Perkembangan
teknologi dan masa pandemi Covid-19 ini mendorong guru untuk lebih kreatif dan
memahami serta memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran agar bisa menciptakan
lingkungan belajar yang dinamis. Apa lagi saat ini siswa sudah mulai
pembelajaran tatap muka di beberapa daerah dengan pembelajaran secara bergilir
dan bisa jadi setiap siswa sekali dalam seminggu ke sekolah dengan waktu yang
terbatas. Sehingga kalau kita guru atau pihak sekolah tidak merancang pembelajaran
dengan baik, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai sesuai dengan
perencanaan yang sudah dibuat. Guru ataupun pihak sekolah pasti sudah mencoba
dengan berbagai strategi/metode ataupun model pembelajaran yang berkembang saat
ini. Salah satu contohnya mulai berkembangnya model pembelajaran seperti model Blended
Learning.
Blended Learning ini sejalan dengan Era
Revolusi Industri 4.0 termasuk dalam dunia pendidikan harus menyesuaikan.
Di samping itu juga dari beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa Blended
Learning lebih baik hasil pembelajaran yang didapatkan dibandingkan tatap
muka ataupun pembelajaran online semata.
Pada awalnya istilah Blended Learning digunakan untuk menggambarkan pembelajaran yang mencoba untuk menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online. Konsep Blended Learning pun mulai berkembang dengan adanya beberapa ahli yang mengembangkan dan mendefinisikan model Blended Learning. Maka pada tulisan ini penulis akan memaparkan tentang pengertian, tantangan, tujuan, jenis, sampai penerapannya di kelas ataupun sekolah.
Apa itu Blended Learning?
Blended Learning dapat didefenisikan
sebagai “the mixing of face-to-face teaching and online learning” merupakan kombinasi pembelajaran berbasis online dengan
pembelajaran dengan cara tatap muka (face-to-face) di kelas
(konvensional). Istilah lain dari Blended Learning adalah Hybrid Course. Blended Learning didefinisikan sebagai
proses belajar yang mengkombinasikan pembelajaran secara tatap muka dan
pembelajaran berbasis komputer, baik online ataupun offline (Dwiyogo, 2018).
Blended learning dalam kosa kata bahasa indonesia dapat diartikan sebagai
pembelajaran campuran, dikatakan campuran karena blended learning memadukan secara harmonis antara keunggulan pembelajaran tatap
muka dengan keunggulan- keunggulan pembelajaran daring (online) dalam rangka mencapai capaian belajar siswa. Dalam pembelajaran campuran
siswa tidak hanya mendapatkan pengalaman belajar saat didampingi guru di kelas
ataupun di luar kelas, namun juga mendapatkan pengalaman belajar yang lebih
luas secara mandiri.
Garrison
(2004) dalam (Kaur, M, 2013) juga menyatakan bahwa Blended learning
merupakan kombinasi yang efektif dengan berbagai model penyampaian, model
pengajaran dan gaya pembelajaran yang dapat dilakukan dalam lingkungan belajar
yang interaktif pada pembelajaran online (e-learning) dan
pembelajaran tatap muka. Sehingga model ini dapat diterapkan pada mata
pelajaran apa pun.
Blended learning dapat mengatasi masalah
pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar serta motivasi belajar siswa. Akan
tetapi keberhasilan dari implementasi Blended learning tidak bisa
terjadi secara otomatis, hanya karena komponen online (e-learning)
ditambahkan ke lingkungan pembelajaran secara tatap muka (face-to-face).
Pemahaman akan kekuatan dan keterbatasan kedua model pembelajaran itu
bermanfaat namun itu belum cukup cukup. Karena menurut Cheung, W. S., &
Hew, K. F., (2014) hal yang terpenting dalam implementasi model blended
learning adalah bagaimana seseorang guru menemukan perpaduan yang tepat antara
model yang berbeda dalam perancangan instruksional yang efektif. Laurillard, D
(2014) juga menyatakan bahwa Blended learning dapat meningkatkan
pengalaman mengajar guru dan belajar siswa karena memungkin mereka untuk
terlibat aktif pada pembelajaran di kelas dan pembelajaran jarak jauh dengan
menggunkan teknologi seperti e-learning.
