Slide 1

Berbagai macam moda pembelajaran

Slide 2

Literasi

Slide 3

Kegiatan Pramuka

Slide 4

Kerucut Pengalaman

Slide 5

Pembelajaran Aktif

Kamis, 24 Mei 2012

PENDEKATAN ICARE

Oleh:
Adi Saputra, M.Pd
Dalam penyusunan perangkat pembelajaran tiap pelajaran untuk belajar aktif, digunakan satu kerangka yang sangat sederhana, yaitu disebut ICARE. Sistem ICARE mancakup lima elemen kunci suatu pengalaman belajar yang baik, yang dapat diterapkan terhadap peserta didik. Oleh karena itu, sistem ICARE sangat baik untuk diterapkan dalam proses belajar di sekolah. ICARE adalah singkatan dari: Introduction, Connection, Application, Reflection, dan Extension.Penggunaan sistem ICARE sangat memberi peluang kepada peserta didik untuk memiliki kesempatan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari dalam pelatihan. Namun juga harus diingat bahwasanya perangkat tersebut harus memenuhi aturan sesuai dengan standar proses yang terdapat dalam Permendiknas no 41 tahun 2007. Dalam Permendiknas tersebut terdapat eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Di samping itu juga memasukkan pendidikan budaya karakter bangsa dan kewirausahaan. Berikut ini dijelaskan secara rinci kerangka ICARE. Di bawah tulisan ini terdapat link untuk downnload ebook yang berhubungan dengan materi ini. Semoga bermanfaat.

1.      I = Introduction (Pendahuluan)
Pada tahap pengalaman belajar ini guru atau fasilitator menetapkan materi pelajaran kepada peserta didik. Ini harus mencakup menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, penjelasan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan cakupan materi serta penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

2.      C = Connection (Koneksi)
Koneksi merupakan tahap pengkaitan antara pengetahuan yang dimiliki peserta didik sebelumnya. Dalam banyak hal, proses belajar itu berurutan (sequential) dengan membangun suatu kompetensi di atas suatu kompetensi sebelumnya. Karena itu, semua pengalaman belajar yang baik harus dimulai dari apa yang peserta didik telah tahu dan dapat dilakukan serta dapat dibangun di atasnya. Pada tahap connection pembelajaran guru mencoba mengaitkan materi pembelajaran yang baru dengan pengalaman belajar sebelumnya. Guru dapat mencapainya dengan melakukan latihan brainstorming sederhana untuk mengenali apa yang telah diketahui peserta didik, dengan meminta peserta didik mengatakan kepada guru apa yang mereka ingat dari pembelajaran sebelumnya atau dengan mengembangkan suatu kegiatan yang dapat dilakukan peserta didik secara mandiri. Dengan mengikuti hal ini guru menghubungkan peserta didik dengan materi yang baru. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bahwa tahap ini dilakukan tidak terlalu lama menghabiskan waktu. Paling lama waktu dugunakan sekitar sepuluh menit.

Selasa, 22 Mei 2012

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI ANAK UNTUK GURU DAN ORANG TUA


PERKEMBANGAN PSIKOLOGI ANAK UNTUK GURU DAN ORANG TUA
Oleh:
Adi Saputra

            Sejak abad ke-20 mulai terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan dan pengajaran. Perubahan tersebut membawa perubahan pula dalam cara-cara pembelajaran di sekolah. Dari cara pengajaran lama dimana siswa-siswa harus diajar dengan diberi pengetahuan sebanyak mungkin dalam berbagai mata pelajaran, berangsur-angsur beralih menuju ke arah penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan, dan sekolah yang menekankan pada keaktifan siswa di dalam pembalajaran. Mula-mula situasi pembelajaran di sekolah lebih menonjolkan peranan guru dengan tujuan untuk penguasaan materi pelajaran yang direncanakan oleh guru (teacher centre). Siswa lebih bersifat pasif dan hanya tinggal menerima apa yang disuguhkan oleh guru. Kurikulum sepenuhnya direncanakan dan disusun oleh guru atau sekolah tanpa mengikutsertakan siswa.
            Berdasarkan studi psikologi belajar yang baru serta sosiologi pendidikan, maka masyarakat pendidikan menghendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan, dan kesiapan siswa untuk belajar, serta dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial sekolah. Gagasan ini awalnya dikemukakan oleh John Dewey dengan “pendidikan progresif”, yang menggambarkan adanya situasi kebalikan dari kenyataan mula di mana guru sebagai penguasa dan sekarang siswa memegang tampuk kepemimpinan. Dengan perkataan lain jika dulu guru memegang otoritas, sekarang guru menjadi “pelayan” dari siswanya (student centre).
            Berdasarkan penjelasan di atas maka seharusnya guru atau orang tua untuk dapat memahami siswa atau anaknya. Proses memahami ini bertujuan agar guru atau orang tua bisa mengarahkan siswa atau anak untuk mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan hidup yang sesuai dengan harapan yang dicita-citakan bersama. Sehingga pada akhirnya tidak terjadi rasa frustasi dari guru atau orang tua karena tidak dapat memahami siswa atau anaknya. Di samping itu juga untuk menghindari kasus “salah asuhan” terhadap anak. 

