Tulisan ini merupakan tulisan
yang akan menjelaskan tentang pembelajaran bermakna (Meaningful Learning)
yang merupakan salah satu dari pendekatan Deep Learning. Tulisan
sebelumnya sudah kita bahas mindful learning. Pembelajaran bermakna ini
sebenarnya sudah ada dalam kurikulum kita sekarang dengan salah satu prinsipnya
pembelajaran yang kontekstual dengan pembelajaran yang berpusat kepada peserta
didik. Dengan kurikulum merdeka kita sudah terbiasa dengan pembelajaran projek,
pembelajaran kolaboratif, dan pembelajaran dengan memperkuat umpan balik serta
refleksi. Jadi sekali lagi Meaningful Learning ini merupakan suatu
pendekatan yang akan memperkuat kurikulum saat ini. Agar mendapat pemahaman yang
lebih utuh tentang pendekatan ini, silakan simak tulisan di bawah ini.
Baca Juga:
· Informasi Seputar Deep Learning (Mindful Learning, Meaningful Learning, Joyful
Learning) sebagai Penguatan pada Kurikulum Merdeka.
· PendekatanMindful Learning (Pembelajaran Penuh Kesadaran)
Pengertian Pendekatan Meaningful
Learning
Pembelajaran yang bermakna adalah
pembelajaran yang relevan dengan kehidupan siswa dan bertujuan untuk
mencapai pemahaman mendalam melalui kontekstualisasi pengetahuan dengan pengetahuan
dan pengalaman sebelumnya.
Kita cenderung membandingkan
pembelajaran bermakna dengan pembelajaran hafalan . Pembelajaran hafalan
melibatkan pengulangan dan penghafalan fakta yang tidak berdasarkan konteks.
Sebaliknya, pembelajaran bermakna mengharuskan siswa untuk menguji gagasan
dan mengkritiknya, membandingkannya dengan pengetahuan sebelumnya , dan
menerapkannya pada konteks baru.
Contoh strategi pembelajaran yang bermakna
meliputi: pembelajaran aktif, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran
berbasis penyelidikan, pembelajaran eksperimental, dan kolaborasi antarteman.
Definisi dan Karakteristik
Pembelajaran Bermakna
Sebagian besar definisi ilmiah
tentang pembelajaran yang bermakna mencakup dua fitur utama. Pertama,
konten yang dipelajari harus relevan dengan kehidupan siswa. Kedua,
siswa harus mampu menghubungkan dan membandingkan informasi baru
dengan pengetahuan sebelumnya.
Berikut ini adalah beberapa
definisi ilmiah yang menunjukkan fitur-fitur utama ini:
“Pembelajaran yang bermakna
sebagai sebuah proses mengandaikan, pada gilirannya, bahwa pembelajar
menggunakan perangkat pembelajaran yang bermakna dan bahwa materi yang mereka
pelajari berpotensi bermakna bagi mereka, yaitu, terkait dengan ide-ide
penjangkaran yang relevan dalam struktur kognitif mereka.” (Ausubel,
2012)
“Pembelajaran yang bermakna
mengacu pada proses di mana siswa menghubungkan informasi baru dengan konsep
relevan yang telah mereka miliki. Untuk belajar secara bermakna, individu harus
secara sadar memilih untuk menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang
telah mereka ketahui, daripada sekadar menghafal fakta atau definisi konsep
yang terpisah.” (Champe, Harvey dan Ferrier, 2005)
“Pembelajar harus melihat
bahwa apa yang dipelajari bermakna dan relevan dengan minat pribadi dan
kehidupan mereka, yang menghasilkan motivasi alami untuk belajar.” (McCombs
dan Miller, 2007)
Pembelajaran Hafalan Vs
Pembelajaran Bermakna
Pembelajaran yang bermakna
didasarkan pada konstruktivisme. Ini adalah perspektif yang meyakini bahwa
pembelajaran terjadi melalui konstruksi informasi dalam pikiran kita dengan
membandingkan dan mengontraskan informasi baru dengan informasi lama.
Hal ini bertolak belakang dengan
dasar pembelajaran hafalan dalam behaviorisme:
Argumen Konstruktivisme: Kita cenderung mengingat
sesuatu dengan lebih efektif ketika membuat hubungan dengan pengetahuan
sebelumnya, mengontekstualisasikan pengetahuan, dan mengeksplorasi konsep
melalui penceritaan dan pengalaman. Misalnya: Anda akan dapat menceritakan
kembali peristiwa dengan lebih baik jika Anda benar-benar berada di sana
daripada jika Anda hanya menceritakan kembali kisah orang lain. (Pendekatan ini
cenderung dikaitkan dengan pembelajaran aktif ).
