PERKEMBANGAN PSIKOLOGI
ANAK UNTUK GURU DAN ORANG TUA
Oleh:
Adi Saputra
Sejak abad
ke-20 mulai terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan dan
pengajaran. Perubahan tersebut membawa perubahan pula dalam cara-cara
pembelajaran di sekolah. Dari cara pengajaran lama dimana siswa-siswa harus
diajar dengan diberi pengetahuan sebanyak mungkin dalam berbagai mata
pelajaran, berangsur-angsur beralih menuju ke arah penyelenggaraan sekolah
progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan, dan sekolah yang menekankan pada
keaktifan siswa di dalam pembalajaran. Mula-mula situasi pembelajaran di
sekolah lebih menonjolkan peranan guru dengan tujuan untuk penguasaan materi
pelajaran yang direncanakan oleh guru (teacher centre). Siswa lebih
bersifat pasif dan hanya tinggal menerima apa yang disuguhkan oleh guru.
Kurikulum sepenuhnya direncanakan dan disusun oleh guru atau sekolah tanpa
mengikutsertakan siswa.
Berdasarkan
studi psikologi belajar yang baru serta sosiologi pendidikan, maka masyarakat
pendidikan menghendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan, dan kesiapan siswa untuk belajar, serta
dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial sekolah. Gagasan ini awalnya
dikemukakan oleh John Dewey dengan “pendidikan progresif”, yang
menggambarkan adanya situasi kebalikan dari kenyataan mula di mana guru sebagai
penguasa dan sekarang siswa memegang tampuk kepemimpinan. Dengan perkataan lain
jika dulu guru memegang otoritas, sekarang guru menjadi “pelayan” dari siswanya (student centre).
Berdasarkan
penjelasan di atas maka seharusnya guru atau orang tua untuk dapat memahami
siswa atau anaknya. Proses memahami ini bertujuan agar guru atau orang tua bisa
mengarahkan siswa atau anak untuk mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan
hidup yang sesuai dengan harapan yang dicita-citakan bersama. Sehingga pada
akhirnya tidak terjadi rasa frustasi dari guru atau orang tua karena tidak
dapat memahami siswa atau anaknya. Di samping itu juga untuk menghindari kasus
“salah asuhan” terhadap anak.
Guru atau
orang tua sering mengeluh tentang tingkah laku siswa atau anaknya yang tidak
bisa di atur atau selalu membangkang. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi
bila guru atau orang tua memahami perkembangan psikologi anak, terutama pada
masa pra-remaja. Karena pada masa ini siswa atau anak mempunyai sifat mudah
marah dan jengkel atau agresif terhadap orang lain. Dengan demikian diharapkan
guru bukan memarahi atau menghukum siswa atau anak tersebut melainkan
mengarahkannya dengan penuh persahabatan. Jadi di sini perlu sekali guru atau
orang tua memahami perkembangan psikologi siswa atau anak untuk menghindari
perlakuan yang merugi baik bagi guru atau orang tua mau pun bagi siswa atau
anak itu sendiri.
Maka
untuk memberikan pemahaman tentang perkembangan psikologi anak, berikut ini akan
dijelaskan tahap-tahap perkembangan anak yang dilengkapi perlakukan-perlakuan
yang diperlukan dalam pendidikan baik di sekolah atau di rumah yang sesuai
dengan tingkat-tingkat perkembangan siswa atau anak tersebut. Tahap
perkembangan psikologi manusia terdiri dari sembilan tahap yang akan diuraikan
secara singkat sebagai berikut:
1.
Tahap Perkembangan Prenatal (2,5 – 9
bulan)
Dalam tahap
ini sebenarnya belum terjadi perkembangan psikologis pada manusia. Perkembangan
yang terjadi hanyalah perkembangan fungsi dari organ-organ yang tumbuh dengan
indivuduasi dan diferensiasi. Perkembangan ini lebih bersifat pematangan fungsi
saraf serta refleks untuk menggerakkan tubuh insan bayi.
Perlakuan-perlakuan yang diperlukan:
a.
Penjagaan
kesehatan lingkungan fisiologis ibu.
b.
Pemeliharaan
makanan (gizi, protein, vitamin).
c.
