Minggu, 03 Juli 2022

JENIS, TEKNIK, DAN CONTOH INSTRUMEN ASESMEN PADA KURIKULUM MERDEKA

Pada tulisan sebelumnya kita sudah membahas cara menyusun modul ajar pada kurikulum merdeka. Maka untuk tulisan ini, penulis membahas tentang asesmen pada kurikulum merdeka. Asesmen ini merupakan hal sangat penting karena kegiatan asesmen ini tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran. Namun harus diingat oleh para guru bahwa melaksanakan asesmen bukanlah sekedar untuk mendapatkan skor ataupun nilai yang nanti digunakan dalam mengisi rapor. Jadi jauh dari hal tersebut asesmen berfungsi untuk menjadi indikator dalam menentukan apakah suatu tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum. Kalau sudah tindak lanjutnya apa dan kalau belum apa lagi yang harus dilakukan oleh siswa sampai mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

A.    Pendahuluan

Asesmen adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengetahui kebutuhan belajar, perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Jenis asesmen sesuai fungsinya mencakup: asesmen sebagai proses pembelajaran (assessment as Learning), asesmen untuk proses pembelajaran (assessment for Learning), dan asesmen pada akhir proses pembelajaran (assessment of learning).

Selama ini pelaksanaan asesmen cenderung berfokus pada asesmen sumatif yang dijadikan acuan untuk mengisi laporan hasil belajar. Hasil asesmen belum dimanfaatkan sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran.

Pada pembelajaran paradigma baru, pendidik diharapkan lebih berfokus pada asesmen formatif dibandingkan sumatif dan menggunakan hasil asesmen formatif untuk perbaikan proses pembelajaran yangnberkelanjutan, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.

Pada kurikulum ini guru diharapkan memberikan proporsi lebih banyak pada pelaksanaan asesmen formatif daripada menitikberatkan orientasi pada asesmen sumatif. Harapannya, ini akan mendukung proses penanaman kesadaran bahwa proses lebih penting daripada sebatas hasil akhir.

Ada sejumlah perbedaan utama antara penilaian formatif dan penilaian sumatif. Tabel di bawah ini menyajikan beberapa perbedaan yang utama (Regier, 2012)

B.    Paradigma Asesmen

Perencanaan dan pelaksanaan asesmen formatif dan sumatif memperhatikan beberapa hal termasuk salah satunya adalah penerapan pola pikir bertumbuh (Growth Mindset). Penerapan pola pikir bertumbuh dalam asesmen diharapkan membangun kesadaran bahwa proses pencapaian tujuan pembelajaran, lebih penting daripada sebatas hasil akhir. pendidik diharapkan mampu menerapkan ide penerapan pola piker bertumbuh, sebagaimana uraian di bawah ini:

1.  Kesalahan dalam belajar itu wajar. Jika diterima, dikomunikasikan, dan dicarikan jalan keluar, maka kesalahan akan menstimulasi perkembangan otak peserta didik.

2.  Belajar bukan tentang kecepatan, tetapi tentang pemahaman, penalaran, penerapan, serta kemampuan menilai dan berkarya secara mendalam.

3.  Ekspektasi pendidik yang positif tentang kemampuan peserta didik akan sangat mempengaruhi performa peserta didik.

4.     Setiap peserta didik unik, memiliki peta jalan belajar yang berbeda, dan tidak perlu dibandingkan dengan teman-temannya.

5.    Pengondisian lingkungan belajar (fisik dan psikis) di sekolah dan rumah akan mempengaruhi pencapaian hasil belajar.

6.    Melatih dan membiasakan peserta didik untuk melakukan asesmen diri (self assessment), asesmen antarteman (peer assessment), refleksi diri, dan pemberian umpan balik antarteman (peer feedback).

7.    Apresiasi/pesan/umpan balik yang tepat berpengaruh pada motivasi belajar peserta didik. Pemberian umpan balik dilakukan dengan mendeskripsikan usaha terbaik untuk menstimulasi pola pikir bertumbuh, memotivasi peserta didik, dan membangun kesadaran pemangku kepentingan bahwa proses pencapaian tujuan pembelajaran lebih diutamakan dibandingkan dengan hasil akhir.


C.    Jenis Asesmen

Dalam merancang modul ajar rencana asesmen perlu disertakan dalam perencanaan pembelajaran. Dalam modul ajar, rencana asesmen ini dilengkapi dengan instrumen serta cara melakukan penilaiannya. Dalam dunia pedagogi dan asesmen, terdapat banyak teori dan pendekatan asesmen. Bagian ini menjelaskan konsep asesmen yang dianjurkan dalam Kurikulum Merdeka.

Sebagaimana dinyatakan dalam Prinsip Pembelajaran dan Asesmen, asesmen adalah aktivitas yang menjadi kesatuan dalam proses pembelajaran. Asesmen dilakukan untuk mencari bukti ataupun dasar pertimbangan tentang ketercapaian tujuan pembelajaran. Maka dari itu, pendidik dianjurkan untuk melakukan asesmen-asesmen berikut ini:

1.     Asesmen formatif, yaitu asesmen yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi pendidik dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar.

a.     Asesmen di awal pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui kesiapan peserta didik untuk mempelajari materi ajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan.

Asesmen ini termasuk dalam kategori asesmen formatif karena ditujukan untuk kebutuhan guru dalam merancang pembelajaran, tidak untuk keperluan penilaian hasil belajar peserta didik yang dilaporkan dalam rapor.

b.   Asesmen di dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengetahui perkembangan peserta didik dan sekaligus pemberian umpan balik yang cepat. Biasanya asesmen ini dilakukan sepanjang atau di tengah kegiatan/langkah pembelajaran, dan dapat juga dilakukan di akhir langkah pembelajaran. Asesmen ini juga termasuk dalam kategori asesmen formatif.