Minggu, 06 Mei 2012

PEMBELAJARAN AKTIF


PEMBELAJARAN AKTIF (ACTIVE LEARNING)
Oleh:
Adi Saputra, M.Pd

Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari ” instructionyang banyak digunakan dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Pendidikan di Amerika Serikat banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistic, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media seperti bahan-bahan cetak, internet, televise, gambar, video, dan sebagainya. Kedua hal ini mendorong terjadinya perubahan peran guru dalam mengelola proses belajar mengajar dari peran guru sebagai sumber belajar menjadi fasilitator dan katalisator dalam belajar mengajar. Kemudian Gagne menjelaskan bahwa mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, dengan konsekuensi peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengarasemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan siswa dalam mempelajari sesuatu.
Aktif diartikan peserta didik maupun guru berinteraksi untuk menunjang pembelajaran. Guru harus menciptakan suasana yang mendukung sehingga peserta didik aktif bertanya, memberikan tanggapan, mengungkapkan ide dan mendemonstrasikan gagasan atau idenya tanpa takut untuk berbuat salah. Guru akan memantau kegiatan pembelajaran dengan memberikan umpan balik, mengajukan pertanyaan menantang atau pertanyaan tingkat tinggi dan mempertanyakan gagasan peserta didik. Dengan memberikan kesempatan peserta didik aktif akan mendorong kreativitas peserta didik dalam belajar maupun memecahkan masalah.
            Berdasarkan pengertian di atas sebenarnya tugas guru sewaktu pembelajaran tidaklah begitu susah. Namun sekarang masih banyak guru mengambil haknya peserta didik, misalnya untuk menjawab pertanyaan, mencari bahan, atau pun membuat kesimpulan yang dilakukan sendiri oleh guru. Jadi memang diharapkan guru lebih dominan di dalam mempersiapkan perangkat agar bisa mengaktifkan peserta didik di dalam pembelajaran. Peserta didik bisa diibaratkan seperti lilin yang sudah punya potensi untuk dibakar, guru hanya tinggal menyulutnya agar terbakar. Bukan tugas guru untuk membuat lilin sampai dia bisa terbakar.
            Di samping itu juga guru diharapkan harus memahami karakteristik peserta didik baik dalam hal gaya belajar, gaya berpikir, maupun jenis kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik. Gaya belajar peserta didik dapat digolongkan visual, auditorial, dan kinestetik. Gaya berpikir dapat dikelompokkan gaya berpikir otak kiri, otak kanan, atau kombinasi. Sedangkan jenis kecerdasan dapat berupa linguistik, logika-matematik, visual spasial, musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
            Pembelajaran aktif ini didukung juga dengan teori belajar konstruktivisme yang menyatakan belajar tersebut bermakna bila peserta didik sendirilah yang menyusunnya menjadi suatu yang bermakna baginya. Hal ini juga sesuai dengan kerucut pengalaman dan pepatah cina seperti pada gambar di bawah ini.
 
