Dengan
keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 10 Tahun 2025
tentang Standar Kompetensi Lulusan, maka Permendikbudristek Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Standar Kompetensi Lulusan
pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang
Pendidikan Menengah tidak berlaku lagi. Sehingga dampaknya juga profil
lulusan sebelumnya yang berupa Profil Pelajar Pancasila yang terdiri dari 6
rumusan karakter dan kompetensi (Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan
berakhlak mulia; Berkebinekaan global; Bergotong royong; Mandiri; Bernalar
kritis; dan Kreatif) berganti dengan 8 Dimensi Profil Lulusan yang
terdiri dari: keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; kewargaan; penalaran
kritis; kreativitas; kolaborasi; kemandirian; kesehatan; dan komunikasi. Selain
itu juga sebelumnya ada rapor P5 dan sekarang tidak ada lagi rapor P5 diganti
dengan ada satu kolom untuk deskripsi kokurikuler pada rapor yang memuat
mata pelajaran seperti biasanya. Kegiatan kokurikuler ini dilaksanakan untuk semua
kelas dan bukan hanya kelas level bawah saja.
Kegiatan
kokurikuler untuk saat ini akan dilaksanakan dalam tiga bentuk dan salah
satunya berupa penerapan dari 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (7KAIH). Kalau pembiasaan
ini sudah menjadi kegiatan rutin di sekolah, maka dapat dijadikan sebagai salah
satu kegiatan untuk kegiatan kokurikulernya. Misalnya senam pagi, gotong
royong, budi pekerti, literasi, yasinan, dan sebagainya.
Seperti
telah disampaikan pada bagian sebelumnya bahwa kokurikuler bertujuan untuk penguatan,
pendalaman, dan/atau pengayaan kegiatan intrakurikuler dalam rangka pengembangan
kompetensi murid. Kompetensi yang dimaksud adalah delapan dimensi profil
lulusan yang selanjutnya dimaknai sebagai alur perkembangan kompetensi. Dalam merencanakan
kokurikuler, diperlukan beberapa tahapan kerja:
1.
Penentuan Tim Kerja Kokurikuler
Pada awal tahun ajaran, kepala satuan pendidikan membentuk tim kerja
kokurikuler yang terdiri atas kepala satuan pendidikan, guru yang ditugaskan
sebagai coordinator kokurikuler (dalam peraturan yang mengatur beban kerja guru
disebut coordinator pembelajaran berbasis projek), guru kelas dan/atau guru
mata pelajaran, tenaga kependidikan, serta warga satuan pendidikan lainnya yang
relevan. Pembentukan tim ini merupakan wujud nyata kepemimpinan kepala satuan
pendidikan dalam merancang kegiatan kokurikuler yang berdampak bagi penguatan
kompetensi murid.
Dalam pelaksanaannya, tim ini berperan sebagai perancang, pengelola,
sekaligus pendamping murid selama proses kokurikuler berlangsung. Berikut
pembagian peran dalam tim kerja kokurikuler.
2.
Analisis Satuan Pendidikan
Tahapan kerja selanjutnya adalah analisis satuan pendidikan. Kegiatan
kokurikuler memiliki tujuan akhir untuk mencapai delapan dimensi profil lulusan
melalui kurikulum satuan pendidikan, sehingga semua bentuk kegiatan kokurikuler
berorientasi pada kebutuhan belajar murid dengan mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya.
Identifikasi kebutuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
kepala satuan pendidikan memimpin diskusi dengan pendidik, melakukan observasi,
memeriksa dokumen hasil pembelajaran, dan analisis untuk mengidentifikasi
delapan dimensi profil lulusan yang masih memerlukan penguatan. Dimensi yang
masih memerlukan penguatan, cara melakukan penguatan, dan tindak lanjut dari
kegiatan penguatan dimensi tersebut.
3. Membuat perencanaan berdasarkan hasil analisis
Dari hasil analisa keempat hal pada nomor 2 diatas, satuan pendidikan lalu menentukan:
a.
Dimensi profil lulusan yang akan
dipilih dalam kegiatan kokurikuler
Hasil analisis pada tahapan sebelumnya menjadi
dasar satuan pendidikan menentukan dimensi profil yang akan disasar dalam
kegiatan kokurikuler. Berikut ilustrasi penggunaan hasil analisis satuan
pendidikan untuk menentukan dimensi yang akan dicapai melalui kegiatan
kokurikuler:
b.
Tema dalam kegiatan kokurikuler
Keberadaan tema berfungsi mengaitkan kegiatan
kokurikuler sesuai dengan konteks sosial budaya dan karakteristik murid. Tema
dikembangkan oleh satuan pendidikan diperbolehkan menggunakan inspirasi tema
dalam panduan ini. Namun satuan pendidikan didorong untuk membuat tema-tema
lain yang kontekstual dengan kondisi dan
kebutuhan masing-masing.
c.