Pemeliharaan
tingkah laku orang tua terutama ibu yang tengah mengandung untuk menghindari
sifat-sifat hereditas yang mengganggu perkembangan fungsi fisiologis bayi.
d.
Pengendalian
tingkah laku dan sikap-sikap negatif pada diri ibu kandung.
2.
Tahap Perkembangan Vital (sejak lahir
– 2 tahun)
Dalam tahap
ini, perkembangan di mulai ketika anak dilahirkan, selama tahun pertama, dan
selama tahun kedua. Pada saat-saat kelahiran terjadi tiga kejadian penting,
yaitu lahir, menangis, dan tidak berdaya. Menurut Sigmund Freud, menangisnya
bayi ketika dilahirkan merupakan ekspresi dari rasa takut dan keinginan untuk
regresi. Rasa takut dan pemberontakan bayi terjadi karena berbedanya keadaan
yang dialami ketika di dalam kandungan dengan keadaan yang baru dia rasa akibat
stimuli lingkungan.
Perkembangan-perkembangan
pada tahun pertama meliputi perkembangan:
a.
Fungsi-fungsi fisiologis seperti; menggerakkan anggota badan,
menolehkan kepala, membuka dan menutup kepalan tangan, meremas dan menarik
selimut, melihat dan meraih benda-benda, menelungkup, menelentang, merayap,
duduk, merangkak, dan merambat.
b.
Fungsi-fungsi psikologis seperti; heran, terkejut, takut,
gelisah, senang, menggigit makanan dan benda-benda dengan mulut, memperhatikan,
dan mengamati stimuli dengan indra.
c.
Fungsi-fungsi sosial seperti; menangis, meraba, senyum,
tertawa, penampilan kemarahan, memanggil mamah dan papahnya,
imitasi/meniru-niru suara, gerakan atau gaya, bermain “ciluk….baaa….”, dan
mengenal bahasa isyarat.
Perkembangan
pada tahun kedua masih merupakan kelanjutan perkembangan pada tahun pertama.
Beberapa perkembangan yang nyata pada tahun kedua ini antara lain:
a.
Segi fisiologis; dapat merambat, melempar,
membanting benda, dan berjalan.
b.
Segi psikologis; dapat mengenal suara, mengenal
benda, mengenal orang membedakan suara, membedakan stimuli lain, dan pembiasaan
diri misalnya kencing dan buang air besar.
c.
Segi sosial; dapat menyatakan keinginan,
memanggil dan mengajak, menolak ajakan, dan bermain bersama.
Perlakuan-perlakuan yang diperlukan:
a.
Pemeliharaan
makanan dan gizi bagi anak.
b.
Pembiasaan
(dresseur) untuk dapat hidup teratur,
misalnya dalam hal makan, tidur, dan buang air.
3.
Tahap Perkembangan Ingatan ( 2 – 3
tahun)
Dalam tahap ini fungsi ingatan anak
mulai berkembang. Berkembang ingatan anak disebabkan karena fungsi pengamatan
yang sudah mampu menerima kesan-kesan dan dengan dibantu oleh perhatiannya
mampu mengadakan pencaman terhadap kesan-kesan yang diterimanya. Di samping
itu, kesadaran anak telah mampu menampung setiap hasil pengamatan.
Perlakuan-perlakuan yang diperlukan:
a.
Latihan
indra.
b.
Latihan
perhatian.
c.
Latihan
ingatan.
4.
Tahap Perkembangan Keakuan dan
Imajinasi (3 – 4 tahun)
Dalam tahap
ini kesadaran anak tentang dirinya mulai timbul. Anak mulai menyadari bahwa
dirinya berhubungan dengan kepentingan-kepentingan orang lain. Dia pun
menyadari, bahwa ia masih dikuasai dan dibatasi oleh orang lain. Oleh kenyataan
ini, anak mengalami kegoncangan psikologis. Dia ingin menunjukkan dirinya dan
minta perhatian. Anak sering mengadakan perlawanan terhadap orang lain terutama
terhadap orang tuanya, suka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
keinginan orang lain seperti berbicara kasar, membanting benda, dengan sengaja
melawan atau menentang aturan dan suruhan orang tua. Perkembangan tahap ini
sering disebut orang sebagai masa “trotzalter”. Masa ini sering mundur
sampai anak berumur 5 tahun. Dalam tahap ini, imajinasi anak juga mulai
berkembang, sehingga pada masa ini anak sering berkhayal.