Seperti apa Implementasi Blended Learning?
Dalam implementasinya blended learning memang bersifat fleksibel akan tetapi ada banyak hal yang harus diperhatikan agar pembelajaran dapat berjalan efektif dan bermanfaat. Membuat pembelajaran menjadi lebih realistis dari segi waktu, tenaga, dan sumber daya. Oleh karena itu pentingnya suatu lembaga untuk membuat kebijakan, perencanaan, sumber daya, sistem penjadwalan, dan dukungan yang diperlukan untuk memastikan bahwa penerapan model Blended learning menjadi sukses.
Pembelajaran Blended
Learning (campuran) terjadi jika materi pembelajaran 30%-79% dapat
dipelajari siswa melalui daring. Klasifikasi pembelajaran campuran ditinjau
dari akses siswa terhadap materi pembelajaran disajikan pada tabel di bawah
ini.
Komposisi blended
yang sering digunakan yaitu 50/50, artinya dari alokasi waktu yang disediakan,
50% untuk kegiatan pembelajaran tatap muka dan 50% dilakukan pembelajaran online.
Atau ada pula yang menggunakan komposisi 75/25, artinya 75% pembelajaran
tatap muka dan 25% pembelajaran online.
Demikian pula dapat dilakukan 25/75, artinya 25% pembelajaran tatap muka
dan 75% pembelajaran online.
Pertimbangan
untuk menentukan apakah komposisinya 50/50, 75/25 atau 25/75 bergantung pada
analisis kompetensi yang ingin dihasilkan, tujuan mata pelajaran, karakteristik
siswa, interaksi tatap muka, strategi penyampaian pembelajaran online atau
kombinasi, karakteristik, lokasi siswa, karakteristik dan kemampuan guru, dan
sumber daya yang tersedia.
Berdasarkan
analisis silang terhadap berbagai pertimbangan tersebut, guru akan dapat menentukan
komposisi (persentase) pembelajaran yang paling tepat. Namun demikian, pertimbangan
utama dalam merancang komposisi pembelajaran adalah penyediaan sumber
belajar yang cocok untuk berbagai karakteristik siswa agar dapat belajar
lebih efektif, efisien, dan menarik. Dalam skenario pembelajaran berikutnya
tentu saja harus memutuskan untuk tujuan mana mana yang dilakukan dengan
pembelajaran tatap muka, dan bagian mana yang offline dan online.
Misalnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani, pada saat menjelaskan
pengetahuan dan teknik gerak dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis
komputer (offline), untuk melihat aplikasi gerakan dalam suatu
pertandingan dapat dilakukan melalui akses internet (online), dan pada saat
menjelaskan dan mendemonstrasikan, melatih keterampilan, melatih disiplin, dan sportivitas
lebih cocok dilakukan dengan tatap muka. Demikian pula dalam pembelajaran Bahasa
Inggris sebagai bahasa kedua di mana guru atau instruktur semua kegiatan berbasis audio (pemahaman
pendengaran, ekspresi oral) akan berlangsung di ruang kelas, sedangkan kegiatan
berbasis teks akan dilakukan secara online.
