Slide 1

Berbagai macam moda pembelajaran

Slide 2

Literasi

Slide 3

Kegiatan Pramuka

Slide 4

Kerucut Pengalaman

Slide 5

Pembelajaran Aktif

Rabu, 09 Maret 2016

Pedoman Penilaian Kurikulum 2013 SMA Terbaru

Oleh:
Adi Saputra, M.Pd
A.       Penilaian Sikap
1.         Pengertian Penilaian Sikap
Penilaian sikap adalah penilaian terhadap kecenderungan perilaku siswa sebagai hasil pendidikan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Penilaian sikap memiliki karakteristik yang berbeda dengan penilaian pengetahuan dan keterampilan, sehingga teknik penilaian yang digunakan juga berbeda. Dalam hal ini, penilaian sikap ditujukan untuk mengetahui capaian dan membina perilaku serta budi pekerti siswa sesuai butir-butir  sikap pada KD pada KI1 dan KI2.
Penilaian sikap  spiritual dan sikap sosial dilakukan secara berkelanjutan oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling (BK), dan wali kelas dengan menggunakan observasi dan informasi lain yang valid dan relevan dari berbagai sumber. Penanaman sikap diintegrasikan pada setiap pembelajaran KD dari KI-3 dan KI-4. Selain itu, dapat dilakukan penilaian diri (self assessment) dan penilaian antarteman (peer assessment) dalam rangka pembinaan dan pembentukan karakter siswa, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai salah satu data untuk konfirmasi hasil penilaian sikap oleh guru. Hasil penilaian sikap selama periode satu semester ditulis dalam bentuk deskripsi yang menggambarkan perilaku siswa.
2.      Indikator Penilaian Sikap
a.        Sikap Spiritual
Penilaian sikap spiritual dilakukan dalam rangka mengetahui perkembangan sikap siswa dalam menghargai, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Indikator sikap spiritual pada mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan PPKn diturunkan dari KD pada KI-1 dengan memperhatikan butir-butir nilai sikap yang tersurat. Sementara itu, indikator untuk penilaian sikap spiritual yang dilakukan oleh guru mata pelajaran lain tidak selalu dapat diturunkan secara langsung dari KD pada KI-1, melainkan dirumuskan dalam perilaku beragama secara umum.
Berikut ini contoh indikator sikap spiritual yang dapat digunakan untuk semua mata pelajaran: (1) berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan; (2) menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya; (3) memberi salam pada saat awal dan akhir kegiatan; (4) bersyukur atas nikmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa; (5) mensyukuri kemampuan manusia dalam mengendalikan diri; (6) bersyukur ketika berhasil mengerjakan sesuatu; (7) berserah diri (tawakal) kepada Tuhan setelah berikhtiar atau melakukan usaha; (8) menjaga lingkungan hidup di sekitar sekolah; (9) memelihara hubungan baik dengan sesama umat ciptaan Tuhan Yang Maha Esa; (10) bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai bangsa Indonesia; (11) menghormati orang lain yang menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
b.        Sikap Sosial
Penilaian sikap sosial dilakukan untuk mengetahui perkembangan sikap sosial siswa dalam menghargai, menghayati, dan berperilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya. Sikap sosial dikembangkan terintegrasi dalam pembelajaran KD dari KI-3 dan KI-4.
Indikator KD dari KI-2 mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan PPKn dirumuskan dalam perilaku spesifik sebagaimana tersurat di dalam rumusan KD mata pelajaran tersebut. Sementara indikator KD dari KI-2 mata pelajaran lainnya dirumuskan dalam perilaku sosial secara umum. Sebagai contoh: tidak menyontek dalam ujian, mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan.
Disamping itu, pada mata pelajaran tertentu pada KD tertentu, dapat dikembangkan indikator yang secara spesifik sesuai dengan karakteristik KD pada mata pelajaran tersebut. 

Minggu, 31 Januari 2016

43 MODEL PEMBELAJARAN



 Oleh:
Adi Saputra, M.Pd
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan Model Pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berikut ini 43 model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Namun model-model ini bukan lah sesuatu yang kaku masih dapat ditambah atau digabung beberapa  model dalam satu kali pertemuan. Di samping itu juga model-model ini kita terapkan tergantung dengan karakteristik mata pelajaran, waktu, sarana prasarana, intake siswa, dan faktor lainnya yang sesuai dengan kondisi di satuan pendidikan masing-masing. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat.

1.              PICTURE AND PICTURE
Langkah-langkah :
1.         Menyajikan materi sebagai pengantar
2.         Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
3.         Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
4.         Menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
5.         Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
6.         Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
7.         Kesimpulan/rangkuman.

2.             DEMONSTRATION
Model ini digunakan khusus untuk materi yang memerlukan peragaan atau percobaan.
             Langkah-langkah :
1.         Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
2.         Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan dismpaikan.
3.         Siapkan bahan atau alat yang diperlukan.
4.         Menunjukan salah seorang siswa untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan.
5.         Seluruh siswa memperhatikan demontrasi dan menganalisa
6.         Tiap siswa atau kelompok mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa didemontrasikan
7.         Guru membuat kesimpulan.

3.             EXPLICIT INTRUCTION
Merupakan model pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan proseduran dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan  dengan pola selangkah demi selangkah. Model  ini dikembangkan oleh  Rosenshina & Stevens tahun 1986.
Langkah-langkah :
1.         Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
2.         Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
3.         Membimbing pelatihan
4.         Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
5.         Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

4.              PENAMPILAN ACAK
Model ini merupakan pengembangan dari penulis sendiri untuk memaksimalkan atau melihat kemampuan siswa di dalam pembelajaran. Selain itu juga dapat menghidupkan suasana kelas.
Langkah-langkah:
1.            Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2.            Menyajikan materi.
3.            Memberikan contoh.
4.            Mengecek pemahaman dengan cara siswa tampil menjelaskan konsep atau mengerjakan soal. Siswa yang tampil secara acak (misalnya melihat tanggal hari itu, maka siswa yang tampil sesuai dengan tanggal yang dicocokkan dengan nomor urut di daftar hadir di kelas).
5.            Seandainya siswa tidak bisa menjelaskan atau mengerjakan soal, maka siswa diminta untuk menampilkan kebolehannya di depan kelas (misal menyanyi, dll).
6.            Guru menyimpulkan.

5.              EXAMPLES NON EXAMPLES
Contoh dapat dari kasus atau gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah :
1.         Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.         Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/LCD.
3.         Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar.
4.         Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5.         Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6.         Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7.         Kesimpulan.

Sabtu, 16 Januari 2016

KEGIATAN PEMBELAJARAN DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING, PROBLEM BASED LEARNING, DAN PROJECT BASED LEARNING



Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah pada lampirannya menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang mempunyai nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya. Pada lampiran tersebut juga disebutkan model pembelajaran yang mendukung penerapan pendekatan saintifik diantaranya adalah model pembelajaran Berbasis Penemuan  (Discovery Learning), Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), dan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning). Tulisan ini akan memaparkan defenisi, konsep, penjelasan kegiatan siswa/guru dalam sintak, penilaian, dan contoh dalam kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk setiap model.
1.    Pembelajaran Berbasis Penemuan  (Discovery Learning)
a.    Definisi dan Konsep
1)        Definisi
Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.  Pada Discovery Learning   materi   yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi   peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery peserta didik menemukan informasi sendiri.

2)        Konsep
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut peserta didikakan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.