2.     Asesmen sumatif, yaitu asesmen yang dilakukan untuk memastikan ketercapaian keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilakukan pada akhir proses pembelajaran atau dapat juga dilakukan sekaligus untuk dua atau lebih tujuan pembelajaran, sesuai dengan pertimbangan pendidik dan kebijakan satuan pendidikan. Berbeda dengan asesmen formatif, asesmen sumatif menjadi bagian dari perhitungan penilaian di akhir semester, akhir tahun ajaran, dan/atau akhir jenjang.

Kedua jenis asesmen ini tidak harus digunakan dalam suatu rencana pelaksanaan pembelajaran atau modul ajar, tergantung pada cakupan tujuan pembelajaran. Pendidik adalah sosok yang paling memahami kemajuan belajar peserta didik sehingga pendidik perlu memiliki kompetensi dan keleluasaan untuk melakukan asesmen agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik masingmasing. Keleluasaan tersebut mencakup perancangan asesmen, waktu pelaksanaan, penggunaan teknik dan instrumen asesmen, penentuan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran, dan pengolahan hasil asesmen. Termasuk dalam keleluasaan ini adalah keputusan tentang penilaian tengah semester. Pendidik dan satuan pendidikan berwenang untuk memutuskan perlu atau tidaknya melakukan penilaian tersebut.

Pendidik perlu memahami prinsip-prinsip asesmen. Prinsip tersebut salah satu prinsipnya mendorong penggunaan berbagai bentuk asesmen, bukan hanya tes tertulis, agar pembelajaran bisa lebih terfokus pada kegiatan yang  bermakna serta informasi atau umpan balik dari asesmen tentang kemampuan peserta didik juga menjadi lebih kaya dan bermanfaat dalam proses perancangan pembelajaran berikutnya.

Untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran dan asesmen sesuai arah kebijakan Kurikulum Merdeka, berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang asesmen formatif dan asesmen sumatif sebagai acuan.


D.    Asesmen Formatif

Penilaian atau asesmen formatif bertujuan untuk memantau dan memperbaiki proses pembelajaran, serta mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik, hambatan atau kesulitan yang mereka hadapi, dan juga untuk mendapatkan informasi perkembangan peserta didik.

Penilaian formatif dilaksanakan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dalam satu kali tatap muka, penilaian formatif dapat dilakukan lebih dari satu kali. Sebagai contoh, pada awal pembelajaran dengan menggunakan teknik respon bersama (choral response) pendidik mengecek penguasaan peserta didik terhadap pengetahuan yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Di tengah pelajaran pendidik mengecek pemahaman peserta didik terhadap apa yang sedang dipelajarinya hingga pertengahan jam pelajaran itu dengan teknik bertanya. Selanjutnya, di akhir pelajaran pendidik menggunakan exit slips untuk mengecek penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang dipelajari hingga akhir pelajaran saat itu. 

Berdasarkan data dari hasil penilaian formatif pendidik dapat mengetahui bagian mana dari materi/kompetensi yang telah dikuasai dan apakah masih ada bagian yang belum dikuasai dengan baik. Selanjutnya pendidik langsung memutuskan tindakan yang perlu dilakukan, misalnya mengulang pembelajaran pada bagian materi yang belum dikuasai peserta didik dengan baik, memperbaiki pembelajaran yang sedang berlangsung dan/atau merancang kegiatan pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil penilaian formatif tersebut. Dengan demikian penilaian formatif menjadikan pembelajaran lebih berkualitas dan lebih menjamin tercapainya tujuan pembelajaran bagi setiap peserta didik. Agar penilaian formatif dan pembelajaran menjadi suatu kesatuan, perencanaan penilaian formatif dibuat menyatu dengan perencanaan pembelajaran dalam modul ajar.

Informasi tersebut merupakan umpan balik bagi peserta didik dan juga pendidik.

Bagi peserta didik, asesmen formatif berguna untuk berefleksi, dengan memonitor kemajuan belajarnya, tantangan yang dialaminya, serta langkahlangkah yang perlu ia lakukan untuk meningkatkan terus capaiannya. Hal ini merupakan proses belajar yang penting untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Bagi pendidik, asesmen formatif berguna untuk merefleksikan strategi pembelajaran yang digunakannya, serta untuk meningkatkan efektivitasnya dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Asesmen ini juga memberikan informasi tentang kebutuhan belajar individu peserta didik yang diajarnya.   

Agar asesmen memberikan manfaat tersebut kepada peserta didik dan pendidik, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan pendidik dalam merancang asesmen formatif, antara lain sebagai berikut:

·    Asesmen formatif tidak berisiko tinggi (high stake). Asesmen formatif dirancang untuk tujuan pembelajaran dan tidak seharusnya digunakan untuk menentukan nilai rapor, keputusan kenaikan kelas, kelulusan, atau keputusan-keputusan penting lainnya.

·      Asesmen formatif dapat menggunakan berbagai teknik dan/atau instrumen. Suatu asesmen dikategorikan sebagai asesmen formatif apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas proses belajar.

·        Asesmen formatif dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga asesmen formatif dan pembelajaran menjadi suatu kesatuan.

·   Asesmen formatif dapat menggunakan metode yang sederhana, sehingga umpan balik hasil asesmen tersebut dapat diperoleh dengan cepat.