Perlakuan-perlakuan yang diperlukan:
a.
Menghindari
perlakuan memanjakan.
b.
Menghindari
perlakuan yang bersifat hukuman.
c.
Membimbing
penyesuaian diri pada anak dengan lingkungannya.
5.
Tahap Perkembangan Pengamatan (4 – 6
tahun)
Sebenarnya
pengamatan anak sudah berkembang sejak anak masih berumur 2 tahun, namun pada
tahap ini pengamatan berkembang dengan pesat. Bahkan fungsi pengamatan anak
dalam usia ini sangat dominan, sehingga mempengaruhi perkembangan aspek-aspek
lain dari pribadi anak. Dengan dominannya perkembangan pengamatan anak pada
usia ini maka pengenalan anak terhadap alam sekitar semakin meluas dan
terarah. Anak mulai aktif mempelajari
seluk beluk alam sekitar dengan pengindraannya yang sangat peka. Anak suka
mendengarkan lagu anak-anak, cerita anak-anak, melihat gerak-gerik,
benda-benda, dan gambar-gambar.
Perlakuan-perlakuan yang diperlukan:
a.
Menciptakan
lingkungan yang sehat dan mendidik.
b.
Melatih
fungsi pengamatan.
c.
Memberi
teladan-teladan hidup yang positif.
d.
Memberi
stimuli dan informasi yang objektif.
6.
Tahap Perkembangan Intelektual (6/7 –
12/13 tahun)
Tahap
perkembangan intelektual anak dimulai ketika anak sudah dapat berpikir atau
mencapai hubungan antar kesan secara logis serta membuat keputusan tentang apa
yang dihubung-hubungkannya secara logis. Perkembangan intelektual ini biasanya
di mulai pada masa anak siap memasuki sekolah dasar. Dengan berkembangnya
fungsi pikiran anak, maka anak sudah dapat menerima pendidikan dan pengajaran.
Masa perkembangan intelektual ini meliputi:
a.
Masa siap bersekolah; seperti penjelasan di atas.
b.
Masa bersekolah; (umur 7 – 12 tahun).
Ciri-ciri pribadi anak:
1)
Kritis
dan realitis.
2)
Banyak
ingin tahu dan suka belajar.
3)
Ada
perhatian terhadap hal-hal yang praktis dan kongkret dalam kehidupan
sehari-hari.
4)
Mulai
timbul minat terhadap bidang-bidang pelajaran tertentu.
5)
Sampai
umur 11 tahun anak suka minta bantuan kepada orang dewasa dalam menyelesaikan
tugas-tugas belajarnya.
6)
Setelah
umur 11 tahun, anak mulai ingin bekerja sendiri
dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar.
7)
Mendambakan
angka-angka raport yang tinggi tanpa memikirkan tingkat prestasi belajarnya.
8)
Anak
suka berkelompok dan memilih teman-teman sebaya dalam bermain dan belajar.
c. Masa pueral (umur
11/12 tahun)
Pada umur-umur berapa masa pueral ini berlangsung, belum ada
ketentuan yang jelas. Bahkan masa pueral ini sepertinya bersamaan dengan masa
pra-remaja. Secar umum dapat dikatakan, bahwa masa pueral terjadi pada akhir
masa sekolah dasar. Beberapa ciri pribadi anak-anak masa pueral antara lain:
1)
Mempunyai
harga diri yang kuat.
2)
Ingin
berkuasa dan menjadi juara.
3)
Tingkah
lakunya banyak berorientasi kepada orang lain dan suka bersaing.
4)
Suka
bergaya tetapi pengecut.
5)
Suka
memerankan tokoh-tokoh besar.
Perlakuan-perlakuan
yang diperlukan:
a.
Memberi
latihan berpikir.
b.
Memberi
pengalaman langsung.
c.
Memberikan
motivasi intrinsik agar anak mau belajar secara oto-aktif.
d.
Menggunakan
evaluasi sebagai sarana motivasi belajar.
e.
Memberikan
bimbingan secara psikologis, adil, dan fleksibel.
7.
