Minggu, 01 Oktober 2023

Bentuk Kekerasan, Pencegahan dan Penanganannya pada Satuan Pendidikan Sesuai Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023

Belakangan ini sering kita mendengar viral di media sosial berbagai macam tindak kekerasan di sekolah. Misalnya ada kasus murid SD mencolok mata temannya dengan tusuk sate, murid SMP yang melakukan tindak kekerasan kepada adik tingkatnya sampai tulang rusuk patah, dan sampai murid salah satu SD negeri melompat dari lantai empat sekolahnya hingga meninggal dunia. Melalui tulisan ini penulis ingin memaparkan berbagai macam jenis kekerasan di sekolah, informasi mengenai TPPK, dan pada bagian akhir tulisan ada tautan portal atau website khusus tentang pencegahan kekerasan ini, serta ada bahan yang bisa di-download termasuk contoh surat pernyataan dan contoh SK kepala sekolah.

Maka sesuai dengan keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan sudah selayaknya sekolah membuat aturan dan termasuk membentuk tim untuk menangani tindak kekerasan di sekolah. Kemudian sesuai dengan Permendikbudristek ini juga maka harus dibentuk Satuan Tugas (Satgas) antar dinas/badan/Lembaga yang terlibat dalam menangani tindak kekerasan bila sekolah tidak dapat menanganinya secara tuntas.

Setiap anak berhak untuk merasa aman di rumah, di sekolah dan di masyarakat (Konvensi PBB tentang Hak Anak, 1990). Tindak kekerasan di sekolah bukanlah bagian normal dari proses perkembangan seorang anak untuk menjadi dewasa. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku intimidasi biasanya tidak hilang dengan sendirinya dan sering kali bertambah buruk seiring berjalannya waktu ini perlu ditangani secara langsung. Untuk menghentikan perilaku menyakitkan, orang dewasa (guru, orang tua, masyarakat) perlu mendukung anak-anak yang mencari bantuan ketika mereka ada terkait dengan tindak kekerasan. Mereka perlu segera merespon dan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghentikan perilaku tersebut terjadi di masa depan.

Istilah "kekerasan" dulu hanya mengacu pada tindakan fisik seperti memukul, menendang, dan meninju. Tidak mengherankan, definisi kekerasan telah berkembang dari waktu ke waktu karena penelitian telah mengungkapkan bahwa jenis perilaku non-fisik/psikis lainnya dapat memiliki dampak serupa pada korban. Efek merusak dari kekerasan psikologis dan verbal serta pengucilan sosial sekarang diakui, meskipun tidak semua orang memasukkan perilaku ini ke dalam definisi atau rencana tindakan mereka.

Defenisi Kekerasan dan Bentuk Kekerasan

Menurut Permendikburistek No. 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan Kekerasan adalah setiap perbuatan, tindakan, dan/atau keputusan terhadap seseorang yang berdampak menimbulkan rasa sakit, luka, atau kematian, penderitaan seksual/reproduksi, berkurang atau tidak berfungsinya sebagian dan/atau seluruh anggota tubuh secara fisik, intelektual atau mental, hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan atau pekerjaan dengan aman dan optimal, hilangnya kesempatan untuk pemenuhan hak asasi manusia, ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, kerugian ekonomi, dan/atau bentuk kerugian lain yang sejenis.

Bentuk Kekerasan terdiri atas: 1)Kekerasan fisik; 2)Kekerasan psikis; 3) perundungan; 4)Kekerasan seksual; 5)diskriminasi dan intoleransi; 6)kebijakan yang mengandung Kekerasan; dan 7)bentuk Kekerasan lainnya.

Dampak Kekerasan di Sekolah

Sekolah yang aman akan mewujudkan perlindungan siswa dari kekerasan, paparan senjata dan ancaman, pencurian, intimidasi, dan penjualan atau penggunaan narkoba di halaman sekolah. Keamanan sekolah terkait dengan peningkatan hasil belajar siswa dan sekolah. Secara khusus, keamanan emosional dan fisik di sekolah terkait dengan prestasi akademik. Pada saat yang sama, siswa yang menjadi korban pelecehan fisik atau emosional atau yang terlibat dalam penjualan atau penggunaan zat-zat ilegal di halaman sekolah berisiko untuk absensi yang buruk, kegagalan dalam pembelajaran dan putus sekolah.