·    Asesmen formatif yang dilakukan di awal pembelajaran akan memberikan informasi kepada pendidik tentang kesiapan belajar peserta didik. Berdasarkan asesmen ini, pendidik perlu menyesuaikan/memodifikasi rencana pelaksanaan pembelajarannya dan/ atau membuat diferensiasi pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

·   Instrumen asesmen yang digunakan dapat memberikan informasi tentang kekuatan, hal-hal yang masih perlu ditingkatkan oleh peserta didik dan mengungkapkan cara untuk meningkatkan kualitas tulisan, karya atau performa yang diberi umpan balik. Dengan demikian, hasil asesmen tidak sekadar sebuah angka

Asesmen formatif dapat dilakukan di awal pembelajaran dan selama proses pembelajaran. Maka untuk di awal pembelajaran maka dapat dilakukan melalui asesmen diagnostik baik kognitif maupun non kognitf. Berikut penjelasan mengenai asesmen diagnostik ini.

1.   Asesmen Diagnotik

Asesmen diagnostik merupakan penilaian yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan peserta didik dalam menguasai materi atau kompetensi tertentu serta penyebabnya. Hasil asesmen diagnostik dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan (intervensi) yang tepat dan sesuai dengan kelemahan peserta didik.

a. Tujuan Asesmen Diagnostik

Secara umum, sesuai namanya asesmen diagnostik bertujuan untuk mendiagnosis kemampuan dasar siswa dan mengetahui kondisi awal siswa.  Asesmen diagnostik terbagi menjadi asesmen diagnostik non-kognitif  dan asesmen diagnosis kognitif. Tujuan dari masing-masing asesmen diagnostik adalah sebagai berikut:

b.     Asesmen Diagnostik Non-Kognitif

Asesmen diagnostik non-kognitif di awal pembelajaran dilakukan untuk menggali hal-hal seperti berikut:

·           Kesejahteraan psikologis dan sosial emosi sisiwa

·           Aktivitas siswa selama belajar di rumah

·           Kondisi keluarga dan pergaulan siswa

·           Gaya belajar, karakter, serta minat siswa

Tahapan melaksanakan asesmen diagnostik non-kognitif adalah:

1)  Persiapan

Contoh kegiatan persiapan;

a)     Siapkan alat bantu berupa gambar-gambar yang mewakili emosi

b)     Buat daftar pertanyaan kunci mengenai aktivitas siswa

2)  Pelaksanaan

Contoh kegiatan pelaksanaan:

Meminta siswa mengekspresikan perasaannya selama belajar di rumah serta menjelaskan aktivitasnya melalui bercerita, menulis, atau menggambar.

Strategi pelaksanaannya dapat juga melalui tanya jawab dengan cara sebagai berikut:

a)     Pastikan pertanyaan jelas dan mudah dipahami

b)  Menyertakan acuan atau stimulus informasi yang dapat membantu siswa menemukan jawabannya

c) Memberikan waktu berpikir pada siswa sebelum menjawab pertanyaan

1)  Tindak Lanjut

a)     Identifikasi siswa dengan ekspresi emosi negatif dan ajak berdiskusi empat mata

b)  Menentukan tindak lanjut dan mengomunikasikan dengan siswa serta orang tua bila diperlukan

c)     Ulangi pelaksanaan asesmen non-kognitif pada awal pembelajaran

b.     Asesmen Diagnostik Kognitif

Asesmen Diagnosis Kognitif adalah asesmen diagnosis yang dapat dilaksanakan secara rutin, pada awal ketika guru akan memperkenalkan sebuah topik pembelajaran baru, pada akhir ketika guru sudah selesai menjelaskan dan membahas sebuah topik, dan waktu yang lain selama semester (setiap dua minggu/ bulan/ triwulan/ semester).

Asesmen diagnostik kognitif bertujuan mendiagnosis kemampuan dasar siswa dalam topik sebuah mata pelajaran.  Guru melakukan asesmen diagnosis kognitif untuk menyesuaikan tingkat pembelajaran dengan kemampuan siswa, bukan untuk mengejar target kurikulum. 

Seperti Bapak/ Ibu guru ketahui, kemampuan dan keterampilan siswa di dalam sebuah kelas berbeda-beda. Ada yang lebih cepat paham dalam topik tertentu, namun ada juga yang membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami topik tersebut. Seorang siswa yang cepat paham dalam satu topik, belum tentu cepat paham dalam topik lainnya.

Asesmen diagnostik memetakan kemampuan semua siswa di kelas secara cepat, untuk mengetahui siapa saja yang sudah paham, siapa saja yang agak paham, dan siapa saja yang belum paham. Dengan demikian Bapak/ Ibu guru dapat menyesuaikan materi pembelajaran dengan kemampuan siswa.

Asesmen diagnostik kognitif dapat dilaksanakan secara rutin yang disebut asesmen diagnostik kognitif berkala, pada awal pembelajaran, akhir setelah guru selesai menjelaskan dan membahas topik, dan waktu lain. 

Asesmen Diagnostik bisa berupa Asesmen Formatif maupun Asesmen Sumatif. 

Tahapan melaksanakan asesmen diagnostik kognitif adalah:

1)  Persiapan

Contoh kegiatan persiapan & pelaksanaan:

a)     Buat jadwal pelaksanaan asesmen

b)   Identifikasi materi asesmen berdasarkan penyederhanaan kompetensi dasar yang disediakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

c)     Susun pertanyaan sederhana yang meliputi:

·      2 pertanyaan sesuai kelasnya, dengan topik capaian pembelajaran baru

·      6 pertanyaan dengan topik satu kelas di bawah

·      2 pertanyaan dengan topik dua kelas di bawah

(sesuaikan pertanyaan dengan topik yang menjadi prasyarat untuk bisa mengikuti pembelajaran di jenjang sekarang)

2)  Pelaksanaan

Berikan asesmen untuk semua siswa di kelas, baik yang belajar tatap muka di sekolah maupun yang belajar di rumah kalau masih ada.