Jadi berdasarkan paparan di atas, marilah kita para guru merubah cara mengajar kita dari teacher centre (berpusat pada guru) ke student centre (berpusat kepada siswa).
Agar lebih mudah memahami pembelajaran aktif, maka dapat mendownload Buku Belajar Aktif SMA

Rabu, 25 April 2012

CARA PEMENUHAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN


Saat ini banyak sekolah yang berusaha untuk mengadopsi atau mengadaptasi kurikulum dari luar (cambridge) terutama sekolah yang berlabel RSBI. Kurikulum dari luar tersebut belum tentu sesuai dengan kultur budaya kita.Di samping itu juga sekolah masih banyak yang belum melaksanakan pemenuhan delapan standar pendidikan. Seandainya delapan standar pendidikan tersebut terpenuhi, bisa jadi sebenarnya sekolah tersebut bisa menyamai kurikulum dari luar tersebut.
          Maka diharapkan sekolah-sekolah yang akan melakukan adopsi dan adaptasi kurikulum dari luar haruslah melakukan pemenuhan standar nasional pendidikan terlebih dahulu. Standar nasional pendidikan tersebut harus dipenuhi terutama yang berhubungan dengan guru  misalnya standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian. Selanjutnya baru standar yang berhubungan dengan sarana, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan, dan pembiayaan.
 Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan di SMA sulit dilaksanakan secara simultan, sehingga pemenuhannnya menggunakan skala prioritas. Pemenuhan SNP dapat mempertimbangkan standar yang memiliki ketercapaian tinggi, dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia baik tenaga, sarana prasarana maupun pembiayaan.  Agar proses pemenuhan SNP dapat terlaksana secara efektif, efisien dan memberi hasil yang optimal perlu adanya peran serta, kolaborasi dan komitmen bersama dari seluruh pihak yang terkait secara berkelanjutan dan sinergis, sesuai dengan tugas pokok dan kewenangan masing-masing.
A.     Strategi Pemenuhan SNP di SMA
Sekolah harus menyusun dan melaksanakan program pemenuhan SNP yang realistis dan sesuai kondisi nyata (berdasarkan hasil analisis konteks) dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia baik di dalam maupun di luar sekolah, melalui berbagai strategi antara lain:
1.    Pemenuhan Standar Isi dapat dilaksanakan melalui pengembangan dan pemberlakuan KTSP sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku; mensosialisasikan KTSP baik internal maupun eksternal; mengevaluasi dan memvalidasi dokumen KTSP secara periodik.  

Minggu, 22 April 2012

INSTRUMEN PENILAIAN RANAH KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR


Instrumen penilaian  yang dapat dipakai dalam sistem penilaian berbasis kompetensi dapat terkait dengan ranah kognitif ataupun psikomotor, antara lain yaitu sebagai berikut.
1.    Kuis: Waktu yang diperlukan relatif singkat, kurang lebih 15 menit dan hanya menanyakan hal-hal yang prinsip saja dan bentuknya berupa jawaban singkat dengan tingkat berpikir rendah. Biasanya kuis diberikan sebelum pelajaran baru dimulai, untuk mengetahui penguasaan pelajaran yang lalu secara singkat. Namun bisa juga kuis diberikan setelah pembelajaran selesai, yaitu untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap bahan ajar yang baru diajarkan. Bila ada bagian pelajaran yang belum dikuasai, sebaiknya guru menjelaskan kembali dengan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda.
2.    Pertanyaan lisan di kelas: Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema. Teknik bertanya yang baik adalah mengajukan pertanyaan ke kelas, memberi waktu sebentar untuk berpikir, dan kemudian memilih peserta didik secara acak untuk menjawab. Jawaban peserta didik benar atau salah selalu diberikan ke peserta didik lain atau minta pendapatnya terhadap jawaban peserta didik yang pertama. Kemudian guru menyimpulkan tentang jawaban peserta didik yang benar. Pertanyaan lisan ini bisa dilakukan di awal pelajaran, di tengah,  atau di akhir pelajaran. Dalam arti  kata bahwa pertanyaan bisa diberikan sepanjang kegiatan pembelajaran berlangsung.

