak diinginkan termasuk hukuman,
disiplin, atau bahkan penggunaan hadiah. Namun cara yang paling efektif untuk
mengatasi siswa yang ”nakal” di kelas adalah dengan menggunakan disiplin
positif. Menurut American Academy of Pediatrics, ada banyak jenis
disiplin positif, dan teknik apa pun yang digunakan untuk mencegah atau
mengurangi perilaku buruk hanya akan efektif jika:
· Baik siswa maupun guru memahami apa yang dimaksud
dengan perilaku bermasalah dan apa konsekuensi yang diharapkan dari perilaku
buruk tersebut
· Konsekuensi yang sesuai diterapkan secara konsisten
setiap kali perilaku buruk itu terjadi
· Cara Anda menyampaikan teknik itu penting (tenang
versus agresif)
· Ini memberi siswa alasan untuk konsekuensi tertentu
untuk membantu mereka belajar
Dalam kebanyakan kasus, hukuman atau imbalan tidak
diperlukan, karena sebagian besar masalah atau perilaku buruk dapat diatasi
dengan disiplin positif.
Dalam pembentukan keyakinan kelas bukanlah lebih
abstrak dari peraturan dan lebih rinci dan kongkrit. Keyakinan kelas merupakan
pernyataan-pernyataan yang bersifat universal dan berupa kalimat positif.
Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga
mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. Keyakinan kelas sebaiknya
sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. Semua warga kelas
hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan
curah pendapat. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Prosedur pembuatan keyakinan kelas:
a. Mempersilakan
warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang
peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
b. Mencatat
semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas
besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa
melihat hasil curah pendapat.
c. Susunlah keyakinan
kelas sesuai prosedur Pembentukan Keyakinan
Bahan untuk Di-Download:
1. Ebook Disiplin Positif untuk SMA
2. Bahan Presentasi PPT Disiplin Psositif
Sumber:
Kemdikbudristek.2022.
Disiplin Positif untuk Merdeka Belajar, Strategi Penerapan pada Jenjang SMA. Jakarta:
Direktorat SMA.
Nur Hidayat,
Dkk. _____, Disiplin Positif; Membentuk Karakter Tanpa Hukuman. Surakarta: UMS
https://study.com/blog/using-positive-discipline-techniques-in-the-classroom.html
https://ditsmp.kemdikbud.go.id/penerapan-disiplin-positif-di-satuan-pendidikan/
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Konsekuensi_logis
https://www.kompasiana.com/armansinaga/550dc43e813311e078b1eb28/ajarkan-mereka-konsekuensi-logis
0 comments:
Posting Komentar