Tahap Perkembangan pra-remaja ( 13 –
16 tahun)
Pergantian
masa pueral dengan masa pra-remaja ini sering terjadi secara mendadak, sehingga orang sering lupa terhadap
waktu pergantian masa ini. Masa pra-remaja ini bersamaan dengan masa puber. Hal ini sering menambah
bingungnya para pengamat psikologi perkembangan, karena timbulnya pubertas pada
anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan dimana perempuan lebih dulu dari
pada laki-laki. Karena itu, ada yang menyebut masa ini sebagai masa negatif, di samping itu ada yang
menyebut sebagai “trotzalter” yang
kedua, dengan kenyataan bahwa sifat pubertas anak laki-laki dan anak perempuan
berbeda seperti berikut:
a. Sifat-sifat negatif anak perempuan
pada masa pra-remaja antara lain:
1)
Mudah
gelisah dan bingung.
2)
Kurang
suka bekerja (ogah-ogahan).
3)
Mudah
jengkel dan marah.
4)
Pemurung,
kurang bergembira.
5)
Membatasi
diri dari pergaulan umum.
6)
Agresif
terhadap orang lain.
b. Sifat-sifat negatif anak laki-laki
pada masa pra-remaja antara lain:
1)
Mudah
lelah.
2)
Malas
bergerak/bekerja.
3)
Suka
tidur dan bersantai-santai.
4)
Mempunyai
rasa pesimis dan rendah diri.
5)
Perasaan
mudah berubah, senang-sedih-yakin-gelisah silih berganti.
Menurut para ahli, sifat-sifat
negatif anak pra-remaja ini berhubungan dengan kondisi pertumbuhan bilogis,
yaitu mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin secara radikal. Hal ini
menimbulkan perubahan besar dalam tubuh anak pra-remaja, sedangkan perubahan
itu tidak dipahami oleh yang bersangkutan sehingga menimbulkan rasa heran,
malu, khawatir, dan sebagainya.
Perlakuan-perlakuan yang diperlukan:
a. Hindarilah sikap menunggu/membiarkan tingkahlaku negatif
anak pra-remaja.
b. Mendekati anak dengan penuh
persahabatn.
c. Memberi petunjuk dan pengarahan secara
simpatik dengan menumbuhkan kepercayaan pada anak terhadap pendidikan.
d. Jangan mengekang, tetapi juga jangan
membiarkan.
8.
Tahap Perkembangan Remaja (16 -20
tahun)
Setelah masa pra-remaja berakhir,
anak mempunyai kebutuhan akan adanya teman atau sahabat yang diharapkan dapat
memahami penderitaan dirinya serta membantunya mengatasi persoalan pribadinya
itu. Pada tahap ini anak mulai terdorong untuk mencapai pedoman hidup yang
bernilai bagi dirinya. Dalam tahap ini sifat antara anak laki-laki dan anak
perempuan terdapat perbedaan mencolok dan bahkan bertentangan.
Beberapa sifat yang berbeda tersebut
dapat dikemukakan di bawah ini:
a. Sifat anak laki-laki remaja:
1)
Aktif
dan suka memberi.
2)
Suka
memberi perlindungan.
3)
Aktif
meniru pribadi pujaannya.
4)
Tertarik
pada hal yang bersifat abstrak dan intelektual.
5)
Berusaha
menunjukkan diri mampu dan bergengsi.
b. Sifat anak perempuan remaja:
1)
Pasif
dan suka menerima.
2)
Suka
mendapat perlindungan.
3)
Pasif
tetapi mengagumi pribadi pujaannya.
4)
Tertarik
kepada hal-hal yang bersifat kongkret dan emosional.
5)
Berusaha
menuruti dan menyenangkan orang lain.
Perlakuan-perlakuan
yang diperlukan:
a.
Memberi
kepercayaan kepada anak untuk melaksanakan tugas-tugas.
b.
Mengevaluasi
dan mengarahkan belajar anak secara bijaksana.
c.
Membimbing
penemuan pandangan hidup yang sesuai dengan pribadi dan lingkungannya.
d.
Menanamkan
semangat patriotik/kecintaan kepada bangsa dan tanah air.
e.
Memupuk
jiwa dan semangat wiraswasta di berbagai bidang.
Sumber:
Wasty Soemanto. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
wah bener juga tuh, hehe bagus gan bisa buat tugas kuliah :D
BalasHapusFakta Penting Mengenai Anak Kedua