Argumen Behaviorisme: Kita belajar melalui pengulangan.
Berikan siswa informasi yang perlu mereka ketahui, lalu minta mereka
mengulanginya berulang-ulang, sering kali dalam jangka waktu tertentu (lihat:
pengulangan dengan jeda), disertai dengan hadiah dan hukuman. (Pendekatan ini
cenderung dikaitkan dengan pembelajaran pasif).
Secara umum, ahli teori
pendidikan kontemporer percaya bahwa perspektif pengajaran kelas konstruktivis
jauh lebih efektif daripada behaviorisme.
Lebih jauh, pembelajaran yang
bermakna cenderung dibandingkan dengan pembelajaran hafalan. Pembelajaran
hafalan cenderung tidak berhubungan dengan kehidupan siswa, dan tidak cenderung
terhubung dengan pengetahuan sebelumnya.
Sebaliknya, hafalan adalah
tentang pemberian informasi oleh guru yang harus diulang dan dihafal. Informasi
baru cenderung tidak dijelaskan secara memadai, dikritik, atau dikaitkan dengan
pengetahuan sebelumnya.
(Contohnya, mempelajari tabel
perkalian adalah contoh pembelajaran hafalan: yang melibatkan menghafal jumlah
melalui latihan dan pengulangan.)
Salah satu definisi yang
membandingkan pembelajaran bermakna dengan pembelajaran hafalan disajikan di
bawah ini:
“Pembelajaran yang bermakna
terjadi ketika pembelajaran dapat dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya dan
dikaitkan dengan kerangka kognitif yang sudah ada sebelumnya. Di sisi lain,
pembelajaran hafalan tidak dikaitkan dengan kerangka kognitif dan sering kali
tidak diingat dan terisolasi.” (Walsh, 2013)
Menerapkan Teori Ausubel dalam pembelajaran
Untuk dapat menerapkan teori
Ausubel dalam pembelajaran, sebaiknya kita memperhatikan apa yang dikemukakan
oleh Ausubel dalam bukunya yang berjudul Educational
Psychology Acognitive View, pernyataan itu berbunyi: “The most
important single factor influencing learning is what the learner already knows.
Ascertain this and teach him accordingly” atau yang berarti sebagai
berikut: “Faktor terpenting yang memengaruhi belajar ialah apa yang telah
diketahui siswa. Yakinilah hal dan ajarilah ia demikian”
Pernyataan Ausubel inilah yang
menjadi inti teori belajar. Jadi, agar terjadi proses belajar bermakna, konsep
baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada
dalam struktur kognitif siswa. Untuk menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran,
selain konsep-konsep yang telah dibahas terdahulu. ada beberapa konsep dan
prinsip lain yang perlu diperhatikan. Konsep atau prinsip-prinsip itu ialah
pengatur awal, diferensiasi, progresif, penyesuaian integratif, dan belajar
super ordinat. Semua konsep ini akan dibahas dengan memberikan contoh penerapanya
dalam mengajar
1. Pengaturan awal
Memperkenalkan
konsep pengatur awal dalam teorinya. Pengaturan awal mengarahkan pada siswa
ke materi yang akan mereka pelajari dan menolong mereka untuk mengingat
kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu
menanamkan pengetahuan baru.
2. Diferensiasi Progresif
Proses
penyusunan konsep dengan cara megajarkan konsep yang paling inklusif,
kemudian konsep yang inklusif, kemudian konsep kurang inklusif dan terakhir
adalah hal-hal yang paling khusus.
3. Belajar Super Ordinat
Belajar
super ordinat terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya
dikenal sebagai unsur-unsur suatu konsep yang lebih luas dan lebih inklusif.
Mungkin belajar super ordinat tidak bisa terjadi di sekolah sebab sebagian
besar guru dan buku teks mulai dengan konsep-konsep yang lebih inklusif, tetapi
kerap kali mereka gagal untuk memperlihatkan secara eksplisit hubungan-hubungan
pada konsep-konsep inklusif ini saat di kemudian hari disajikan konsep-konsep
khusus sub-ordinat
4. Penyesuaian Integratif
Untuk
mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian
rupa hingga kita menggerakan hierarki-hierarki konseptual “ke atas dan
kebawah” selama imformasi disajikan. Kita dapat mulai dengan konsep-konsep
paling umum, tetapi kita perlu memperlihatkan bagaimana terkaitnya
konsep-konsep sub-ordinat, kemudian bergerak kembali melalui contoh-contoh ke
arti-arti baru bagi konsep yang tingkatannya lebih tinggi.