3)  Diagnosis dan Tindak Lanjut

Contoh kegiatan tindak lanjut:

a)     Lakukan pengolahan hasil asesmen

    Buat penilaian dengan kategori “Paham utuh”, “Paham sebagian”, dan “Tidak paham”

    Hitung rata-rata kelas

b)     Bagi siswa menjadi tiga kelompok:

   Siswa dengan nilai rata-rata kelas akan mengikuti pembelajaran dengan ATP sesuai fasenya.

  Siswa dengan nilai di bawah rata-rata mengikuti pembelajaran dengan diberikan pendampingan pada kompetensi yang belum terpenuhi.

 Siswa dengan nilai di atas rata-rata mengikuti pembelajaran dengan pengayaan

c)    Lakukan penilaian pembelajaran topik yang sudah diajarkan sebelum memulai topik pembelajaran baru, untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan rata-rata kemampuan siswa

d) Ulangi proses diagnosis ini dengan melakukan asesmen formatif (dengan bentuk dan strategi yang variatif), sampai siswa mencapai tingkat kompetensi yang diharapkan. Guru menyesuaikan aktivitas dan materi  belajar di kelas dengan peningkatan rata-rata semua murid di kelas.

1.   Teknik Asesmen Formatif

Ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk memperoleh (mengelisitasi) informasi/data mengenai kemajuan penguasaan kompetensi peserta didik yang dapat dipakai dalam asemen formatif. McCharty (2017) merekomendasikan siklus penilaian formatif sebagai berikut:

a.     Observasi (Pengamatan)

Saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, observasi dapat dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui apa yang sudah dan belum dikuasai oleh peserta didik. Pendidik dapat mengetahui apa yang telah dan/atau belum dikuasai oleh peserta didik melalui apa yang dikatakan, dilakukan, dan dihasilkan oleh peserta didik.

Terdapat beberapa bentuk instrumen yang dapat digunakan oleh para pendidik untuk mendapatkan data mengenai kemajuan peserta didik: (a) Catatan Anekdot, (b) Buku Catatan Anekdot, (c) Kartu Catatan Anekdot, dan (d) Label atau Catatan Tempel  (Sticky Notes).

Bentuk instrument untuk teknik observasi dapat juga kita lakukan seperti selama ini pada kurikulum 2013 misalnya dengan menggunakan jurnal pembelajaran baik oleh guru ataupun walikelas/BK. Selain itu dapat juga menggunakan catatan anekdot dari beberapa contoh bentuk instrument di atas.

Catatan anekdot merupakan catatan singkat yang ditulis selama pelajaran di saat para peserta didik sedang bekerja dalam kelompok maupun secara individual, ataupun setelah pelajaran usai. Pendidik membuat catatan mengenai kemajuan peserta didik menuju pencapaian target belajar. Catatan yang dibuat dapat menggambarkan kemajuan peserta didik secara umum dan/atau secara individual.

Catatan anekdot memiliki beberapa fitur:

1)   Menerangkan tanggal, tempat dan waktu berlangsungnya kejadian, dan siapa observernya.

2)   Melukiskan peristiwa yang faktual dan obyektif.

3)   Pencatatan dilakukan saat proses belajar mengajar berlangsung atau setelah selesai kegiatan belajar mengajar sebagai hasil refleksi pendidik.

4)   Bersifat selektif, dipilih peristiwa yang penuh arti dan ada hubungannya dengan target pembelajaran.

5)   Diberikan solusi, tindak lanjut, atau umpan balik dari kejadian yang terjadi pada peserta didik.

Contoh catatan anekdot:

 a.     Bertanya (Questioning)

Jawaban peserta didik terhadap pertanyaan pendidik dapat memberikan gambaran yang baik tentang kemajuan penguasaan kompetensi mereka. Pertanyaan harus dirumuskan dan disampaikan dengan baik oleh pendidik kepada peserta didik secara lisan. Peserta didik diberi waktu yang cukup untuk berpikir, mengingat apa yang telah dipelajari. Pertanyaan pendidik tidak saja menjadikan pendidik mengetahui sampai di mana peserta didik telah menguasai kompetensi yang dituju, tetapi juga membantu peserta didik belajar. Pertanyaan biasanya disampaikan secara lisan pada awal, tengah, atau akhir pelajaran.

Tingkat kesulitan dan/atau jenis pertanyaan yang diberikan hendaknya bervariasi, dan menyertakan pertanyaan yang tidak sekedar menuntut ingatan akan sekumpulan fakta atau angka, tetapi pertanyaan yang mendorong pelibatan proses kognitif tingkat tinggi (higher order thinking skills).

b.     Diskusi

Diskusi di kelas bisa memberikan banyak informasi mengenai penguasaan peserta didik terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Diskusi membangun pengetahuan dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Diskusi memungkinkan peserta didik untuk meningkatkan wawasan dan kedalaman pemahaman mereka sekaligus meluruskan informasi yang salah. Pendidik dapat memulai diskusi dengan memberikan pertanyaan terbuka untuk para peserta didik, kemudian menilai pemahaman peserta didik dengan mendengarkan jawaban mereka dan dengan membuat catatan anekdot. 

c.     Admits/Exit Slips

Admit Slips hampir sama dengan Exit Slips, perbedaannya Admit Slips dilakukan sebelum pembelajaran di kelas dimulai. Peserta didik dapat diminta untuk menuliskan komentar pada sebuah kartu di awal pembelajaran. Kartu-kartu ini dikumpulkan sebagai syarat untuk masuk ke kelas dan biasanya tidak dinilai serta tidak diberi nama.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui tanggapan peserta didik tentang apa yang mereka pelajari atau yang akan ditemui di dalam kelas, serta mengaktifkan pengetahuan awal mereka atau menghubungkan apa yang telah mereka ketahui dan pelajari.  Exit Slips dan Admit Slips dapat digunakan pada semua mata pelajaran.