Tingkat kejahatan dan penyalahgunaan obat terlarang yang dialami sekolah sangat berkorelasi dengan nilai ujian di seluruh sekolah, tingkat kelulusan, dan tingkat kehadiran. Di sekolah dengan tingkat permusuhan kolektif yang lebih tinggi yang diukur dengan laporan siswa tentang perasaan tidak aman, kehadiran geng, dan perkelahian antara kelompok siswa yang berbeda sehingga menyebabkan menurunnya prestasi siswa. Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini terkait dampak bagi korban kekerasan di sekolah.

Program untuk mendukung pendidikan karakter dan pembelajaran tentang keterampilan sosial dan emosional dapat secara substansial meningkatkan keamanan fisik dan emosional siswa. Ini termasuk membina dukungan emosional antara rekan kerja dan staf, mencegah ujaran kebencian, dan menerapkan program yang mengajarkan keterampilan sosial dan emosional seperti resolusi konflik, manajemen kemarahan, dan komunikasi positif. Penelitian eksperimental pada jenis program ini telah menunjukkan bahwa program yang efektif meningkatkan keterampilan dan sikap sosial emosional, meningkatkan frekuensi perilaku sosial yang positif, dan mengurangi frekuensi dan keparahan masalah perilaku dan masalah emosional.

Jenis Bentuk Kekerasan

Kekerasan fisik dapat berupa: 1) tawuran atau perkelahian massal; 2) penganiayaan; 3) perkelahian; 4) eksploitasi ekonomi melalui kerja paksa untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi pelaku; 5) pembunuhan; dan/atau 6) perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan fisik dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kekerasan psikis dapat berupa: 1) pengucilan; 2 penolakan; 3) pengabaian; 4). penghinaan; 5) penyebaran rumor; 6) panggilan yang mengejek; 7) intimidasi; 8) teror; 9) perbuatan mempermalukan di depan umum; 10) pemerasan; dan/atau 10) perbuatan lain yang sejenis.

Kekerasan seksual berupa:

1.  Penyampaian ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban; 

2.     Perbuatan memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja; 

3.  Penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban; 

4.   Perbuatan menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau membuat korban merasa tidak nyaman; 

5.  Pengiriman pesan, lelucon, gambar, foto, audio,bdan/atau video bernuansa seksual kepada korban; 

6.   Perbuatan mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual; 

7. Perbuatan mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual; 

8. Penyebaran informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual; 

9. Perbuatan mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi; 

10. Perbuatan membujuk, menjanjikan, atau menawarkan sesuatu Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual; 

11. Pemberian hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual; 

12.Perbuatan menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban; 

13. Perbuatan membuka pakaian korban;

14. Pemaksaan terhadap Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;

15.Praktik budaya komunitas Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual; 

16. Percobaan perkosaan walaupun penetrasi tidak terjadi; 

17. Perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin; 

18. Pemaksaan atau perbuatan memperdayai korban untuk melakukan aborsi; 

19. Pemaksaan atau perbuatan memperdayai korban untuk hamil; 

20. Pembiaran terjadinya Kekerasan seksual dengan sengaja; 

21. Pemaksaan sterilisasi;

22. Penyiksaan seksual;

23. Eksploitasi seksual;

24. Perbudakan seksual;

25. Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual; dan/atau

26. Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan seksual dalam ketentuan peraturan perundangundangan.

Tindakan diskriminasi dan intoleransi dapat berupa:

a.     Larangan untuk:

     1. Menggunakan seragam/pakaian kerja bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai pengaturan seragam sekolah maupun seragam Pendidik dan Tenaga Kependidikan;

     2. Mengikuti mata Pelajaran agama/kepercayaan yang diajar oleh Pendidik sesuai dengan agama/kepercayaan Peserta Didik yang diakui oleh Pemerintah; dan/atau

     3. Mengamalkan ajaran agama atau kepercayaan yang sesuai keyakinan agama atau kepercayaan yang dianut oleh Peserta Didik, Pendidik, atau Tenaga Kependidikan;

b.  Pemaksaan untuk:

    1. Menggunakan seragam/pakaian kerja bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengaturan seragam sekolah; 

    2. Mengikuti mata Pelajaran agama/kepercayaan yang diajar oleh Pendidik yang tidak sesuai dengan agama/kepercayaan Peserta Didik yang diakui oleh Pemerintah; dan/atau

    3. Mengamalkan ajaran agama atau kepercayaan yang tidak sesuai keyakinan agama atau kepercayaan yang dianut oleh Peserta Didik, Pendidik, atau Tenaga Kependidikan;

Bentuk lain tindakan diskriminasi dan intoleransi dapat berupa perbuatan mengurangi, menghalangi, atau tidak memberikan hak atau kebutuhan Peserta Didik, untuk:

1.     Mengikuti proses penerimaan Peserta Didik;

2.    Menggunakan sarana dan prasarana belajar dan/atau akomodasi yang layak;

3.    Menerima bantuan pendidikan atau beasiswa yang menjadi hak Peserta Didik;

4.     Memiliki kesempatan dalam mengikuti kompetisi;

5. Memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya; 

6.     Memperoleh hasil penilaian pembelajaran;

7.     Naik kelas;

8.     Lulus dari satuan pendidikan;

9.     Mengikuti bimbingan dan konsultasi; 

10. Memperoleh dokumen pendidikan yang menjadi hak Peserta Didik; 

11.Memperoleh bentuk layanan pendidikan lainnya yang menjadi hak Peserta Didik; 

12. Menunjukkan/menampilkan ekspresi terhadap seni dan budaya yang diminati; dan/atau

13. Mengembangkan bakat dan minat Peserta Didik  sesuai dengan sumber daya atau kemampuan yang dimiliki oleh satuan pendidikan.

Langkah-Langkah Satuan Pendidikan untuk Mencegah dan Menangani Kekerasan

Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan meliputi:

1.    Penguatan Tata Kelola

Satuan pendidikan melakukan penguatan tata Kelola dengan cara:

a. Menyusun dan melaksanakan tata tertib dan program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

b.  Menjalankan kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang ditetapkan oleh Kementerian dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan;

c. Merencanakan dan melaksanakan program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

d.  Menerapkan pembelajaran tanpa Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

e.      Membentuk TPPK di lingkungan satuan pendidikan;

Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan yang selanjutnya disingkat TPPK adalah tim yang dibentuk satuan pendidikan untuk melaksanakan Upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan.

f.       Memfasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi TPPK;

g. Melakukan kerja sama dengan instansi atau lembaga terkait dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

h.  Memanfaatkan pendanaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau bantuan operasional sekolah untuk kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

i.  Menyediakan pendanaan untuk kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat; dan

j.    Melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

 2.    Melaksanakan Edukasi

          Satuan pendidikan melakukan edukasi dengan cara:

a. Melakukan sosialisasi tata tertib dan program dalam rangka pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan kepada seluruh Warga Satuan Pendidikan dan orang tua/wali Peserta Didik termasuk bagi penyandang disabilitas.

Sosialisasi dapat dilaksanakan pada kegiatan pengenalan lingkungan satuan pendidikan bagi Peserta Didik baru dan kegiatan lainnya di satuan pendidikan baik melalui media elektronik dan/atau nonelektronik.

b. Melaksanakan penguatan karakter melalui implementasi nilai Pancasila dan menumbuhkan budaya pendidikan tanpa Kekerasan kepada seluruh Warga Satuan Pendidikan.

3.    Penyediaan Sarana dan Prasarana

Satuan pendidikan melakukan penyediaan sarana dan prasarana dengan cara memastikan tersedianya sarana dan prasarana untuk:

a.     Pelaksanaan tugas TPPK minimal berupa kanal pelaporan, ruang pemeriksaan, dan alat tulis kantor;

b.     Keamanan proses pembelajaran;

c.      Keamanan pada ruang publik seperti toilet, kantin, laboratorium;

d.     Pelaksanaan kegiatan edukasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan; dan

e.      Keamanan dan kenyamanan fasilitas lainnya di lingkungan satuan pendidikan.