Pendekatan Metode Belajar
Pembelajaran Bermakna (Meaningful Learning)
Ada banyak pendekatan atau
strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru atau pendidik untuk menciptakan
iklim pembelajaran di kelas yang memungkinkan terjadinya pembelajaran bermakna,
antara lain sebagai berikut:
1. Terima peserta didik apa adanya. Guru harus tahu kesiapan awal,
minat, dan profil belajar siswa.
2. Kenali dan bina peserta didik
melalui penemuannya terhadap diri sendiri. Guru berperan sebagai fasilitator atau tutor yang
akan memfasilitasi/memberikan saran/umpan balik saat siswa sedang belajar.
3. Usahakan sumber belajar yang
mungkin dapat diperoleh peserta didik untuk dapat memilih dan menggunakannya. Guru menyediakan sumber belajar
beragam sesuai kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa.
4. Gunakan pendekatan inquiry-discovery. Contoh model pembelajaran dari
pendekatan ini adalah refleksi, studi kasus, eksperimen, bermain peran,
diskusi, penelitian/riset, observasi, projek, pemecahan masalah.
5. Tekankan pentingnya pendekatan
diri sendiri. Biarkan
peserta didik mengambil tanggung jawab sendiri untuk memenuhi tujuan
belajarnya.
Belajar pada hakikatnya
mengembangkan konstruksi pengetahuan baru sebagai hasil interaksi pengetahuan
baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Menurut David Ausubel, belajar dengan
menemukan jauh lebih bermakna daripada belajar dengan menerima. Dan belajar dengan
membangun konstruksi pengetahuan baru lebih bermakna daripada belajar dengan hafalan.
Ausubel menegaskan bahwa belajar dengan menerima konten final itu yang
seharusnya lebih direkomendasikan di sekolah, tanpa harus menegaskan tentang
penerapan model discovery learning. Akan tetapi, pemahaman
konsep, prinsip dan ide-ide itu bisa dicapai melalui proses belajar
deduktif.
Ada tiga manfaat penting dalam
menerapkan pembelajaran bermakna bagi siswa, yaitu:
1. Informasi yang dipelajari secara
bermakna lebih lama dapat diingat;
2. Informasi-informasi baru yang
dibangun siswa akan memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi belajar
berkelanjutan;
3.Informasi yang dilupakan sesudah terbangun
struktur pengetahuan baru akan mempermudah proses belajar hal-hal yang mirip
walaupun telah terlupakan.
Tipe Belajar Menurut Ausubel (Meaningful
Learning)
Empat tipe belajar menurut
Ausubel, yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang
bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi
pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu
menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru
tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak
bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa
mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori)
yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis
disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan
yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah
dimiliki.
4. Belajar menerima (ekspositori)
yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara
logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan
yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengkaitkannya dengan pengetahuan
lain yang telah ia miliki.
Sepanjang garis mendatar, dari
kiri ke kanan terdapat berkurangnya belajar penerimaan, dan bertambahnya
belajar penemuan, sedangkan sepanjang garis vertikal dari bawah ke atas terjadi
berkurangnya belajar hafalan dan bertambahnya belajar bermakna. Inti dari teori
Ausubel tentang belajar adalah belajar
bermakna yang merupakan suatu proses
mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang.
Langkah-langkah Belajar Metode (Meaningful
Learning) Bermakna Menurut Ausubel.
Cara Pembelajaran Bermakna dengan
Menggunakan Peta Konsep :
1. Pilih suatu bacaan dari buku
pelajaran.
2. Tentukan konsep-konsep yang
relevan.
3. Urutkan konsep-konsep dari yang
paling inklusif ke yang paling tidak inklusif atau contoh-contoh.
4. Susun konsep-konsep tersebut di
atas kertas mulai dari konsep yang paling inklusif di puncak konsep ke konsep
yang tidak inklusif di bawah.
5. Hubungkan konsep-konsep ini
dengan kata-kata penghubung sehingga menjadi sebuah peta konsep.