Exit Slips adalah jawaban tertulis atas pertanyaan yang diberikan pendidik pada akhir pelajaran untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap konsep-konsep inti. Pertanyaan biasanya hanya membutuhkan maksimal 5 menit untuk diselesaikan dan dikumpulkan saat peserta didik meninggalkan ruangan. Pendidik dapat dengan cepat mengetahui mana peserta didik yang sudah paham, yang membutuhkan sedikit bantuan, dan yang akan membutuhkan pembelajaran yang lebih banyak mengenai konsep tersebut. 

Baca Juga : 20 Admits Slip dan Exit Slip untuk Penilaian Formatif

Pengertian, Ide, dan Contoh Exit Ticket/Exit Slips atau Admit Slips Sebagai Salah Satu Strategi Umpan Balik pada Penilaian Formatif

             

d.     Lembar Refleksi

Lembar refleksi digunakan oleh peserta didik untuk mencatat proses yang mereka lalui dalam mempelajari sesuatu dan apa yang mereka peroleh, sekaligus mencatat pertanyaan-pertanyaan yang perlu mereka temukan jawabannya. Refleksi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membuat hubungan antara apa yang mereka sudah pelajari, menentukan tujuan, dan melakukan refleksi terhadap proses belajar mereka.

Dengan membaca lembar refleksi peserta didik, pendidik memperoleh umpan balik terhadap keefektifan proses pembelajarannya, dan dapat menyampaikan umpan balik mengenai apa yang sudah dilakukan dengan baik oleh peserta didik serta saran untuk hal-hal yang perlu diperbaiki. Dengan demikian pendidik dapat menjadikan lembar refleksi sebagai sebuah alat yang efektif untuk pembelajaran.

Contoh lembar refleksi:

f.     Penilaian Diri dan Penilaian Antarteman (Self- dan Peer-Assessment)

Penilaian Diri dan Penilaian Antarteman menjadikan peserta didik mengevaluasi dirinya sendiri atau teman sekelasnya mengenai kemajuan belajarnya dan melakukan refleksi atas proses pembelajaran mereka. Pendidik dapat memeriksa hasil penilaian diri peserta didik maupun penilaian antar teman untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik. Penilaian diri dan antar teman ini dapat juga kita tambah dengan penilaian oleh orang tua terhadap anaknya selama di rumah.

Contoh penilaian diri:

Seperti teknik-teknik penilaian formatif lainnya, penilaian diri dapat digunakan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan penguasaan kompetensi tertentu. Pendidik memasukkan butir-butir pernyataan (indikator) yang hendak diketahui penguasaannya oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan.

g.     Kuis Konstruktif

Untuk menilai perkembangan peserta didik dalam penguasaan kompetensi, pendidik dapat memberikan kuis konstruktif. Kuis ini diberikan selama proses pembelajaran berlangsung. Kuis konstruktif tidak hanya memberikan umpan balik bagi pendidik, tapi juga bisa membantu peserta didik merefleksikan penguasaan mereka atas kompetensi yang dipelajari.

Setelah peserta didik selesai menuliskan jawaban mereka, pendidik meminta peserta didik menyerahkan lembar jawab bagian kiri, dan memegang lembar jawab bagian kanan. Selanjutnya pendidik mengajak peserta didik bersama-sama memeriksa jawaban.  Berdasarkan jawaban peserta didik terhadap pertanyaan pada kuis, pendidik dapat menentukan status setiap peserta didik dalam kaitannya dengan target pembelajaran (penguasaan materi/kompetensi) dan langsung memberikan umpan baliknya. Demikian juga dengan para peserta didik, dapat dengan cepat menilai perkembangan dirinya sendiri.

h.     Penugasan

Asesmen formatif dapat dilakukan pendidik dengan cara memberi tugas yang dapat dikerjakan peserta didik sebagai pekerjaan rumah (PR). Tugas tersebut dapat dikerjakan secara individu atau kelompok. Dari hasil pekerjaan yang telah diselesaikan oleh peserta didik, pendidik dapat mengetahui perkembangan peserta didik dalam menguasai materi/kompetensi secara kelompok atau individu. Selanjutnya pendidik memberi umpan balik dan merancang pembelajaran yang tepat untuk memfasilitasi peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.

Namun ada yang perlu menjadi catatan bagi pendidik untuk memberikan penugasan, karena penugasan diberikan untuk memperkuat penguasaan suatu kompetensi oleh siswa. Jadi dalam suatu pembelajaran belum tentu ada penugasan ini kalau penguasaan kompetensi atau tujuan pembelajaran sudah terkuasai dengan baik oleh siswa.

i.     Daftar Cek

Daftar cek kelas merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai pemahaman peserta didik selama satu bab pembelajaran. Sebelum memulai satu bab baru, pendidik membuat daftar semua keterampilan yang perlu dikuasai oleh peserta didik. Dalam tabel, daftar nama peserta didik ditulis di sebelah kiri dan keterampilan pada bagian atas. Tabel dipasang pada papan dan di letakkan di tempat yang mudah dijangkau. Selama peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran, pendidik mengamati dan memberi tanda centang pada keterampilan yang ditunjukkan oleh peserta didik dengan tingkat kemahiran yang diinginkan.

Berikut ini adalah contoh daftar cek untuk kelas berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

h.     Pertanyaan dengan Jawaban Terbuka

Pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban terbuka memungkinkan pendidik untuk menentukan perkembangan capaian belajar peserta didik. Pendidik memberi pertanyaan yang tidak bisa dijawab hanya dengan ‘ya’ atau ‘tidak’ atau jawaban satu kata lainnya. Pertanyaan terbuka mengharuskan peserta didik berpikir tentang jawaban mereka dan menggunakan pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai sebuah topik dalam jawaban mereka. Pertanyaan-pertanyaan dengan kata ‘mengapa, bagaimana,’ sering mendorong pemikiran yang lebih mendalam.

