Se Indonesia,
terdapat ribuan siswa CI yang ada di kelas yang dilabelkan dengan kelas
akselerasi, namun kemampuan, keunggulannya serta kebutuhannya sangat jarang
diketahui sehingga layanan pendidikan bagi mereka banyak yang tidak sesuai.
Keharusan untuk menggunakan prinsip diferensiasi jarang bahkan sedikit sekali
dipenuhi, akibatnya ketika muncul POS UN 2013 terutama butir 5 tidak sedikit
kelas CI repot dibuatnya. Banyak siswa yang dikategorikan CI berguguran sebab
ternyata mereka tidak kategori CI. Banyak sekolah penyelenggara CI mundur tidak
berani menyelenggarakannya lagi. Fenomena demikian di USA mulai terasa sejak
tahun 2003 dan diulangi lagi penegasan malpraktik ini oleh Gary A. Davis tahun
2011 ketika dia melihat malpraktik terjadi di sekolah.
Ada kekawatiran bahwa telah terjadi bahwa yang ada di
kelas CI bukan siswa CI dan yang diselenggarakan kelas CI bukan pula sebenarnya
kelas penyelenggaraan tetapi kelas regular saja. Selama ini memang belum
diketahui melalui riset khusus CI tentang berapa banyak siswa CI yang bosan dan
terganggu oleh siswa non CI di kelas CI yang belajar materi lebih lambat.
Demikian pula berapa kelas yang mengaku CI tetapi sebenarnya mereka hanya kelas
biasa saja. Akibat dari malpraktik yang demikian siswa CI yang murni/sebenarnya
menjadi tertekan dan sangat terbebani karena belajar materi pelajaran di bawah
kemampuannya serta berpura-pura belajar atau melakukan sesuatu untuk
menghindari materi pelajaran yang tidak penting. Itulah sebabnya pembelajaran
harus menantang, penting dan cepat, namun tuntutan tersebut sulit dipenuhi,
akibatnya sekarang ini sekolah penyelenggara CI mengalami krisis yang serius
dan kelas menjadi quiet crisis sebab
siswa memilih diam diri. (Joseph Renzulli & Park S. 2002). Pada saat itu
siswa CI mengalami underachievement yaitu
siswa CI cerdas tetapi prestasinya rendah.
Kesadaran untuk menyesuaikan keunggulan siswa CI dengan
habitat belajarnya tidak mudah untuk diciptakan sehingga banyak orang tua
bahkan banyak para pendidik memandang pemberian layanan yang sesuai dengan
keunikannya dan keunggulannya sebagai tindakan elitis dan mengabaikan keadilan
pada siswa. Kritik lain yang muncul juga dari aspek tambahan biaya
penyelenggaraan pendidikan bagi CI seperti halnya menganggap bahwa model pull out telah menggantikan model kelas
regular yang selama ini berjalan. Namun jika dirasakan dan dilogikakan lebih
mendalam ternyata tidak demokratis dan diskriminatif bila anak yang jelas
berbeda potensi dan keunggulannya diperlakukan sama dengan siswa reguler yang
jelas beda. Disinilah dibutuhkan payung hukum tentang hak siswa CI untuk
mendapatkan pendidikan yang sesuai.
Gerakan
penyelenggaraan layanan pendidikan bagi siswa CI semakin meluas walaupun
perkembangannya tidak merata, ada beberapa Negara terutama di Eropa yang
membatasi layanan siswa CI bukan dalam bentuk kelas atau sekolah CI tetapi
hanya dalam bentuk grade skipping
saja. Dalam perkembangan layanan CI ini akhirnya ada beberapa corak layanan Ci
bahkan ada layanan CI semua yaitu layanan pendidikan CI yang hanya papan nama
namun di dalam praktek pembelajaran sama dengan regular karena pelajarannya,
mengajarnya dan gurunya sama dengan reguler. Sebenarnya dilihat dari segi biaya
dan efektivitas maka layanan pendidikan bagi siswa CI dapat menempuh model grade skipping (Colangelo, N. Assouline
S.G & Cross M. 2004: 77).
Penyelenggaraan layanan pendidikan bagi siswa CI akan
selalu terjadi kekacauan ketika mereka tidak dengan senagaja dilakukan
pengelompokan. Siswa CI ada yang dilayani dengan separuh waktu melalui program
khusus tetapi ada yang diselenggarakan dengan full time dalam kelas khusus dan diperkaya dengan kurikulum khusus.
Pengelompokan siswa CI yang dilakukan ternyata dalam kajian Kulik (2003 :268-281) mempunyai pengaruh signifikan
terhadap tingkat akademik siswa. Pendidikan bagi CI memiliki masalah yang
serius apabila tidak dikenakan pengelompokan, sehingga pengelompokan harus
dipandang sebagai bagian strategi yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kajian ini
diberikan beberapa kesimpulan penelitian yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan CI serta pengaruhnya pada tingkat akademik siswa CI.
Catatan: rentangan 35-70 maknanya
efek pengaruh akademiknya cukup tinggi, sedang rentangan lebih 70 efek
akademiknya tinggi.
Berdasarkan pada
tabel diatas memperlihatkan bahwa tipe penyelenggaraan layanan pendidikan CI
model grade skipping merupakan
layanan yang pengaruh akademiknya tinggi bagi siswa CI. Dalam model grade skipping ini siswa CI
diperbolehkan mengikuti pelajaran di atasnya ketika siswa dipandang mempunyai
kemampuan tinggi dan layak belajar lebih cepat melalui kelasnya. Karena itu
guru perlu menvariasikan layanan CI bukan hanya menerapkan model percepatan
tetapi dapat pula mengkombinasikan berbagai tipe layanan pendidikan CI. Dalam pelaksanaan layanan pendidikan
CI tuntutan yang harus dipenuhi oleh semua penyelenggara adalah kurikulum
modifikasi atau diferensiasi (Wiggins. G.
& Tc Tigue. J. 1998., Rim. S. 2008. A. C. Tomlinson. 2003.)
Pilihan penyelenggaraan pendidikan apakah model pengayaan
maupun model percepatan seharusnya didasarkan pada karakter siswa CI. Tentu
menjadi kurang tepat ketika siswa Ci yang bertipe/berkarakter pengayaan (enrichment) di sekolah di kelaskan pada
kelas percepatan atau sebaliknya yang berkarakter percepatan di kelaskan pada
kelas pengayaan. Selama ini di sekolah belum mempertimbangkan hal itu sebab
sekolah langsung sejak sebelum adanya penerimaan siswa CI telah dikelaskan ke
kelas percepatan pada hal siswa Ci yang berhasil dijaring belum tentu mereka
bertipe accelerated. Inilah praktek keliru di sekolah yang menganggap semua
siswa bertipe percepatan sehingga semua siswa CI dianggap dan cocok dengan
kelas percepatan (akselerasi). Disinilah diperlukan asesmen agar terjadi kesesuaian antara
kelas yang disediakan dengan keadaan riil siswa Ci yang masuk.
0 comments:
Posting Komentar