Yang penting, pembelajaran berbasis blended learning bertujuan untuk memfasilitasi terjadinya belajar dengan menyediakan berbagai sumber belajar dengan memperhatikan karakteristik siswa dalam belajar. Pembelajaran juga dapat mendorong siswa untuk memanfaatkan sebaik-baiknya kontak face-to-face dalam mengembangkan pengetahuan. Lalu, persiapan dan tindak-lanjutnya dapat dilakukan secara offline dan online. Program belajar yang total online tidak dianjurkan untuk pembelajaran yang masih mempertimbangkan perlunya kontak tatap muka antara guru dan siswa. Namun, dalam pembelajaran ada kalanya siswa tidak dapat datang karena berbagai kendala, misalnya pada mata pelajaran pendidikan jasmani ada sebagian siswa yang aktif sebagai olahragawan yang mempunyai jadwal latihan dan pertandingan yang ketat dan tidak sinkron dengan jadwal pemebalajaran, maka pembelajaran berbasis offline dan online menjadi memungkinkan untuk dilakukan pada kelas reguler siswa.
Apa saja Tantangan dalam Penerapan Blended Learning?
Awalnya, pemanfaatan e-learning sangat diunggulkan dibanding dengan pembelajaran konvensional secara tatap muka (face-to-face). Hal ini karena dengan e-learning, pembelajaran dapat lebih terbuka, fleksibel dan dapat terjadi kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja. Intinya perkembangan ini mendorong perubahan paradigma pendidikan dari teacher centered learning menjadi student centered learning. Tetapi untuk mengarah kepada pelaksanaan 100% e-learning, seringkali kesiapan SDM menjadi salah satu tantangannya. Masyarakat Indonesia seringkali mampu menyediakan infrastruktur, tetapi optimalisasi perangkat dan efek keberlanjutannya masih selalu dipertanyakan.
Dari berbagai
hasil penelitian yang ada, kendala terbesar e-learning adalah
interaktivitas langsung antara siswa dengan gurunya. Bagaimanapun belajar
merupakan proses dua arah. Siswa memerlukan feedback atau umpan balik dari
guru dan sebaliknya sang guru juga memerlukan feedback dari siswa.
Melalui cara ini akan didapat hasil belajar yang lebih efektif, tepat sasaran.
Hal ini menjawab mengapa program e-learning di banyak lembaga atau
institusi tidak selalu mendapat hasil memuaskan. Seringkali materi sudah banyak
dan tersedia dengan lengkap. Orang juga bisa belajar kapan saja dan di mana
saja, bisa dari kantor, rumah, hotel, maupun di kafe asal terkoneksi lewat
jaringan nirkabel. Namun tetap saja tingkat penggunaan materi-materi e-learning
tersebut tergolong rendah. Jika
dianalisis secara sederhana, seseorang butuh teman dan butuh feedback
langsung dalam pembelajaran.
Kemudian
kendala lanjutan dari e-learning adalah
adanya “kesan kesendirian” yang tercipta sehingga seseorang tidak bisa bertahan lama dalam
belajar. Hanya dalam waktu setengah jam, seseorang sudah malas dan tidak
terlalu termotivasi untuk melanjutkan proses pembelajarannya. Hal ini terjadi bukan
karena materi yang ada tidak bagus atau sistem online dari materi yang
disajikan kurang interaktif, melainkan seseorang merasa sedang sendiri dan dia
perlu orang lain. Meskipun buat seorang pembelajar sejati itu bukanlah alasan,
namun fakta menunjukkan bahwa orang tidak bisa bertahan lama belajar di depan
komputer/laptop maupun HP.
Alasan lain, guru perlu sekali-sekali memikirkan kembali pertanyaan
penting: “Apakah yang perlu dipelajari, dianggap bernilai, dan mampu dilakukan
oleh peserta didik kita?” dan “Apakah kita mempersiapkan peserta didik
kita untuk hidup di dunia yang akan mereka hadapi pada saat mereka lulus dan
setelah mereka lulus?” Pendidik perlu terus menerus meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya membelajarkan siswa dalam kerangka pikir Technological,
Pedagogical, and Content Knowledge (TPCAK) agar dapat membelajarkan siswanya
secara efektif, Pola pikir TPCAK ini digambarkan pada gambar di bawah ini.