Langkah-langkah yang dilakukan
guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: advance
organizer, progressive differensial, integrative reconciliation, dan
consolidation. Advance organizer merupakan pola interaksi siswa
dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
di kelas. Model pembelajaran disusun untuk mengarahkan belajar, dimana guru
membantu siswa untuk memperoleh informasi, ide keterampilan, nilai, cara
berpikir dan mengekspresikan dirinya.
Karakteristik Pembelajaran
Bermakna
Ciri-ciri pembelajaran yang
bermakna meliputi: keterlibatan aktif, relevansi dengan pengetahuan sebelumnya,
integrasi dengan pengetahuan yang ada, elaborasi dan refleksi, serta
signifikansi pribadi.
Salah satu definisi yang paling
menarik tentang pembelajaran yang bermakna adalah definisi Jonassen, Peck, dan
Wilson (1999), karena definisi ini menyajikan kerangka kerja yang terdiri dari
lima karakteristik. Kelima karakteristik tersebut adalah:
1. Keterlibatan aktif: Siswa tidak boleh belajar
secara pasif (dengan diberi informasi) atau belajar dengan metode ceramah.
Sebaliknya, mereka harus menggunakan strategi pembelajaran aktif seperti
bereksperimen, menguji hipotesis, dan bertanya.
2. Relevansi dengan pengetahuan
sebelumnya:
Siswa harus membangun pengetahuan yang telah mereka ketahui. Guru harus
memulai pengalaman belajar dengan mengidentifikasi apa yang telah diketahui
siswa, dan mencari tahu bagaimana informasi baru tersebut berhubungan
dengan pengetahuan tersebut.
3. Integrasi dengan pengetahuan yang
ada:
Pembelajaran terjadi ketika pengetahuan baru dibandingkan dengan pengetahuan
yang ada. Siswa dapat mengasimilasi informasi baru, artinya mereka menyadari
bahwa informasi baru tersebut sangat cocok dengan informasi yang ada. Atau,
mereka dapat menyesuaikan pengetahuan yang ada untuk menerima informasi baru.
Ini berarti mereka harus memperbaiki kesalahpahaman yang mereka miliki
sebelumnya agar informasi lama dan baru menjadi masuk akal. Dalam
praktiknya, guru akan bertanya kepada siswa: "Berdasarkan apa yang Anda
ketahui, apakah ini masuk akal?" dan "Apakah ini mengubah pikiran
Anda tentang apa yang sebelumnya Anda ketahui tentang topik tersebut?"
4. Elaborasi dan refleksi: Elaborasi berarti mengambil
pengetahuan baru dan melihat bagaimana mereka dapat menggunakannya dalam
berbagai konteks yang berbeda. Misalnya, seorang siswa dapat menerapkan
pengetahuan baru mereka tentang gravitasi berdasarkan apel yang jatuh dan
melihat apakah mereka dapat menggunakannya untuk mengukur seberapa jauh sebuah
trebuchet dapat melemparkan batu.
5. Makna pribadi: Informasi harus memiliki
beberapa poin yang masuk akal bagi siswa. Misalnya, alih-alih mempelajari
bunga majemuk dalam konteks matematika murni, siswa dapat menggunakan konsep
tersebut untuk melihat berapa banyak uang yang dapat mereka miliki jika mereka
menabung $10 per minggu setiap minggu hingga mereka berusia 65 tahun. Hal ini
memastikan siswa mengetahui nilai pengetahuan baru tersebut bagi kehidupan
mereka.
Manfaat Pembelajaran yang
Bermakna
Pembelajaran yang bermakna
memiliki berbagai manfaat utama, termasuk:
1. Retensi jangka Panjang
Kebanyakan
akademisi meyakini pembelajaran yang bermakna akan menghasilkan ingatan
jangka panjang yang lebih baik daripada pembelajaran hafalan.
Hal
ini karena siswa memiliki pengalaman dan cerita yang terhubung dengan apa yang
mereka pelajari (bukannya sekadar melihat catatan berulang kali selama
berminggu-minggu menjelang ujian). Jika kita memiliki pengalaman dan
ingatan, dan pengetahuan kita terhubung seperti jaringan kognitif dengan
pengetahuan sebelumnya dalam pikiran kita, maka akan lebih mudah untuk menggali
dan secara aktif mengingat informasi tersebut di masa mendatang. Seperti
yang dikemukakan Karpicke dan Grimaldi (2012, hlm. 408), “pembelajaran yang
bermakna dianggap kuat dan bertahan lama.”