3.    Ulangan harian : Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih. Bentuk soal yang digunakan sebaiknya bentuk uraian objektif atau yang non-objektif. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya mencakup sampai ke tingkat berpikir tinggi.
4.    Tugas individu : Tugas individu dapat diberikan setiap minggu dengan bentuk tugas/soal uraian objektif atau non-objektif. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya aplikasi, analisis, bila mungkin sampai sintesis dan evaluasi. Tugas individu untuk mata pelajaran tertentu dapat terkait dengan ranah psikomotor, seperti menugasi peserta didik untuk melakukan observasi lapangan dalam Geografi atau menugasi peserta didik untuk berlatih tari dan musik pada pelajaran Seni Budaya.
5.    Tugas kelompok : Tugas kelompok digunakan untuk menilai kemampuan kerja kelompok. Bentuk soal yang digunakan adalah uraian dengan tingkat berpikir yang tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi. Bila mungkin peserta didik diminta untuk menggunakan data sebenarnya, melakukan pengamatan terhadap suatu gejala, atau merencanakan sesuatu proyek. Proyek pada umumnya menggunakan data sesungguhnya dari lapangan. Seperti halnya tugas individu, tugas kelompok dapat terkait dengan ranah psikomotor.
6.    Laporan kerja praktik atau laporan praktikum : Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya, seperti Fisika, Kimia, dan Biologi. Peserta didik bisa diminta untuk mencatat dan melaporkan hasil praktik yang telah dilakukan.
7.    Responsi atau ujian praktik : Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya, seperti Fisika, Kimia, dan Biologi yaitu untuk mengetahui penguasaan akhir baik dari ranah kognitif maupun psikomotor. Ujian responsi bisa dilakukan diawal praktik atau setelah melakukan praktik. Ujian dilakukan sebelum praktik bertujuan untuk mengetahui kesiapan peserta didik melakukan praktik di laboratorium, sedang bila dilakukan setelah praktik, tujuannya untuk mengetahui kompetensi dasar praktik yang dicapai peserta didik dan yang belum.
Tingkat berpikir peserta didik yang terlibat dalam mengerjakan tugas-tugas dalam sistem penilaian yang berbasis kompetensi meliputi: tingkat berpikir yang berkait dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Deklaratif berisi tentang konsep, prinsip, dan fakta-fakta, sedang prosedural mencakup proses, strategi, aplikasi, dan keterampilan.
Sumber: Rambu-Rambu Penilaian SMA

Rabu, 18 April 2012

KUMPULAN BUKU GENERAL CHEMISTRY

AP CHEMISTRY FOR DUMMIES, PDF, 7,77 MB
LINK DOWNLOAD : MEDIAFIRE
Keterangan Buku : 
Buku ini berisikan panduan untuk mengikuti ujian kimia, ringkasan materi, soal dengan penjelasan jawabannya.

 PROBLEM SOLVERS CHEMISTRY, PDF, 35,88 MB
LINK DOWNLOAD : MEDIAFIRE
Keterangan Buku :
Buku ini berisi kumpulan soal dengan cara penyelesaiannya untuk setiap konsep yang terdapat dalam pembelajaran kimia.

CHEMISTRY SUCCESS IN 20 MINUTES A DAY, PDF, 12,12 MB
LINK DOWNLOAD : MEDIAFIRE
Keterangan Buku :
Buku ini dilengkapi dengan soal pretest untuk mengukur kemampuan awal sebelum mempelajari konsep-konsep kimia lebih mendalam. Konsep-konsep kimia yang ada dalam buku ini juga dilengkapi dengan tips atau cara singkat untuk menyelesaikannya dan pada akhir buku ini dilengkapi dengan kunci jawaban dari soal latihan.

GENERAL CHEMISTRY, PDF, 150 MB
LINK DOWNLOAD : MEDIAFIRE
Keterangan Buku :
Buku ini merupakan salah satu pegangan untuk belajar kimia di universitas. Buku ini dilengkapi dengan banyak gambar yang memudahkan kita memahami konsep kimia. Buku ini juga memuat contoh soal dengan cara penyelesaiannya tahap demi tahap yang dilengkapi dengan strategi penyelesaian dan soal latihan untuk menguji kemampuan anda.

 SCAHUM'S OUTLINES COLLEGE CHEMISTRY, PDF, 22,38 MB
LINK DOWNLOAD : MEDIAFIRE
Keterangan Buku :
Buku ini merupakan buku yang berbentuk ringkasan materi yang dilengkapi dengan puluhan soal untuk setiap konsep yang dibahas dan dilengkapi dengan kunci jawaban. Buku ini baik digunakan untuk belajar secara mandiri untuk memperkuat pemahaman konsep kimia.


SPARK CHARTS CHEMISTRY, PDF, 1,75 MB
LINK DOWNLOAD : MEDIAFIRE
Ringkasan Charta :
Charta ini berisi ringkasan materi kimia dasar yang dilengkapi dengan gambar dan warna yang menarik.