Kerangka
pikir TPACK memberikan cara untuk mengidentifikasi ciri dari pengetahuan yang diperlukan guru untuk mengintegrasikan
teknologi ke dalam pembelajarannya, sementara juga menyadari kompleksnya
pengetahuan yang harus dimiliki guru yang memiliki banyak aspek. Di bagian
tengah kerangka TPACK adalah kombinasi dari tiga bentuk pengetahuan utama: pengetahuan
tentang isi pelajaran (mendeskripsikan apa materi pokok yang dibelajarkan dalam
bidang tertentu, meliputi teori, proses, dan praktik-praktik yang sudah
terbiasa); pengetahuan pedagogik yang dicirikan dengan strategi dan metode yang
digunakan guru di kelas untuk membelajarkan siswa), dan pengetahuan teknologi yang
terus berkembang dan mengalir.
TPACK
mendeskripsikan interseksi penting dari ketiga macam pengetahuan yang harus
dimiliki guru sebagai tempat di mana pembelajaran yang efektif dapat
berlangsung. Teknologi di sini berarti bagaimana guru mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan teknologinya untuk memanfaatkan sumber-sumber belajar online
yang tersedia untuk dimasukkan ke dalam proses pembelajaran mata pelajaran yang
dibinanya. Pedagogi yang dipilih guru bisa bervariasi, bergantung kelasnya dan siswanya.
Content juga bervariasi, menurut binaan masing-masing guru.
Oleh karena
itu guru sebagai pendidik perlu terus menerus belajar sepanjang hayat agar
dapat meningkatkan layanannya terhadap siswa
yang dipercayakan kepadanya untuk dibelajarkan. Salah satu cara
peningkatan layanan yang dapat dilakukan guru pada saat sekarang adalah dengan
mengembangkan blended learning ini.
Apa Tujuan Blended Learning?
Pada intinya tujuan dari Blended learning yang dilaksanakan adalah untuk mendapatkan pembelajaran yang “paling baik” dengan menggabungkan berbagai keunggulan masing-masing komponen dimana metode konvensional memungkinkan untuk melakukan pembelajaran secara interaktif sedangkan metode online dapat memberikan materi secara online tanpa batasan ruang dan waktu sehingga dapat dicapai pembelajaran yang maksimal. Oleh karena itu, jika Anda adalah seorang guru sangat mungkin Blended learning ini dapat membantu Anda agar para siswa dapat belajar secara maksimal serta bisa mendapatkan lebih banyak informasi yang dapat menunjang proses belajar mengajar.
Unsur kontrol pada model Blended Learning
Apa Kunci Sukses Penerapan Model Blended Learning?
Menurut Carman, J. M dalam Sheren dkk (2018) telah mengidentifikasi lima kunci dasar yang harus ada dalam desain model Blended learning, yaitu:
1.
Live Events
(Pembelajaran Secara Tatap Muka)
Live events merupakan
pembelajaran langsung secara tatap muka atau synchronous yang proses
pembelajarannya dipimpin oleh instruktur dan semua peserta didik berpartisipasi
secara tatap muka dalam waktu dan tempat yang sama secara langsung di kelas (live
classroom) ataupun dalam waktu sama tetapi tempat berbeda (virtual
classroom).
Pembelajaran secara tatap
muka dapat digunakan untuk menciptakan pengalaman belajar secara lansung yang menarik
dan efektif sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.
2.
Belajar mandiri dengan Online
Content
Pengalaman belajar secara
mandiri dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja (Asynchronous)
dengan adanya konten online. Peroses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan
menggunakan text-based maupun multime diabased (video, animasi,
simulasi, gambar, audio, atau kombinasi dari media tersebut), yang dapat
diakses secara online (via web atau via mobile dovice dalam
aplikasi: streaming audio, streaming video, e-book, yang dapat diakses
oleh siswa kapan saja dan di mana saja, untuk diakses secara offline dalam
bentuk file, dan cetak.
3.