Satuan pendidikan memastikan tingkat keamanan dan kenyamanan bangunan, fasilitas pembelajaran, dan fasilitas umum lainnya, termasuk penyediaan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas.

Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK)

Satuan pendidikan membentuk TPPK diangkat dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan. TPPK mempunyai tugas melaksanakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

Fungsi TPPK

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, TPPK memiliki fungsi:

1. Menyampaikan usulan/rekomendasi program Pencegahan Kekerasan kepada kepala satuan pendidikan;

2.   Memberikan masukan/saran kepada kepala satuan pendidikan mengenai fasilitas yang aman dan nyaman di satuan pendidikan; 

3. Melaksanakan sosialisasi kebijakan dan program terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan bersama dengan satuan pendidikan;

4.     Menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan Kekerasan;

5. Melakukan Penanganan terhadap temuan adanya dugaan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

6.   Menyampaikan pemberitahuan kepada orang tua/wali dari Peserta Didik yang terlibat Kekerasan;

7.     Memeriksa laporan dugaan Kekerasan;

8.     Memberikan rekomendasi sanksi kepada kepala satuan pendidikan berdasarkan hasil pemeriksaan;

9. Mendampingi Korban dan/atau Pelapor Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

10. Memfasilitasi pendampingan oleh ahli atau layanan lainnya yang dibutuhkan Korban, Pelapor, dan/atau Saksi;

11. Memberikan rujukan bagi Korban ke layanan sesuai dengan kebutuhan Korban Kekerasan; 

12. Memberikan rekomendasi pendidikan anak dalam hal Peserta Didik yang terlibat Kekerasan merupakan Anak yang Berhadapan dengan Hukum; dan

13. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas Pendidikan melalui kepala satuan pendidikan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Wewenang TPPK

Dalam melaksanakan tugas, TPPK berwenang:

1.  Memanggil dan meminta keterangan Pelapor, Korban, Saksi, Terlapor, orang tua/wali, pendamping, dan/atau ahli;

2. Berkoordinasi dengan pihak terkait dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan; dan

3.   Berkoordinasi dengan satuan pendidikan lain terkait laporan Kekerasan yang melibatkan Korban, Saksi, Pelapor, dan/atau Terlapor dari satuan pendidikan yang bersangkutan.

Keanggotaan TPPK

Keanggotaan TPPK berjumlah gasal dan minimal 3 (tiga) orang. Keanggotaan TPPK terdiri atas perwakilan:

1.     Pendidik yang tidak ditugaskan sebagai kepala satuan pendidikan; dan

2.     Komite Sekolah atau perwakilan orang tua/wali.

Dalam hal diperlukan, keanggotaan TPPK dapat ditambahkan tenaga administrasi yang berasal dari perwakilan Tenaga Kependidikan.

Syarat keanggotaan TPPK:

1.     Tidak pernah terbukti melakukan Kekerasan;

2.    Tidak pernah terbukti dijatuhi hukuman pidana dengan ancaman pidana 5 (lima) tahun atau lebih yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau

3.   Tidak pernah dan/atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin pegawai tingkat sedang atau berat.

Persyaratan ini dituangkan dalam surat pernyataan yang ditandatangani dan dibubuhi materai. Dalam hal calon anggota TPPK memberikan pernyataan yang tidak sesuai, dapat dilakukan tindakan hukum. TPPK dipimpin oleh koordinator yang berasal dari unsur Pendidik. Masa tugas TPPK selama 2 (dua) tahun dan dapat diangkat kembali.

Untuk informasi lengkah silakan kunjungi : Merdeka Dari Kekerasan

Pantau sekolahmu untuk apakah sudah membentuk TPPK : Tautan Pantauan

Tautan Download: 

1. Permendikbudristek No 46 Tahun 2023

2. Contoh Surat Pernyataan Keanggotaan TPPK

3. Contoh SK Kepala Sekolah Pembentukan TPPK

4. Panduan Pelaporan Pembentukan TPPK

5. Buku Saku Pencegahan dan Penanganan Kekerasan

6. Juknis PPPK di Satuan Pendidikan

Sumber:

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

https://www.publicsafety.gc.ca/cnt/rsrcs/pblctns/bllng-prvntn-schls/index-en.aspx#a01

0 comments:

Posting Komentar