Bentuk kegiatan kokurikuler
Pengganti P5 pada Satuan Pendidikan
Dalam panduan ini, kegiatan kokurikuler diklasifikasikan ke dalam tiga
bentuk utama yang dapat dipilih dan dikembangkan oleh satuan pendidikan sesuai
dengan karakteristik murid dan konteks satuan pendidikan. Kokurikuler pada
pendidikan kesetaraan dilaksanakan paling sedikit melalui pemberdayaan dan
keterampilan.
Kokurikuler pada satuan pendidikan dapat diintegrasikan dengan kegiatan
intrakurikuler atau diberikan tema dan alokasi waktu tersendiri. Integrasi
dapat dilakukan selama tujuan dan hasil pembelajaran untuk memperkuat delapan
dimensi profil lulusan. Ketiga bentuk utama kokurikuler adalah:
1) Pembelajaran Kolaboratif Lintas Disiplin Ilmu
Kegiatan
kokurikuler melalui pembelajaran kolaboratif lintas disiplin ilmu Pembelajaran
kolaboratif lintas disiplin merupakan kegiatan kokurikuler yang
mengintegrasikan dua atau lebih mata pelajaran/muatan pembelajaran dalam satu
tema yang relevan dengan kehidupan nyata murid. Tujuannya adalah membantu murid
melihat keterkaitan antarilmu sebagai upaya mengembangkan delapan dimensi
profil lulusan serta memperdalam pemahaman melalui pengalaman kontekstual. Tema
yang akan digunakan dapat ditentukan oleh satuan pendidikan dengan didasarkan
pada hasil analisis potensi dan kebutuhan satuan pendidikan serta dimensi
profil lulusan yang perlu ditingkatkan. Lintas disiplin ilmu di satuan
pendidikan dapat dipahami seperti layaknya lintas aspek perkembangan pada
elemen Capaian Pembelajaran satuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan
karakteristik pembelajaran satuan pendidikan yang holistik.
2) Kegiatan Kokurikuler melalui Gerakan 7KAIH
Gerakan 7
Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (G7KAIH) berbasis kebiasaan dan pembelajaran
mendalam yang mengedepankan pembelajaran penuh kesadaran (meaningful
learning), bermakna (mindful learning), dan menyenangkan (joyful
learning). Dalam rangka mencapai sebuah kebiasaan diperlukan pembiasaan,
dan pembiasaan memerlukan ekosistem pendukung yang dilakukan bersama mitra yang
disebut dengan Catur Pusat Pendidikan.
Kegiatan kokurikuler G7KAIH ini fokus pada pembentukan karakter murid
melalui pembangunan pembiasaan positif yang dilakukan secara rutin, konsisten,
dan terencana. Ketujuh kebiasaan tersebut meliputi: 1) Bangun pagi; 2)
Beribadah; 3) Berolahraga; 4) Makan sehat dan bergizi; 5) Gemar belajar; 6)
Bermasyarakat, dan 7) Tidur Cepat. Sebagai kegiatan kokurikuler, G7KAIH bukan
sekedar ajakan moral atau slogan harian, melainkan bagian dari proses
pendidikan karakter yang perlu dirancang melalui identifikasi kebutuhan, tujuan
yang jelas, langkah pelaksanaan yang sistematis, pendampingan, dan asesmen
untuk merefleksikan perubahan kebiasaan dan sikap murid. Pada satuan PAUD,
kegiatan kokurikuler G7KAIH dapat diintegrasikan dengan intrakurikuler selama
tema dan kegiatan terkait dengan 7KAIH.
Kegiatan kokurikuler G7KAIH perlu memperhatikan
persyaratan, antara lain;
a)
tujuan memperkuat minimal satu
dari delapan dimensi profil lulusan;
b)
memperhatikan paduan antara
aktivitas pembiasaan dan pengolahan lanjut hasil catatan harian; dan
c)
asesmen boleh dikaitkan dengan
satu atau lebih mata pelajaran/muatan pembelajaran yang relevan
Implementasi 7KAIH dapat dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas yang
menggembirakan, seperti jurnal kebiasaan harian, tantangan kelas mingguan,
kampanye kebiasaan baik, turun ke lapangan, wawancara dengan tokoh masyarakat
atau tokoh agama, riset, hingga aksi kolaboratif antar kelas atau tingkat.
Berikut gambaran tahapan Pengembangan kegiatan kokurikuler G7KAIH:
Penguatan karakter melalui G7KAIH dilakukan beberapa tahapan, antara
lain penentuan dimensi profil lulusan, penentuan tema, penentuan pembiasaan
(pelaksanaan G7KAIH), penyusunan perencanaan kokurikuler, pelaksanaan
kokurikuler, dan evaluasi dan tindak lanjut.