Collaboration
(Kolaborasi)
Mendesain suatu
pembelajaran blended learning seorang pendidik atau instruktur harus
mampu membangun kolaborasi antar mahasiswa dan siswa dengan guru melalui
tool-tool komunikasi yang dibangun dalam bentuk chatroom, forum diskusi,
seperti misalnya email, diskusi, chat online, website dan media
sosial, untuk pendalaman materi, pemecahan masalah atau tugas projek.
Dengan adanya kolaborasi
ini, diharapkan wawasan keilmuan siswa akan semakin luas karena melibatkan berbagai
pihak dengan beragam sumber belajar.
4.
Assessment
(Penilaian)
Seorang pendidik dalam
meningkatkan pembelajaran dengan Blended learning dapat mengkombinasikan
beberapa jenis assessmen bersifat tes atau non-tes, atau tes otentik (authentic
assessment) yang dapat dituangkan dalam bentuk proyek atau suatu produk
yang dapat dilaksanakan baik secara online atau offline sehingga assessmen
yang diikuti mahasiswa menjadi lebih fleksibel.
Assement sangat penting
dilakukan untuk ukuran pengetahuan peserta didik. Pre-assessments bisa
dilakukan sebelum pembelajaran secara tatap muka dan pembelajaran mandiri untuk
menentukan pengetahuan sebelumnya, dan post-assessment dapat dilakukan dengan
mengikuti pembelajaran yang telah terjadwal secara online, untuk mengukur
transfer belajar.
5.
Performance support materials
(Dukungan bahan ajar)
Reference materials sangat diperlukan untuk meningkatkan retensi belajar dan hasil
belajar siswa dalam model blended learning. Bahan ajar harus disiapkan dalam
bentuk digital dan dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline
maupun online agar mampu menunjang kompetensi siswa dalam menguasai
suatu materi.
Apa Saja Tantangan dalam Penerapan Model Blended Learning?
Dalam upaya untuk implementasi model blended learning ke dalam proses pembelajaran ada beberapa tantangan yang harus diperhatikan terlebih dahulu. Hofmann (2011) dalam (Kaur, M, 2013) menguraikan beberapa tantangan dalam implementasi Blended learning, yaitu:
1. Tantangan Teknis
Tantangan dalam
memastikan keberhasilan program dengan
memanfaatkan teknologi yang tepat. Tantangan teknis untuk memastikan peserta didik
berhasil dalam menggunakan teknologi yang telah disediakan. Oleh karena itu
penting bagi guru sebagai pengembang model blended learning untuk mengetahui
kelayakan program e-learning yang akan diintegrasikan ke dalam
pembelajaran dan memberikan informasi mengenai panduan e-learning.
2. Tantangan Organisasi
Guru sering kali setuju
bahwa pembelajaran campuran merupakan pembelajaran yang tepat untuk mengatasi masalah
belajar, namun gagal untuk memahami bahwa ini merupakan suatu proses kompleks
yang memerlukan pemikiran di luar program individual. Untuk menghadapi tantangan
organisasi maka sebagai seorang pengembang model atau pendidik seharusnya
melakukan beberapa langkah seperti, memperkuat kembali konsep blended learning,
mendefinisikan ulang peran fasilitator, serta prosedur yang tepat untuk
mengelola dan memantau kemajuan peserta didik.
3. Tantangan desain instruksional
Ketika teknologi pembelajaran diperkenalkan, perhatian sering diberikan pada penerapan teknologi, sementara desain konten aktual yang tepat sering diabaikan dengan terlalu sedikit waktu dan anggaran untuk menciptakan program yang sukses. Oleh karena itu untuk mengatasi tantangan desain instruksional maka ada beberapa Langkah yang dapat dilakukan seperti:
a. Pelaksanaan sintaks yang tepat untuk model blended learning.
b. Pemilihan metode pemberlajaran yang tepat.
c. Menggunakan media pembelajaran yang tepat
d. Menjaga penawaran online lebih interaktif daripada hanya sekedar peserta didik "berbicara".
e. Memastikan komitmen dan tindak lanjut peserta didik dengan elemen "non-live".
f. Memastikan semua elemen campuran dikoordinasikan
Apa Saja Pembagian Model Blended Learning?