Selain dari tujuh contoh teknik asesmen formatif di atas, guru juga dapat melakukan asesmen formatif melalui presentasi, membuat peta konsep, graphic organizer, penilaian kinestetik, papan bicara, jawaban bersama, contoh dan bukan contoh, tunjuk lima jari, menyebutkan hal-hal yang sudah dipelajari, uraian singkat, ringkasan singkat, memecahkan maslah, kartu jawaban, dan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh peserta didik.

          Baca Juga: Penggunaan Graphic Organizer dalam Pembelajaran

1.   Contoh-Contoh Pelaksanaan Asesmen Formatif

Asesmen formatif dapat dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan pembelajaran sampai dengan pelaksanaan pembelajaran. Di bawah ini ada beberapa contoh pelaksanaan asesmen formatif.

a.  Pendidik memulai kegiatan tatap muka dengan memberikan pertanyaan berkaitan dengan konsep atau topik yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya.

b. Pendidik mengakhiri kegiatan pembelajaran di kelas dengan meminta peserta didik untuk menuliskan 3 hal tentang konsep yang baru mereka pelajari, 2 hal yang ingin mereka pelajari lebih mendalam, dan 1 hal yang mereka belum pahami.

c.  Kegiatan percobaan dilanjutkan dengan diskusi terkait proses dan hasil percobaan, kemudian pendidik memberikan umpan balik terhadap pemahaman peserta didik.

d. Pendidik memberikan pertanyaan tertulis, kemudian setelah selesai menjawab pertanyaan,  peserta didik diberikan kunci jawabannya sebagai acuan melakukan penilaian diri.

e.    Penilaian diri, penilaian antarteman, pemberian umpan balik antar teman dan refleksi. Sebagai contoh, peserta didik diminta untuk menjelaskan secara lisan atau tulisan (misalnya, menulis surat untuk teman) tentang konsep yang baru dipelajari.

f. Pada PAUD, pelaksanaan asesmen formatif dapat dilakukan dengan melakukan observasi terhadap perkembangan anak saat melakukan kegiatan bermain-belajar.

g. Pada pendidikan khusus, pelaksanaan asesmen diagnostik dilakukan untuk menentukan fase pada peserta didik sehingga pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, misalnya: salah satu peserta didik pada kelas X SMALB (Fase E) berdasarkan hasil asesmen diagnostik berada pada Fase C sehingga pembelajaran peserta didik tersebut tetap mengikuti hasil asesmen diagnostik yaitu Fase C.

 2.   Umpan Balik

Mengapa umpan balik penting?

Umpan balik merupakan kumpulan informasi mengenai bagaimana seseorang melakukan suatu kegiatan.  Umpan balik biasanya berisi hal baik yang sudah dilakukan, hal yang butuh perbaikan dan hal yang bisa dikembangkan untuk aktivitas selanjutnya

Bagi guru

  Memberi informasi perkembangan murid untuk memodifikasi pengajaran dan pembelajaran di masa depan.

Bagi Murid

  Membantu murid untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan mereka sehingga murid dapat mengatur dan merasa berperan dalam proses pembelajaran mereka.

 Memberikan umpan balik kepada sesama teman juga memberikan kesempatan bagi murid untuk belajar dari satu sama lain.

10 Prinsip Pemberian Umpan Balik yang Efektif

Prinsip ini diterjemahkan dan diadopsi dari Model Pemberian Umpan Balik yang dua arah (dialogical) dari Nicol, D. (2010) From monologue to dialogue: improving written feedback processes in mass higher education. Assessment & Evaluation in Higher Education, 35(5), 501-517


Membuat umpan balik yang efektif

    Harus terdiri dari

ü  feed up (mengklarifikasi tujuan dengan murid),

ü  feedback (tanggapan atas pekerjaan murid dan kemajuan mereka)

üfeed forward (saran bagi murid untuk dipakai di masa depan menggunakan data dari feedback).

    Membutuhkan tujuan dan sasaran yang jelas dan dapat dimengerti oleh murid dan guru.

    Memungkinkan murid untuk mengidentifikasi:

ü  apa yang mereka ketahui,

ü  apa yang mereka pahami,

ü  di mana mereka membuat kesalahan,

ü  di mana mereka memiliki kesalahpahaman

ü  kapan mereka terlibat / tidak terlibat dalam pembelajaran.

Umpan Balik Guru (Teacher Feedback)

Pertanyaan panduan untuk guru:

        Apa saja komponen penting yang perlu ada?

   Dokumen apa yang bisa dipakai guru untuk menjadi acuan penulisan umpan balik yang efektif dan objektif?

       Apakah ada format umpan balik yang sederhana dan mudah dipahami oleh murid?

        Seberapa sering umpan balik harus diberikan?

     Seberapa panjang dan detail penulisan umpan balik yang efektif (apabila diberikan tertulis)?

  Bagaimana agar murid tertarik untuk membaca umpan balik dan mendapatkan manfaat yang maksimal?

Umpan Balik Teman (Peer Feedback)

Pertanyaan panduan untuk murid:

        Apa saja komponen penting yang perlu ada?

    Apa yang bisa kamu pakai untuk membantu kamu memberikan umpan balik yang efektif dan objektif bagi temanmu?

        Apa hal baik yang sudah dilakukan oleh temanmu?

        Apa hal yang bisa diperbaiki/ dikembangkan lagi oleh temanmu?

        Apa yang bisa dilakukan oleh temanmu agar karyanya bisa lebih baik lagi di kemudian hari?

  Informasi apa yang kamu rasa akan bermanfaat untuk membantu pengembangan diri temanmu?