Minggu, 15 April 2012

STRATEGI PENINGKATAN MUTU GURU


Menggantungkan harapan peningkatan kemampuan profesi hanya pada penyelenggaraan penataran bukan strategi melainkan tragedi. Ada beberapa alasan mengapa itu berbahaya, Pertama semakin banyak penataran yang guru ikuti sesungguhnya kontra produktif pada peningkatan efektivitas belajar siswa. Semakin banyak penataran semakin banyak kegiatan belajar siswa terganggu.  Alasan lain jumlah guru pada masa otonomi ini semakin banyak. Karena itu, jika pembinaan peningkatan mutu bergantung pada sistem penataran, maka akan semakin tinggi biaya yang dibutuhkan. Secara empirik terbukti bahwa tidak pernah penataran dapat dinikmati oleh seluruh guru, hanya guru-guru yang memiliki kompetensi tertentu yang banyak mendapatkan peluang.
Pengalaman menunjukkan pula penyebarluasan hasil penataran kepada guru-guru lain di sekolah sebagai produk pemusatan latihan guru secara nasional mapun lokal pada umumnya tidak berjalan efektif. Pelatihan yang selama ini dilaksanakan telah meningkatkan kompetensi guru namun belum tentu berpengaruh pada meningkatnya kompetensi siswa. Selain itu juga, kadang-kadang guru yang mengikuti pelatihan atau  penataran yang mereka cari bukan ilmunya melainkan sertifikat yang akan mereka peroleh.
Kemudian juga masih banyak sekolah yang belum mengidentifikasi standar kompetensi yang perlu dikuasai siswa di samping kompetensi yang berasal dari standar isi. Diharapkan dengan terindentifikasinya kompetensi siswa, maka sekolah juga dapat menentukan kompetensi guru di dalam membimbing siswa untuk mencapai kompetensi siswa tersebut. Setelah kompetensi guru diindentifikasi maka baru dapat ditentukan strategi untuk meningkatkan kompetensi guru tersebut.
Terdapat empat strategi untuk meningkatkan mutu kompetensi guru di sekolah yaitu:
Pertama, peningkatan melalui pendidikan dan pelatihan (off the job training). Guru dilatih secara individual maupun dalam kelompok untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terbaik dengan menghentikan kegiatan mengajarnya. Kegiatan pelatihan seperti ini memiliki keunggulan karena guru lebih terkonsentrasi dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Namun demikian kegiatan seperti ini tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan terlalu sering. Semakin sering pelatihan seperti ini dilakukan, semakin meningkat dampak kontra produktifnya terhadap efektivitas belajar siswa.

Minggu, 08 April 2012

Kriteria Guru yang Mengajar pada Program Akselerasi


Siswa berbakat intelektual merupakan sekelompok siswa yang memiliki keunggulan dan karakteristik unik yang berbeda dari siswa biasa.  Sebab itu mereka memerlukan guru khusus yang sesuai untuk mengajar  mereka.  Dan  dalam  menyediakan  guru-guru  untuk  siswa berbakat intelektual harus bertitik tolak dari kondisi dan ciri-ciri khas siswa berbakat intelektual tersebut.
Dalam proses pendidikan siswa berbakat intelektual, semua yang terlibat  harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa tersebut, termasuk juga guru.  Bahkan guru yang merupakan masukan terpenting karena gurulah dalang dalam proses belajar mengajar itu. Mengingat ciri-ciri khas siswa berbakat intelektual yang menuntut pelayanan secara khas pula dari pihak guru, maka seyogyanya jika guru dipersiapkan secara khusus.
Guru untuk siswa berbakat intelektual harus memiliki  karakteristik  khusus.  Karakteristik  yang diharapkan ada  pada  guru  siswa  berbakat  intelektual   dapat digolongkan menjadi  karakteristik   filosofis,   profesional, dan kepribadian.  Karakteristik  filosofis  penting  karena  pandangan  guru mengenai pendidikan ikut menentukan pendekatan terhadap siswa di dalam  atau pun di luar kelas. Guru siswa berbakat intelektual perlu mencerminkan  sikap  kooperatif  dan  demokratis,  serta  mempunyai kompetensi  dan  minaterhadap proses  pembelajaran. Karakteristik professional meliputi strategi untuk  mengoptimalkan belajar siswa berbakat intelektual, keterampilan bimbingan dan  penyuluhan, pengetahuan dan pemahaman psikologi siswa berbakat  intelektual. Karakteristik pribadi meliputi empati, toleransi, kesejatian, aktualisasi diri, dan antusisme atau semangat.