Model Blended learning
memiliki beberapa klasifikasi model, yaitu:
1.
Rotation Model
Pembelajaran ini
mengintegrasikan pembelajaran secara online dan pembelajaran secara tatap muka
di dalam kelas dengan pengawasan pengajar yang berputar secara bergantian
dengan jadwal yang tetap. Pengajar akan mengumumkan saat waktu telah tiba untuk
berotasi, dan semua siswa akan beralih ke aktivitas pembelajaran berikutnya.
Model Rotasi mencakup empat sub-model, yaitu:
a. Rotasi stasiun: dalam model ini, siswa berputar di antara stasiun di dalam kelas, dan setidaknya satu dari stasiun ini mencakup komponen pembelajaran online. Stasiun lain melibatkan pendekatan pembelajaran secara tradisional, seperti diskusi kelompok, ceramah, kerja kelompok, proyek dan presentasi. Siswa berputar mengikuti setiap stasiun sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan guru.
Contohnya: pada
pembelajaran fisika, siswa melakukan pembelajaran di kelas dan melakukan pembelajaran
secara online selama 2 jam untuk melanjut pembelajaran fisika yang sudah
dipelajari di kelas sebelumnya.
Pengiriman konten dan
instruksi online, yang membedakan kelas Flipped dari siswa yang hanya
mengerjakan tugas secara online di malam hari. Model Flipped-Classroom
sesuai dengan gagasan bahwa pembelajaran campuran mencakup beberapa elemen kontrol
siswa seperti time, paace, path, dan place karena model tersebut memungkinkan
siswa untuk memilih lokasi di mana mereka menerima konten serta instruksi online.
a. d. Rotasi individu: dalam model rotasi ini, siswa menyesuaikan bagaimana siswa bergiliran secara individual antara pembelajaran, di kelas dan pembelajaran secara online. Berbeda dengan model rotasi lainnya, siswa tidak perlu memutar ke setiap stasiun yang tersedia. Misalnya, siswa dengan kebutuhan tinggi dapat diputar ke dalam kelompok kecil yang tidak diperlukan untuk semua siswa, atau pembelajar bahasa inggris mungkin memiliki rotasi yang bagus untuk program bacaan online intensif.
2.
Flex model
Dengan pendekatan ini,
materi disampaikan secara online. Meskipun guru berada di dalam ruangan
untuk memberikan dukungan di tempat seperlunya, pembelajaran pada dasarnya
dipandu sendiri, karena siswa secara mandiri belajar dan mempraktikkan konsep
baru di lingkungan digital.
Serupa dengan model
rotasi individu, model flex menampilkan siswa yang bekerja pada jadwal yang disesuaikan
yang berputar antara modalitas, salah satunya adalah pembelajaran online.
Model flex
memungkinkan perubahan real-time dalam jadwal untuk memenuhi
kebutuhan belajar siswa yang selalu berubah. Pendekatan pembelajaran campuran
ini juga memungkinkan adanya konfigurasi kelas/sekolah yang kreatif, misalnya
dengan menggabungkan ruang belajar, laboratorium pembelajaran, kelompok kecil,
dan area sosial.
3.
Self Blend
Self-Blend merupakan penggabungan instruksi pribadi dengan pembelajaran online. Model ini
populer di sekolah menengah atas, model self-blend memberi siswa kesempatan
untuk mengikuti kelas di luar apa yang sudah ditawarkan di sekolah mereka. Sementara
individu-individu ini akan menghadiri lingkungan sekolah, mereka juga memilih
untuk melengkapi pembelajaran mereka melalui kursus online yang
ditawarkan dari jarak jauh. Agar metode pembelajaran campuran ini berhasil,
mahasiswa harus sangat termotivasi. Self-blend sangat ideal bagi siswa yang
ingin mengikuti kelas tambahan.