2. Transfer pengetahuan ke situasi
baru
Salah
satu kelemahan pembelajaran hafalan adalah cenderung sulit diingat dan
diterapkan di luar konteks di mana pembelajaran itu dilakukan.
Misalnya,
seorang pelajar bahasa mungkin pandai mengingat sebuah kata dalam permainan
kartu memori, tetapi ketika harus menggunakannya di toko, mereka sering kali
merasa tidak dapat mengingat kata yang mereka butuhkan. Sebaliknya, dalam pembelajaran
yang bermakna, karena siswa mempelajari kata tersebut dalam konteks yang
bermakna (dalam contoh ini, berpotensi melalui permainan peran), kata
tersebut sering kali menjadi lebih mudah untuk diingat dalam situasi
kontekstual.
3. Motivasi dan minat belajar
Ciri
utama pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran tersebut harus bermakna
bagi kehidupan siswa, yang meningkatkan motivasi intrinsik. Ketika siswa
melihat bahwa apa yang mereka pelajari berharga bagi mereka atau berhubungan
dengan hal-hal yang mereka minati di luar konteks pendidikan, siswa mengembangkan
motivasi intrinsik untuk belajar (McCombs & Miller, 2007). Sebaliknya,
pembelajaran hafalan sering kali bergantung pada penghargaan dan hukuman atau
dengan kata lain, motivasi ekstrinsik .
4. Keterampilan berpikir kritis
Dalam
lingkungan belajar yang bermakna, siswa perlu membandingkan dan mengontraskan
pengetahuan yang ada dengan informasi baru.
Melalui
proses ini, mereka sering mulai menyadari kontradiksi antara informasi baru
dan lama yang perlu diatasi untuk mencapai keseimbangan kognitif. Selama
proses ini, siswa secara aktif melatih keterampilan berpikir kritis mereka.
Strategi untuk Mempromosikan
Pembelajaran yang Bermakna
1. Pembelajaran aktif: Dorong siswa untuk menjadi
peserta aktif dalam pengembangan pengetahuan. Alih-alih memberi mereka jawaban,
ajak mereka terlibat dalam tugas yang akan membuat mereka sampai pada
kesimpulan sendiri. Ini dapat berupa pembelajaran berbasis masalah di mana
Anda memberi siswa masalah untuk dipecahkan alih-alih jawaban atas pertanyaan.
2. Pembelajaran berbasis proyek: Dalam pembelajaran berbasis
proyek, siswa diberi sesuatu untuk dikonstruksi. Bisa berupa penerapan
soal matematika untuk konstruksi suatu objek, penerapan konsep literasi baru
dalam penciptaan suatu lakon, atau penggunaan konsep musik tertentu dalam
konstruksi suatu karya musik.
3. Pembelajaran berbasis
penyelidikan:
Berikan siswa masalah yang perlu mereka teliti untuk dipecahkan. Hal ini
sering kali mengharuskan siswa melakukan penelitian di internet atau menguji
hipotesis hingga mereka menemukan jawaban yang koheren. Melalui proses ini,
siswa tidak hanya mendapatkan jawaban atas pertanyaan, tetapi juga memahami
mengapa jawaban yang mereka miliki adalah jawaban yang benar. Mengetahui mengapa
hal ini membantu mereka mengingat dan mengingat informasi dalam jangka panjang.
4. Membuat hubungan dengan
pengetahuan sebelumnya:
Mulailah semua skenario pembelajaran dengan sesuatu yang sudah diketahui
siswa. Ini memberikan jalan masuk ke topik yang dapat dipahami dan belum dipahami
siswa. Anda dapat secara konsisten kembali ke pengetahuan sebelumnya dan
meminta siswa untuk terus membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
lama.
5. Menggabungkan minat dan relevansi
siswa: Jika
siswa merasa konten tersebut bermakna bagi kehidupan mereka sendiri, mereka
akan lebih termotivasi untuk belajar. Jadi, guru dapat melihat konten
kurikulum yang perlu mereka belajarkan dan menemukan cara untuk menyajikan
informasi secara kreatif dengan cara yang menunjukkan mengapa siswa harus
tertarik mempelajari topik tersebut.
6. Mendorong pembelajaran
kolaboratif:
Kumpulkan siswa untuk membahas konsep dan membandingkan catatan. Dengan
berbicara satu sama lain, siswa dapat membuat hubungan kognitif dan melihat ide
dari berbagai perspektif. Ini bisa jauh lebih efektif daripada membiarkan siswa
bekerja sendiri dan mencoba menanamkan ide ke dalam pikiran mereka melalui
pengulangan.