Ladder of Feedback

Contoh praktik baik memberikan umpan balik secara berjenjang


 

E.    Asesmen Sumatif

1.     Konsep Asesmen Sumatif

Asesmen sumatif mempunyai beberapa konsep seperti pada uraian berikut:

         a.     Metode evaluasi yang dilakukan di akhir pembelajaran.

b.   Asesmen sumatif seringkali memiliki taruhan tinggi karena berpengaruh terhadap nilai akhir murid sehingga sering diprioritaskan murid daripada asesmen formatif. 

c.   Umpan balik dari asesmen hasil akhir ini (sumatif) dapat digunakan untuk mengukur perkembangan murid untuk memandu guru dan sekolah merancang aktivitas mereka untuk projek berikutnya.

2.     Tujuan dan Fungsi Asesmen Sumatif

Penilaian atau asesmen sumatif pada jenjang pendidikan dasar dan menengah bertujuan untuk menilai pencapaian tujuan pembelajaran dan/atau CP peserta didik sebagai dasar penentuan kenaikan kelas dan/atau kelulusan dari satuan pendidikan. Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil belajar peserta didik dengan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran.

Sementara itu, pada pendidikan anak usia dini, asesmen sumatif digunakan untuk mengetahui capaian perkembangan peserta didik dan bukan sebagai hasil evaluasi untuk penentuan kenaikan kelas atau kelulusan. Asesmen sumatif berbentuk laporan hasil belajar yang berisikan laporan pencapaian pembelajaran dan dapat ditambahkan dengan informasi pertumbuhan dan perkembangan anak. 

Adapun asesmen sumatif dapat berfungsi untuk:

a.     alat ukur untuk mengetahui pencapaian hasil belajar peserta didik dalam satu atau lebih tujuan pembelajaran di  periode tertentu;

b.  mendapatkan nilai capaian hasil belajar untuk dibandingkan dengan kriteria capaian yang telah ditetapkan; dan

c. menentukan kelanjutan proses belajar siswa di kelas atau jenjang berikutnya.

Asesmen sumatif dapat dilakukan setelah pembelajaran berakhir, misalnya pada akhir satu lingkup materi (dapat terdiri atas satu atau lebih tujuan pembelajaran), pada akhir semester dan pada akhir fase; khusus asesmen pada akhir semester, asesmen ini bersifat pilihan. Jika pendidik merasa masih memerlukan konfirmasi atau informasi tambahan untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik, maka dapat melakukan asesmen pada akhir semester.

Sebaliknya, jika pendidik merasa bahwa data hasil asesmen yang diperoleh selama 1 semester telah mencukupi, maka tidak perlu melakukan asesmen pada akhir semester.  Hal yang perlu ditekankan, untuk asesmen sumatif, pendidik dapat menggunakan teknik dan instrumen yang beragam, tidak hanya berupa tes, namun dapat menggunakan observasi dan performa (praktik, menghasilkan produk, melakukan projek, dan membuat portofolio).

 

F.    Contoh Bentuk Asesmen Formatif dan Sumatif

Asesmen dapat dilakukan secara berbeda di jenjang tertentu, sesuai dengan karakteristiknya. Untuk jenjang PAUD, teknik penilaian tidak menggunakan tes tertulis, melainkan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi satuan PAUD, dengan menekankan pengamatan pada anak secara autentik sesuai preferensi satuan pendidikan. Ragam bentuk asesmen yang dapat dilakukan, antara lain: catatan anekdot, ceklis, hasil karya, portofolio, dokumentasi, dll.

Untuk pendidikan khusus, asesmen cenderung lebih beragam karena perlu pendekatan individual. Pada Pendidikan Kesetaraan, asesmen mata pelajaran keterampilan dapat berbentuk observasi, demonstrasi, tes lisan, tes tulis, portofolio, dan/atau uji kompetensi pada Lembaga sertifikasi dan kompetensi.  

Sementara itu pada SMK, terdapat bentuk penilaian atau asesmen khas yang membedakan dengan jenjang yang lain, yaitu: Asesmen Praktik Kerja Lapangan (PKL), Uji Kompetensi Kejuruan, Ujian Unit Kompetensi,

1.   Contoh bentuk asesmen tidak tertulis

a.   Diskusi kelas

·     Mengembangkan kemampuan berkomunikasi murid di  depan publik dan mengemukakan pendapat.

·  Melatih murid untuk belajar berdemokrasi, mendengarkan dan menerima pendapat orang lain yang mungkin berbeda dengannya, juga merespons pendapat tersebut dengan cara yang sopan dan simpatis.

b.   Produk

·   Membuat model miniatur 3 dimensi (diorama), produk digital, produk seni, dll.

·         Mengembangkan kreativitas.

·         Menanamkan pengertian mengenai sebuah peristiwa

c.   Drama

·           Mengembangkan kemampuan seni peran dan berkomunikasi murid.

·     Mendorong murid untuk melihat sebuah masalah dari perspektif yang berbeda sehingga dapat menumbuhkan jiwa empati dan berpikiran kritis murid.

d.   Presentasi

·         Mengembangkan kemampuan berkomunikasi 

·         Mendorong murid untuk memahami topik presentasi dengan mendalam

e.   Tes  Lisan

·         Kuis tanya jawab secara lisan

·         Mengonfirmasi pemahaman murid

·         Menerapkan umpan balik

2.  Contoh bentuk asesmen tertulis

a.     Refleksi

·    Melatih murid untuk berperan aktif dalam mengevaluasi pembelajaran mereka sendiri dan memikirkan bagaimana cara mereka dapat memperbaiki diri. 

·    Hasil refleksi ini dapat digunakan guru untuk melihat sisi lain proses pembelajaran murid

b.     Esai

· Mengasah keterampilan menulis akademis murid, seperti mengembangkan argumen, menyajikan bukti, mencari sumber terpercaya untuk mendukung argumen, dan menggunakan referensi dengan tepat. 