4.
Enriched – Virtual model
Model ini menunjukan
siswa yang memerlukan pembelajaran secara tatap muka dengan guru dan kemudian
mereka berkesempatan untuk menyelesaikan materi pelajaran yang tersisa secara
jarak jauh dari guru.
Banyaknya program virtual
online dan kemudian dikembangkan program campuran untuk mendukung pengalaman
belajar siswa secara tatap muka di kelas.
Apa Saja Kelebihan dan Kekuarangan Model Blended Learning?
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa Blended Learning lebih efektif dibadingkan pembelajaran tradisional dengan sistem tatap muka maupun dengan sistem e-learning atau pembelajaran online. Tingkat keefektifan itu ditunjang dengan kelebihan dari model pembelajaran Blended Learning tersebut, antara lain:
1. Penyampaian pembelajaran dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja dengan memanfaatkan jaringan internet.
2. Peserta didik memiliki keleluasaan untuk mempelajari materi atau
bahan ajar secara mandiri dengan memanfaatkan bahan ajar yang tersimpan secara
online.
3. Kegiatan diskusi berlangsung secara online/offline dan berlangsung
diluar jam pembelajaran. Kegiatan diskusi berlangsung baik antara peserta didik
dengan guru maupun antar peserta didik itu sendiri.
4. Pendidik dapat mengelola dan mengontrol pembelajaran yang
dilakukan peserta didik diluar jam pelajaran.
5. Pendidik dapat meminta kepada peserta didik untuk mengkaji materi
pelajaran sebelum pembelajaran tatap muka berlangsung dengan menyiapkan
tugas-tugas pendukung.
6. Target pencapaian materi-materi ajar dapat dicapai sesuai dengan
target yang ditetapkan.
7. Pembelajaran menjadi lebih luwes atau fleksibel dan tidak kaku.
Disamping kelebihan model Blended Learning terdapat juga beberapa kelemahannya, yaitu :
1. Pendidik perlu memiliki
keterampilan dalam menyelenggarakan e-learning.
2. Pendidik perlu mneyiapkan waktu
untuk mengembangkan dan mengelola pembelajaran sistem e-learning,
seperti mengembangkan materi, menyiapkan asesmen, melalukan penilaian, serta
memberikan umpan balik kepada peserta didik.
3. Pendidik perlu menyiapkan
referensi digital sebagai acuan peserta didik dan referensi digital yang
terintegrasi dengan pembelajaran tatap muka.
4. Tidak meratanya sarana dan prasarana
pendukung dan rendahnya pemahaman tentang teknologi informasi.
5. Diperlukan strategi pembelajaran
oleh pendidik untuk memaksimalkan potensi dari model Blended Learning.
Kelemahan-kelemahan ini akan bisa dirubah menjadi tantangan dengan semakin banyaknya aplikasi pembelajaran yang bisa digunakan oleh pendidik. Kemudian juga dari sisi sarana semakin meratanya fasilitas internet di masyarakat. Hal ini juga seiring dengan semakin berkembangnya teknologi informasi di bidang pendidikan selama masa pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah selama Pandemi Virus Corona ini.
Bagaimana Caranya Untuk Menerapkan Model Blended Learning pada Kelas Anda?
Berikut beberapa pertimbangan saat menerapkan pembelajaran campuran ke dalam kelas Anda:
1.
Gunakan berbagai alat pengajaran.
Gabungkan teknologi digital ke dalam
pelajaran kelas Anda bersama dengan metode pengajaran tradisional. Beralih
antara pembelajaran berbasis komputer atau permainan dan pembelajaran tatap muka akan membuat siswa tetap terlibat dalam pembelajaran mereka dan
memperkuat pelajaran. Itu juga dapat memberdayakan siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatan mereka sendiri.
2.
Jadikan pembelajaran dapat diakses oleh
siswa.