Contoh Pembelajaran yang Bermakna
1. Pendidikan STEM
STEM
merupakan bidang yang bagus untuk skenario pembelajaran yang bermakna. Skenario
tersebut akan melibatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran berbasis proyek.
Proyek
tersebut akan mengharuskan siswa menerapkan informasi baru pada permasalahan di
dunia nyata (sebaiknya permasalahan yang relevan dan nyata yang mungkin mereka
hadapi dalam kehidupan mereka sendiri).
Misalnya pada sekolah penulis, siswa diberi tugas untuk memikirkan cara membuat alat kebersihan otomatis (tong sampah, sapu, pendeteksi cairan) dengan menggunakan mikrobit. Untuk melakukan ini, mereka perlu memahami pembelajaran TIK dan Fisika di balik upaya memastikan alat tersebut dapat berfungsi dan bagaimana alat tersebut dapat beroperasi dengan lancar.
2. Pembelajaran bahasa
Dalam
pembelajaran bahasa, pembelajaran bermakna berarti mempelajari kata-kata dan
konsep baru melalui skenario yang mungkin mereka temui saat menggunakan bahasa
tersebut.
Daripada
mencoba mengulang 1000 kata kerja pertama dalam bahasa yang mereka pelajari,
Anda dapat mencoba mengajarkan mereka beberapa istilah dan frasa perjalanan
yang ingin mereka ketahui, lalu merekayasa balik frasa tersebut untuk
mengetahui cara menyesuaikannya dengan konteks yang berbeda.
Tantangan dan Solusi Potensial
Kurangnya waktu dan sumber daya: Untuk menciptakan skenario pembelajaran
yang bermakna, guru membutuhkan waktu. Mereka mungkin juga membutuhkan sumber
daya untuk membantu siswa menciptakan skenario dan proyek fisik. Kemudian,
ketika tiba saatnya mengerjakan tugas, akan lebih memakan waktu jika meminta
siswa untuk 'membangun' pengetahuan mereka sendiri daripada sekedar
memberi mereka jawaban. Di era kurikulum merdeka sekarang ini sudah bisa
terakomodasi dengan tujuan pembelajaran guru yang merancang sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikannya. Namun memang masih banyak guru yang
mempunyai pola pikir yang berorientasi pada mengejar target materi pelajaran.
Tes: Saat ini ada rencana pemerintah
akan mengkaji kembali Ujian Nasional dan masih ada terutama perguruan
tinggi kedinasan seleksi masuknya menggunakan tes mata pelajaran. Lulus
ujian standar seperti UN dan tes masuk PT Kedinasan sering kali hanya
memerlukan mengingat dan menghafalkan fakta dan angka. Jenis pengujian ini
cocok untuk pembelajaran hafalan. Namun, kita tahu bahwa pembelajaran yang
bermakna lebih bermanfaat dalam jangka panjang. Akibatnya, sistem pengujian dari
pemerintah perlu diubah dan dikembangkan sehingga pembelajaran yang bermakna
diberi insentif dan penghargaan.
Kesimpulan
Pembelajaran yang bermakna
mendukung pedagogi yang baik . Pembelajaran yang bermakna menghasilkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi yang ideal seperti berpikir kritis dan
analitis. Dengan memastikan pelajaran Anda bermakna bagi siswa, Anda akan
membantu mereka mengembangkan keterampilan untuk masa depan dan mendukung
perkembangan kognitif jangka panjang mereka .
Sebagian besar peneliti
pendidikan saat ini meyakini bahwa pembelajaran yang bermakna menghasilkan
pemahaman dan wawasan yang mendalam, pengetahuan jangka panjang, dan kemampuan
untuk menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata.
Inti teori Ausubel tentang ialah belajar bermakna.
Bagi Ausubel belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkanya imformasi
baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori
atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-daerah
tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat didalam penyimpanan pengetahuan
itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel
otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan
imformasi yang sedang dipelajari.
Sumber:
Luthfi Rahman. Model Pembelajaran
Meaningful Learning. Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi
https://www.passakanawang.com/2017/07/teori-david-ausubel-belajar-bermakna.html
https://www.rri.co.id/iptek/1108764/3-metode-kurikulum-deep-learning-pengganti-kurikulum-merdeka
https://repository.radenintan.ac.id/4825/1/SKRIPSI%20MARLINA.pdf
0 comments:
Posting Komentar