Menggantungkan harapan
peningkatan kemampuan profesi hanya pada penyelenggaraan penataran bukan
strategi melainkan tragedi. Ada beberapa alasan mengapa itu berbahaya, Pertama
semakin banyak penataran yang guru ikuti sesungguhnya kontra produktif pada
peningkatan efektivitas belajar siswa. Semakin banyak penataran semakin banyak
kegiatan belajar siswa terganggu. Alasan lain jumlah guru pada masa
otonomi ini semakin banyak. Karena itu, jika pembinaan peningkatan mutu
bergantung pada sistem penataran, maka akan semakin tinggi biaya yang
dibutuhkan. Secara empirik terbukti bahwa tidak pernah penataran dapat
dinikmati oleh seluruh guru, hanya guru-guru yang memiliki kompetensi tertentu
yang banyak mendapatkan peluang.
Pengalaman menunjukkan pula
penyebarluasan hasil penataran kepada guru-guru lain di sekolah sebagai produk
pemusatan latihan guru secara nasional mapun lokal pada umumnya tidak berjalan
efektif. Pelatihan yang selama ini dilaksanakan telah meningkatkan kompetensi
guru namun belum tentu berpengaruh pada meningkatnya kompetensi siswa. Selain itu
juga, kadang-kadang guru yang mengikuti pelatihan atau penataran yang mereka cari bukan ilmunya
melainkan sertifikat yang akan mereka peroleh.
Kemudian juga masih banyak sekolah
yang belum mengidentifikasi standar kompetensi yang perlu dikuasai siswa di
samping kompetensi yang berasal dari standar isi. Diharapkan dengan terindentifikasinya
kompetensi siswa, maka sekolah juga dapat menentukan kompetensi guru di dalam
membimbing siswa untuk mencapai kompetensi siswa tersebut. Setelah kompetensi
guru diindentifikasi maka baru dapat ditentukan strategi untuk meningkatkan
kompetensi guru tersebut.
Terdapat
empat strategi untuk meningkatkan mutu kompetensi guru di sekolah yaitu:
Pertama,
peningkatan melalui pendidikan dan
pelatihan (off the job training).
Guru dilatih secara individual maupun dalam kelompok untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan terbaik dengan menghentikan kegiatan mengajarnya.
Kegiatan pelatihan seperti ini memiliki keunggulan karena guru lebih
terkonsentrasi dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Namun demikian kegiatan
seperti ini tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan terlalu
sering. Semakin sering pelatihan seperti ini dilakukan, semakin meningkat
dampak kontra produktifnya terhadap efektivitas belajar siswa.
Kedua,
pelatihan dalam pelaksanaan tugas atau on
the job training. Model ini dikenal dengan istilah magang bagi
guru baru untuk mengikuti guru-guru yang sudah dinilai baik sehingga guru baru
dapat belajar dari seniornya atau diistilahkan juga dengan program induksi. Program induksi wajib dilakukan untuk guru baru
dan program ini merupakan salah satu penilaian untuk dapat 100% menjadi PNS
bagi guru yang masih CPNS. Pemagangan dapat dilakukan pada ruang lingkup satu
sekolah atau pada sekolah lain yang memiliki mutu yang lebih baik.
Ketiga,
seperti yang dilakukan Jepang yang populer dengan istilah Lesson Studi. Kegiatan ini pada prinsipnya merupakan
bentuk kolaborasi guru dalam memperbaiki kinerja mengajarnya dengan
berkonsentrasi pada studi tentang dampak positif guru terhadap kinerja
belajar siswa dalam kelas. Kelompok guru yang melakukan studi ini pada
dasarnya merupakan proses kolaborasi dalam pembelajaran. Siswa dipacu untuk
menunjukkan prestasinya, namun di sisi lain guru juga melaksanakan proses
belajar untuk memperbaiki pelaksanaan tugasnya. Namun, pada kegiatan lesson studi ini guru harus siap
dikritik secara positif oleh teman sejawat. Sehingga di dalam pelaksanaan lesson studi sebaiknya yang kita amati
dalam pembelajaran adalah siswa, walaupun pada akhirnya tertuju kepada guru.
Keempat,
melakukan perbaikan melalui kegiatan Penilitian
Tindakan Kelas (PTK). Kegiatan ini dilakukan guru dalam kelas dalam
proses pembelajaran. PTK dapat dilakukan sendiri dalam pelaksanan tugas, melakukan
penilaian proses maupun hasil untuk
mendapatkan data mengenai prestasi maupun kendala yang siswa hadapi serta
menentukan solusi perbaikan. Karena perlu ada solusi perbaikan, maka PTK
sebaiknya dilakukan melalui beberapa putaran atau siklus sampai guru mencapai
prestasi kinerja yang diharapkannya. Penelitian tindakan kelas ini merupakan
salah satu sarana bagi guru untuk pengembangan profesi guru secara
berkelanjutan dalam penilaian kinerja guru.
Untuk
mendukung sukses peningkatan kompetensi guru melalui berbagai empat strategi di
atas diperlukan (1) Tujuan pembelajaran harus jelas, artinya guru perlu
memahami benar-benar perilaku siswa yang guru harapkan sebagai indikator
keberhasilan. (2) Indikator proses dan hasil pada tiap tahap kegiatan terukur.
(3) Melalui cara yang tertentu yang jelas siklusnya pentahapannya (4) Jelas
struktur pengorganisasian kegiatannya. (5) Memiliki pengukuran keberhasilan.
Persoalan
ini mendorong sekolah untuk memilih strategi terbaik untuk mewujudkan harapannya.
Di sisi lain uraian di atas menyiratkan pentingnya merumuskan indikator lulusan
yang mencerminkan mutu guru yang dibutuhkan sesuai dengan cita-cita sekolah.
Semakin tinggi cita-cita yang hendak sekolah wujukan semakin tinggi pula mutu
guru yang dibutuhkan.Secara sederhana indikator lulusan dan kompetensi guru
dalam disejajarkan dalam tabel pada contoh berikut :
No
|
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
|
KOMPETENSI GURU
|
1
|
Fasih membaca Alquran
|
|
2
|
Sehat jasmani, sehat rohani
|
|
3
|
Melanjutkan pendidikan ke jenjang
berikutnya dengan mendapatkan peluang belajar pada sekolah ternama.
|
|
0 comments:
Posting Komentar