·         Mengembangkan cara berpikir kritis dan daya analisis murid.

c.     Jurnal

·     Melatih kemampuan murid untuk mengorganisasi dan mengekspresikan ide/pemikiran mereka dalam bentuk tulisan. 

· Biasanya ditulis dengan bahasa yang kurang formal sehingga memberikan murid kebebasan berpikir kreatif. 

·     Menjadi alat untuk murid merefleksikan perkembangan mereka secara berkesinambungan.

d.     Poster

· Mendorong kemampuan murid untuk mengeksplorasi topik dan mengkomunikasikan pemahaman mereka dengan cara semenarik mungkin

e.     Tes  Tertulis 

·         Kuis pilihan ganda

·         Kuis pertanyaan

·         Menerapkan umpan balik

 

G.    Menentukan Ketercapaian Tujuan Pembelajaran

Untuk mengetahui apakah peserta didik telah berhasil mencapai tujuan pembelajaran, pendidik perlu menetapkan kriteria atau indikator ketercapaian tujuan pembelajaran. Kriteria ini dikembangkan saat pendidik merencanakan asesmen, yang dilakukan saat pendidik menyusun perencanaan pembelajaran, baik dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran ataupun modul ajar.

Kriteria ketercapaian ini juga menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih/membuat instrumen asesmen, karena belum tentu suatu asesmen sesuai dengan tujuan dan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran. Kriteria ini merupakan penjelasan (deskripsi) tentang kemampuan apa yang perlu ditunjukkan/didemonstrasikan peserta didik sebagai bukti bahwa ia telah mencapai tujuan pembelajaran.

Dengan demikian, pendidik tidak disarankan untuk menggunakan angka mutlak (misalnya, 75, 80, dan sebagainya) sebagai kriteria. Yang paling disarankan adalah menggunakan deskripsi, namun jika dibutuhkan, maka pendidik diperkenankan untuk menggunakan interval  nilai (misalnya 70 - 85, 85 - 100, dan sebagainya).

Dengan demikian, kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran dapat dikembangkan pendidik dengan menggunakan beberapa pendekatan, di antaranya:

1.   menggunakan deskripsi sehingga apabila peserta didik tidak mencapai kriteria tersebut maka dianggap belum mencapai tujuan pembelajaran.

Contohnya, dalam tugas menulis laporan, pendidik menetapkan kriteria ketuntasan: Laporan peserta didik menunjukkan kemampuannya menulis teks eksplanasi, hasil pengamatan, dan pengalaman secara jelas. Laporan menjelaskan hubungan kausalitas yang logis disertai dengan argumen yang logis sehingga dapat meyakinkan pembaca.

2.     menggunakan rubrik yang dapat mengidentifikasi sejauh mana peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.

Contohnya, dalam tugas menulis laporan, pendidik menetapkan kriteria ketuntasan yang terdiri atas dua bagian: Isi laporan dan penulisan. Dalam rubrik terdapat empat tahap pencapaian, dari baru berkembang, layak, cakap hingga mahir. Dalam setiap tahapan ada deskripsi yang menjelaskan performa peserta didik. Pendidik menggunakan rubrik ini untuk mengevaluasi laporan yang dihasilkan oleh peserta didik.

3.  menggunakan skala atau interval nilai, atau pendekatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan pendidik dalam mengembangkannya.

Contoh: Pendidik membandingkan hasil tulisan peserta didik dengan rubrik untuk menentukan ketercapaian peserta didik. Untuk setiap kriteria terdapat 4 (empat) skala pencapaian (1-4)

Keterangan:

0 - 40% = belum mencapai, remedial di seluruh bagian

41 - 60% = belum mencapai ketuntasan, remedial di bagian yang diperlukan

61 - 80% = sudah mencapai ketuntasan, tidak perlu remedial

81 - 100% = sudah mencapai ketuntasan, perlu pengayaan/tantangan lebih

 

H.    Menentukan Kriteria Kenaikan Kelas

Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk menentukan kebijakan kenaikan kelas. Pendidik diharapkan mampu menjalankan fungsi asesmen secara optimal sehingga mampu mendiagnostik perkembangan peserta didik.

Hasil diagnostik digunakan sebagai rujukan untuk melakukan tindak lanjut pembelajaran. Demikian juga asesmen formatif dan sumatif diharapkan berjalan dengan baik, sehingga pada akhir fase, semua peserta didik naik kelas karena telah mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan.

Pendidik dan satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk menentukan kriteria kenaikan kelas, dengan mempertimbangkan:

1.   Laporan Kemajuan Belajar

2.   Laporan Pencapaian Projek Profil Pelajar Pancasila

3.   Portofolio peserta didik

4.   Ekstrakurikuler/prestasi/penghargaan peserta didik

5.   Tingkat kehadiran

Baca Juga : Portfolio Digital, Cara Mudah Mengelola dan Menilai Portofolio

Sumber:

Kemdikburistek. 2022. Panduan Pembelajaran dan Asesmen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah. Jakarta. Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Kemdikburistek. 2021. Panduan Pembelajaran dan Asesmen. Jakarta. Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Kemdikbud. 2020. Buku Saku Asesmen Diagnosis Kognitif. Jakarta. Pusat Asesmen dan Pembelajaran Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kemdikbud. 2019. Model Penilaian Formatif pada Pembelajaran Abad ke-21 untuk Sekolah Dasar. Jakarta. Pusat Penilaian Pendidikan.

1 komentar:

  1. Assalamualaikum wr wb. Terimakasih ilmunya. Sangat bermanfaat bagi kami . Ijinkan untuk di share.

    BalasHapus