Penentuan tema dalam kegiatan kokurikuler wajib memperhatikan dimensi
profil lulusan yang ingin dicapai, sekaligus menentukan pembiasaan yang akan
dilakukan. Pembiasaan ditentukan dengan memperhatikan aktivitas kebiasaan yang
akan dilakukan dan dukungan dari Catur Pusat Pendidikan guna membangun
ekosistem pendukung.
Dalam penyusunan perencanaan memperhatikan praktik pedagogis yang
dilakukan, lingkungan dan kemitraan pembelajaran, pemanfaatan teknologi
digital, aktivitas kegiatan yang dilakukan, dan evaluasi dan tindak lanjut.
Pelaksanaan terdiri dari 4 (empat) kegiatan utama, yaitu (i) membangun
kesepakatan antara guru dan murid sebagai upaya membangun kesadaran sekaligus
menjelaskan pelaksanaan kegiatan kokurikuler yang akan dilakukan (catatan
harian, aktivitas pendampingan, dan refleksi); (ii) melaksanakan kebiasaan dan
melakukan monitoring serta melakukan pembahasan secara berkala hasil evaluasi
dari kebiasaan yang dilakukan melalui catatan harian atau jurnal (jurnal
kebiasaan harian, tantangan kelas mingguan, kampanye kebiasaan baik, turun ke
lapangan, wawancara dengan tokoh masyarakat atau tokoh agama, riset, hingga
aksi kolaboratif antar kelas atau tingkat); (iii) melakukan diseminasi dan
advokasi dengan memberikan materi-materi penting dan berinteraksi dengan praktisi
maupun narasumber terkait dengan kebiasaan; dan (iv) membangun kemitraan.
Pada tahapan evaluasi terdiri asesmen dan evaluasi serta tindak lanjut.
Asesmen yang dilakukan untuk melihat dampak yang terjadi setelah dilakukan
pembiasaan. Evaluasi yang dilakukan adalah pelaksanaan kegiatan kokurikuler,
dengan melihat masukan (input), proses (process), hasil (outcome. Dan tindak
lanjut merupakan kebijakan atau program atau aktivitas yang akan dilakukan
setelah melihat hasil asesmen dan evaluasi untuk menyempurnakan keluaran maupun
hasil yang dicapai yang dihasilkan
3) Kegiatan Kokurikuler melalui cara lainnya
Bentuk
kegiatan kokurikuler dalam kategori cara lainnya berupa kegiatan kokurikuler
ciri khas satuan pendidikan berbasis konteks lokal dan kegiatankegiatan
berbasis nilai-nilai satuan pendidikan, dan kegiatan satu disiplin ilmu yang
dalam aktivitasnya terjadi kolaborasi beragam keilmuan dan keahlian.
Dalam hal
ini, satuan pendidikan diberi kebebasan untuk mengembangkan bentuk kegiatan
kokurikuler lain yang sesuai dengan nilai-nilai satuan pendidikan, potensi
satuan pendidikan, kebutuhan murid, dan konteks lokal, sepanjang kegiatan
tersebut memenuhi kriteria kokurikuler.
Kegiatan
yang dirancang oleh satuan pendidikan berdasarkan keunikan lokal, nilai-nilai
khas satuan pendidikan, potensi yang berkembang di masyarakat sekitar, dan
kekayaan budaya atau sosial di daerah tersebut. Misalnya, satuan pendidikan
dapat menyelenggarakan kelas membatik, belajar permainan tradisional, praktik
bertani atau berkebun, sebagai bagian dari upaya melestarikan warisan lokal
sekaligus menanamkan kecintaan terhadap lingkungan dan budaya sendiri. Kegiatan
berdasarkan nilai-nilai khas Lembaga atau yayasan, seperti nilai keislaman di
satuan-satuan Pendidikan dan/atau pondok pesantren yang berafiliasi dengan
lembaga keislaman, nilai kristiani di satuan pendidikan Kristen/Katolik, atau terafiliasi
dengan Lembaga agama lainnya. Kegiatan dari monodisiplin seperti pagelaran
seni, karena dalam aktivitas pagelaran seni terjadi kolaborasi keilmuan dan
keahlian seni serta bidang lainnya yang mendukung.
Bentuk
kegiatan kokurikuler “cara lainnya” ini mengakui bahwa setiap satuan pendidikan
memiliki identitas, konteks, dan kekuatan unik yang patut diangkat dan menjadi
sumber belajar. Selama kegiatan tersebut dirancang secara terencana, melibatkan
murid secara aktif, terdapat asesmen yang relevan dengan mata pelajaran, serta
berorientasi pada delapan dimensi profil lulusan, maka kegiatan tersebut
merupakan kokurikuler. Berikut tahapan pengembangan kegiatan kokurikuler cara
lainnya:
Sumber:
Kemendikdasmen.2025. Panduan Kokurikuler Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan.
0 comments:
Posting Komentar