Pembelajaran harus dilanjutkan setelah
siswa meninggalkan kelas. Manfaat menggabungkan pembelajaran digital adalah
memungkinkan siswa untuk mengakses informasi, kegiatan, dan permainan di mana
saja, kapan saja. Pembelajaran digital memberikan fleksibilitas yang mendukung
kesuksesan siswa. Beberapa guru menggunakan sumber belajar digital
untuk memberikan pekerjaan rumah kepada siswa yang sedang berlibur untuk
memastikan pembelajaran berkelanjutan.
3.
Personalisasi jalur pembelajaran untuk
setiap siswa.
Setiap siswa unik dengan pendekatan mereka
terhadap pembelajaran mereka. Pastikan untuk menggunakan sumber belajar yang
memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda untuk mendorong siswa yang
membutuhkannya, sambil menantang mereka yang telah menguasai materi. Hal ini
akan membangun kepercayaan diri dan menjamin setiap siswa bekerja pada tingkat
kemampuan mereka dan tidak disengaja oleh upaya mereka saat menghadapi
tantangan baru.
4.
Pilih model pembelajaran campuran yang
cocok untuk Anda.
Uji berbagai model pembelajaran campuran
untuk melihat model yang paling cocok di kelas Anda. Beberapa model populer
untuk dipertimbangkan adalah Station Rotation Model, Flipped Classroom
Model, dan Flex Model tetapi ada berbagai model yang dapat dipilih.
Sesuaikan rencana Anda saat Anda pergi dan bagikan kesuksesan Anda dengan
sesama pengajar sehingga siswa mereka dapat memperoleh manfaat yang sama dari
lingkungan pembelajaran campuran (blended) ini.
Model Rotasi Stasiun: Siswa memutar melalui berbagai stasiun pembelajaran di kelas. Ini bisa
menjadi campuran kerja kelompok, pembelajaran online, instruksi kelompok kecil
dan kolaborasi kelas penuh.
Model Ruang Kelas Terbalik: Siswa pertama-tama diperkenalkan dengan konsep di rumah melalui kursus
online dan kemudian berlatih di kelas dengan bantuan guru.
Model Fleksibel: Siswa
mengerjakan aktivitas pembelajaran online dengan jadwal yang disesuaikan dan
berubah-ubah dengan bantuan guru sesuai kebutuhan.
Penerapan Blended
Learning di kelas ataupun sekolah, sebaiknya dimulai dengan menerapkan model
flipped classroom (pembelajaran terbalik) terkebih dahulu seperti pada
gambar di atas. Penulis selaku kepala sekolah sudah menggerakkan guru-guru
untuk melaksanakan model kelas terbalik ini sabagai langkah awal penerapan Blended
Learning. Penerapan flipped classroom ini dengan menyiapkan video
atau sumber belajar lainnya dengan menggunakan blog guru dalam bentuk sites
dari Akun Belajar Id Kemdikbud dalam Google for Education.
Demikianlah tulisan tentang Model Pembelajaran Blended Learning ini, semoga bisa menjadi panduan kita dalam menerapkan pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi informasi ke dalam pembelajaran. Apalagi saat ini kita masih dalam pemulihan masa pandemi ini diharapkan kemampuan-kemampuan teknologi informasi yang sudah dikuasai oleh para pendidik kita selama pembelajaran jarak jauh janganlah hilang malah sebaiknya semakin lebih baik lagi.
Sumber :
Dwiyogo, W. D. 2018. Pembelajaran
Berbasis Blended Learning. Depok: Raja Grafindo Persada.
I Ketut Widiara. 2018. Blended Learning Sebagai Alternatif Pembelajaran di Era Digital. Purwadita. 2 (2):50-56.
Sheren dkk. 2018. Model Blended Learning Berbasis Moodle. Jakarta: Halaman Moeka Publishing.
Jero & Irianto. 2019. Panduan Bel (Borneo e-Learning). Tarakan: Pusat Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu Universitas Borneo Tarakan
0 comments:
Posting Komentar